Chereads / Sweetest Love / Chapter 14 - Bab 14

Chapter 14 - Bab 14

"Bar, untuk sementara waktu kamu balik tinggal di rumah dulu. Sampai keadaan sedikit membaik. Papa khawatir kalau harus meninggalkan Mama yang akhir-akhir ini ikutan melamun seperti Cecil. Bagaimanapun Mama kamu sama kehilangannya dengan Cecil."

Bara mengangguk tanpa berpikir panjang. Karena dia memang berniat untuk kembali ke rumah orangtuanya untuk sementara waktu sampai kondisi Cecil membaik. Gadis itu terpukul. Kadang melamun, kadang menangis, kadang berteriak memanggil ibu. Bara tidak sanggup.

"Kamu sama Iva gimana?"

Bara berhenti mengunyah. Saat ini ia dan Tomi sedang makan siang bersama di restauran samping perusahaan. "Nggak gimana-gimana." Jawabnya cuek.

Tomi menghela napas. "Sebaiknya kamu dan Iva segera memperbaiki hubungan kalian. Bagaimanapun kalian itu saudara. Dan kalau sampai Mama tahu kamu dan Iva pernah terlibat hubungan seperti itu, Papa nggak jamin Mamamu masih bisa bersikap baik lagi pada Iva dan kamu."

Bara menyandarkan punggungnya. Rasa laparnya sudah hilang entah ke mana. Pembahasan ayahnya siang ini sangat mengusik pikirannya. "Setelah 40 hari ibu Cecil, Bara akan melamar Cecil. Bara harap Papa mendukung keputusan yang Bara ambil." Bara meneguk air putih digelasnya hingga habis. Sedangkan Tomi menatap putra tunggalnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Kamu nggak buta, kan sama perasaan Iva ke kamu?" tanya Tomi dengan serius.

"Oleh karena itu, Pa. Bara mau nunjukin ke dia kalau Bara tidak pernah mencintainya. Dihati Bara cuma ada satu nama, Cecilia! Dan dia tidak akan terganti sampai kapanpun."

Tomi mendengkus, "apa kabar sama pengkhiatan kamu sama Iva?"

Bara menggeram, "Pa!"

Tomi terkekeh melihat putranya frustasi seperti ini. Perempuan memang racun dunia. Dan putranya menjadi korban 2 racun sekaligus. Untung dirinya hanya kena satu racun, Kinan.

***

Bara memasuki rumah orangtuanya sambil bersenandung kecil. Hari ini dia ingin berbicara pada Cecil. Dia ingin menjadi tempat mengeluh dan bersedih bagi gadis itu. Dia ingin Cecil kembali bergantung padanya. Bara juga tidak suka tiap kali Cecil merintih kesakitan atas sebuah kehilangan, dirinya tidak bisa berbuat banyak untuk gadis itu.

"Bar, kamu udah pulang?"

Bara berhenti melangkah saat suara Iva menyapanya. Matanya memutar malas. Moodnya bisa rusak jika harus meladeni perempuan pembawa masalah seperti Iva.

"Itu apa?" tanya Bara.

"Buat Cecil. Dari tadi dia belum makan. Tante juga lagi istirahat, jadi aku yang bakal bujuk Cecil."

Bara mendekat dan meraih piring serta gelas dari tangan Iva. "Kamu kasih racun?"

Iva melotot, "Bar, aku nggak mungkin melakukan itu."

Bara terkekeh. "Kamu bisa aja kan mencelakai Cecil. Kamu punya banyak kesempatan di rumah ini untuk berdekatan dengan Cecil."

Bara maju selangkah dan Iva mundur selangkah. "Jangan harap kamu bisa mencelakai Cecil di rumah ini. Kamu kira aku bakal diam aja? Aku yang akan melindungi dia dari perempuan penuh obsesi seperti kamu." Lanjut Bara dan pergi meninggalkan Iva yang menggertakkan gigi serta tangan yang terkepal menahan kesal.

Bara mengetuk pintu kamar yang dihuni oleh Cecil. Tidak ada sahutan dari dalam. Bara membuka pintu perlahan dan melongokkan kepala. Cecil sedang duduk di atas kasur sambil menyandar di kepala ranjang. Tatapannya lurus ke depan. Entah apa yang sedang dipikirkan gadis itu.

"Ce..."

Bara duduk ditepian kasur. Cecil menoleh menatap Bara yang kini juga menatapnya. Air matanya perlahan meleleh. Bara yang melihatnya menjadi sesak. "Mas..."

Bara mendekat dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. "Aku di sini. Aku di sini." Adalah kalimat yang Bara ucapkan berkali-kali. Cecil membalas pelukan Bara dengan erat. Tangisnya langsung pecah. Bara merasa hatinya tertusuk ribuan pedang saat tangis pilu ini keluar dari bibir gadisnya.

"Aku sendiri. Aku... nggak punya Ibu. Aku nggak punya siapa-siapa. Aku takut..."

Bara mengelus punggung Cecil dengan lembut. "Ada aku. Ada Mama dan Papa. Aku sayang sama kamu. Mama dan Papa juga. Kamu nggak sendiri. Aku nggak akan ke mana-mana. Aku sayang sama kamu. Aku sayang sama kamu."

Bara mengecup puncak kepala Cecil dengan mata yang memerah. "Aku juga sayang kamu, Mas."