Chereads / Sweetest Love / Chapter 21 - Bab 21

Chapter 21 - Bab 21

"Seharusnya aku nggak pergi malam itu. Dan kita akan baik-baik aja." ucap Bara dengan nada menyesal yang amat kentara.

"Om Tomi udah jelasin semuanya. Malam itu kamu nginap di kantor. Kamu ngehubungi Om lewat telepon kantor. Dan begitulah, ceritanya mengalir dari mulut Papa kamu hingga aku sadar kalau selama ini aku salah paham sama kamu. Aku kira kamu dan Iva memang main belakang dan mengkhianati aku, Mas." Cecil kembali berkaca-kaca. Mungkin kalau ada nominasi perempuan tercengeng dia yang memenangkan piala.

"Aku yang pengecut. Saking takutnya kamu semakin benci sama aku, aku lebih milih mundur. Seharusnya dulu aku lebih gencar lagi ngejar kamu meski kamu tolak berkali-kali. Seharusnya dulu aku langsung ikat kamu."

Cecil tersenyum. Untuk pertama kalinya setelah seminggu kepergian sang ibu, Cecil merasa hatinya benar-benar plong. Fakta yang tidak dia ketahui yang akhirnya membuat hubungan keduanya renggang kini mulai Cecil sesali. Dulu dia sering menduga-duga tentang apa yang dilakukan Bara dan Iva. Dia takut setiap kali Bara meminta waktu untuk bicara. Dia tidak siap kalau kenyataan yang akan disampaikan Bara sesuai dengan dugaannya.

Hari itu tepat saat Cecil ikut dengan Tomi ke rumah sakit untuk menjenguk ibunya, Tomi berbicara tentang fakta yang menyesakkan dada Cecil. Tentang fakta kalau Bara dan Iva tidak lebih dari sepupu. Tentang fakta malam itu saat Bara menghilang seolah di telan bumi.

Flashback,

"Cecil sama Bara gimana?" Tomi bertanya saat lampu merah menyala di perempatan jalan raya.

Cecil hanya diam. Dia tidak tahu harus menjawab seperti apa. Karena nyatanya hubungan dirinya dan anak Tomi tidak dalam keadaan baik-baik saja. Cecil menghindari Bara setelah malam itu. Bahkan jika harus bicara pun, Cecil lebih banyak menjawab seadanya.

"Om minta maaf kalau Om lancang ngomong begini sama kamu, Ce. Tapi Om rasa kamu memang harus tahu yang sebenarnya."

Saat itu yang Cecil rasakan adalah siap menerima apapun yang akan Tomi sampaikan jika hatinya harus ditikam berkali-kali. Cecil menduga-duga hal apa yang akan disampaikan oleh Papa Bara itu. Apakah kenyataan tentang anaknya yang menjalin hubungan dengan perempuan lain selama ini?

"Kamu salah paham sama Bara. Dia dan Iva tidak punya hubungan apapun selain ikatan sepupu. Bara mencintai kamu, semua orang juga tahu itu. Bahkan Om sempat marah ke Bara saat tahu dia tidak menjelaskan apapun sama kamu. Om mengatainya pengecut karena lebih milih mundur dan memilih menyiksa diri sendiri." ucap Tomi mengakhiri kalimatnya.

Kembali pada masa sekarang, Bara beranjak dari duduknya kemudian berjalan menghampiri Cecil. Bara berjongkok di depan Cecil sambil menggenggam erat kedua tangan gadis yang menjadi penguasa hatinya.

"Aku mau jujur sama kamu." ucapnya.

Bara menarik napas sejenak untuk mengumpulkan nyali yang tiba-tiba saja menyurut. Setelah menghembuskan napas dan memantapkan hatinya, Bara menatap lekat manik coklat milik perempuan di depannya.

"Aku pernah ciuman sama Iva. Enggak lebih. Itupun dia yang memulai. Dia ngakuin perasaannya sama aku dan aku udah tolak. Dia nangis, berusaha untuk menggodaku dengan tubuhnya yang bisa dibilang setengah telanjang. Di dalam hati dan pikiranku selalu terbayang kamu, Ce. Senyum lebar kamu kala menjahiliku. Semuanya berputar di otakku. Dan akhirnya Iva bilang dia akan melupakan apa yang terjadi malam itu asal aku nemenin dia tidur baru aku pulang. Hampir sepuluh menit berlalu dia masih belum tidur. Akhirnya aku inisiatif buatin dia coklat dingin. Biasanya itu ampuh untuk bikin dia tidur cepat."

Cecil masih diam terus mendengarkan penjelasan Bara mengenai malam itu. Meski hatinya sempat panas saat mengetahui Bara dan Iva pernah berciuman. Sialan! Teriak batinnya.

"Saat aku hendak masuk ke kamarnya, aku sempat dengar dia bicara dengan seseorang di seberang telepon. Aku sempat bingung kenapa dia bilang aku tidur karena kelelahan. Dan aku menduga-duga kira-kira siapa yang menghubunginya saat itu. Namun semuanya terjawab saat aku keluar dari apartemennya. Aku hendak menghubungimu. Tapi kuurungkan saat terlihat betapa banyaknya panggilan masuk dari kamu dan Mama. Aku coba telpon Papa waktu itu, tapi bateraiku lowbat. Aku sudah menduga kalau kamu pasti salah paham. Tapi entah kenapa malam itu aku ingin sendiri. Menyendiri menenangkan pikiranku setelah mengetahui kelakuan Iva di belakangku."

Bara menarik napas sambil memejamkan mata. "Dan aku menyesal malam itu tidak langsung pulang. Aku bahkan tahu kabar duka di hari itu pas menelpon Papa keesokan harinya. Saat malam pengajian di rumahmu."

Bara menunduk mengecup punggung tangan Cecil. Rasa lembab dan basah membuat Cecil menengadah. Bara menangis di atas pangkuannya.

"Aku menyesal, Ce. Demi Tuhan, rasanya aku ingin merengkuhmu saat itu. Aku mengendarai mobil seperti orang kesetanan. Tapi penolakan yang kuterima malam itu membuatku sadar bahwa kamu benar-benar terluka dan kecewa padaku. Aku minta maaf."

Cecil masih ingat jelas kata-kata yang dia lontarkan pada Bara saat itu. 'Jangan pernah temui aku lagi. Aku benci sama kamu, Mas. Kamu brengsek! Aku nyesal kenal kamu. Aku nyesal ngasih hati aku ke kamu. Aku bahkan udah gantungin harapan besar sama kamu. Aku benci, Mas.'