Usai dari rumah lamanya, Cecil diajak oleh Bara untuk ke toko es krim kesukaannya. Tentu saja gadis itu senang bukan main. Meski mata Cecil terlihat jelas sembab karena habis menangis, tapi Bara cukup lega karena akhirnya bisa melihat senyum tulus dan tawa dari Cecil-nya.
"Mau makan malam di luar sekalian nggak?" tanya Bara sambil melirik jam dipergelangan tangannya. Hampir jam tujuh malam.
Saat ini keduanya sedang berada di dalam mobil Bara yang masih terparkir di depan toko es krim langganan Cecil. Gadis itu tampak berpikir sejenak sebelum menjawab.
"Nggak papa? Nanti Tante nyariin."
Bara tersenyum sambil mengusap sudut bibir Cecil yang terkena krim es krim. "Biar aku telpon Mama bentar."
Cecil hanya mengangguk sambil terus menyendok es krim dari dalam cup yang ia pegang. Sedangkan Bara langsung meraih ponselnya untuk menghubungi nomor Kinan.
"Halo, Ma?"
["Kenapa, Bar? Cecil sama kamu kan?"]
"Iya, Ma. Kami mau makan di luar malam ini. Cuma mau ngabarin Mama aja biar nanti nggak nyari-nyari."
["Oh, gitu. Iya nggak papa. Kamu jagain Cecil ya. Kasih apa aja yang bikin anak gadis cantik itu seneng."]
Bara terkekeh. "Siap, Bu Boss."
Sambungan telepon dimatikan oleh Bara saat Kinan selesai mengatakan 'hati-hati di jalan'. Bara melirik Cecil yang masih sibuk dengan es krimnya. Dari dulu Cecil memang hantunya es krim. Dalam sekali beli bisa sampai bercup-cup dan habis dalam sekali waktu.
"Tambah lagi?" tanya Bara yang diangguki Cecil tanpa pikir panjang membuat laki-laki itu tertawa senang.
"Tunggu ya." Ucap Bara dan keluar dari mobil untuk kembali masuk memesan es krim di dalam toko.
***
Iva mondar-mandir di dalam kamar seperti setrikaan. Kepalanya dipenuhi dengan berbagai macam cara untuk menyingkarkan Cecil dari hidup Bara. Gadis itu menjadi duri dalam usaha Iva untuk mendapatkan Bara.
"Aku nggak bisa nunggu lebih lama." Lirih Iva sambil meraih ponselnya. Saat jarinya hendak mendial nomor seseorang, pintu kamarnya terbuka.
"Ayo makan malam, Va."
Iva tersenyum kemudian meletakkan kembali ponselnya ke atas tempat tidur dan menghampiri Kinan yang berdiri di pintu kamarnya yang terbuka.
"Bara sama Cecil udah pulang, Tan?" tanya sambil berjalan beriringan dengan Kinan menuju meja makan.
"Mereka makan malam di luar. Barusan Bara telpon. Tante senang mereka bisa menghabiskan waktu berdua lagi." Ucapan Kinan membuat Iva mengepalkan tangan.
'Sialan!' desis Iva dalam hati dengan suasana hati yang membara.
Iva tidak terima jika Bara dan Cecil hanya berdua saja. Iva tahu Bara bukan lelaki yang kurang ajar. Tapi siapa yang tahu apa yang Bara dan Cecil lakukan saat berdua. Iva sedang menebak-nebak ke mana Bara dan Cecil makan malam dan apa yang akan mereka lakukan setelah itu.
"Tante masak ayam saus kesukaan kamu." Ucap Kinan membuyarkan pikiran Iva. Gadis itu menatap meja makan yang dipenuhi oleh makanan dengan pandangan tidak selera.
"Sayang banget ya, Tan, udah masak banyak begini malah Bara dan Cecil nggak makan di rumah. Mubazir deh..."
Kinan tersenyum dan mulai meraih piring yang ada di hadapan Tomi. Mengisi piring suaminya itu dengan nasi dan lauk kesukaan Tomi, cumi goreng balado.
"Sayurnya banyakin, Ma." Ucap Tomi yang dipatuhi Kinan.
Mereka bertiga makan dalam suasana tenang. Kinan tidak banyak bicara. Hanya sesekali saja bertanya pada Iva tentang kegiatannya untuk beberapa waktu ke depan. Dan Tomi tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk Iva. Entah kenapa Iva merasa dari dulu Tomi tidak menyukainya. Entahlah.
"Biar Iva aja yang beresin, Tan."
Kinan menggeleng. "Kamu istirahat aja. Biar Bi Sum aja yang beresin." Ujar Kinan sambil menarik tangan Iva meninggalkan dapur.
Iva tidak ingin kehilangan kesempatan kali ini. Malam ini dia harus menyingkarkan Cecil si duri bagi usaha Iva untuk mendapatkan Bara. Iva sudah merancang berbagai cara untuk dia lakukan malam ini.
'Lihat saja, siapa yang akan tersingkir malam ini' batin Iva tertawa.
***