Chereads / Marrying My CEO / Chapter 9 - Preparing For HoneyMoon

Chapter 9 - Preparing For HoneyMoon

"Kenapa kau gugup? Sekarang aku ini suamimu jadi bukankah hal wajar jika kita harus melakukannya?" kata Alfando dengan gaya santai, mengelus bibir bawah Monika dengan gerakan sensual disertai pandangan tajam.

Monika memegang pergelangan tangan Alfando yang kini berganti jadi memegang dagunya, raut ketakutan sekaligus kaget terpancar jelas pada wajah cantik Monika.

Bahkan perempuan ini beberapa kali mengerjapkan mata, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan.

Melihat tingkah istrinya, Alfando sedikit kesal.

Masalahnya Monika bersikap seolah bukan seorang istri melainkan korban penculikan yang harus melayani sang penjahat jika tidak ingin mati.

"Apa -"

Belum sempat menyelesaikan perkataan, bibir Alfando sudah mengunci bibir merah Monika, mencium lembut.

Menyadari belum mendapatkan balasan dari Monika, pria ini mencoba memasukkan lidah ke dalam rongga mulut Monika tapi masih saja belum mau membuka mulut juga, perlahan Alfando melepaskan dekapan pada tubuh Monika lalu menghentikan ciumannya.

"Kenapa tidak membalas ciumanku hah?!" Bentak Alfando kesal sambil mengusap wajahnya lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.

Monika memasang mimik bersalah. " Aku juga tidak tahu, kenapa bibirku terasa keluh? Maaf." Dengan mengeluarkan keberanian yang ada dia menyenggol bahu Alfando. Mengarahkan kembali pandangan Alfando pada dirinya.

Tanpa diduga Monika langsung mendaratkan ciuman pada bibir sang suami tentu saja disertai sikap grogi, mendapatkan surprised kissed seperti itu Alfando merasa terkejut.

Tepatnya mereka berdua sama-sama terkejut.

Padahal ini bukan ciuman pertama mereka.

Tidak perlu waktu lama Alfando membalas ciuman lembut Monika sambil ikut memejamkan mata,mengikuti setiap gerakan bibir istrinya tersebut.

Ciuman mereka semakin mendalam, bahkan kedua tangan Monika entah sejak kapan sudah melinggar pada leher suaminnya.

Sementara tangan Alfando mulai masuk ke dalam piyama Monika, meremas dada Monika yang masih ditutupi oleh bra.

Entah sudah berapa lama mereka sudah berciuman?

Yang jelas keduanya semakin menikmati permainan bibir masing-masing.

Tidak peduli nafas mereka mulai terengah-engah, mereka tetap melanjutkan kegiatan mereka.

Beberapa saat mereka berdua saling berpandangan setelah melepaskan ciuman mereka. kemudian mereka kembali berciuman tapi kali ini ciuman mereka berubah menjadi lumatan liar dan akhirnya berakhir dengan percintaan bergelora dan membara semalam suntuk.

Alfando tak menyangka dia bisa melakukannya dengan Monika.

jujur dalam hatinya merasa terkejut tapi dia juga merasa lega, setidaknya ternyata bukan hal sulit membuat cicit untuk kakek-neneknya.

*****

Alfando terbangun dari tidurnya tapi tidak menemukan sosok istrinya, dengan cepat dia beranjak dari atas ranjang dan mencari sang istri.

Dia tidak mempedulikan kondisi tubuh atletis sempurna miliknya tanpa sehelai benangpun, toh semalam mereka berdua sudah puas saling melihat dan menikmati tubuh masing-masing dari mulai sikap malu-malu sampai tidak tahu malu.

sasaran pertama Alfando adalah kamar mandi, tidak ada.

Dia mulai kesal...

Klik..

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan muncullah sosok perempuan cantik menggunakan kimono handuk mandi muncul dari balik pintu, Monika tersentak dan hampir berteriak karena melihat Alfando yang berdiri telanjang tanpa malu sedikitpun, kalau saja Alfando tidak segera menghampiri dan menutup mulutnya.

"Jangan berteriak seperti anak kecil hanya karena melihatku telanjang seperti ini, bukankah semalam kau  sudah melihatku telanjang. Jadi bersikaplah biasa saja, mengerti? "

Monika mengangukkan kepala tanda mengerti.

"Kau dari mana ? Kenapa tidak membangunkan aku?" tanya Alfando lalu melepaskan dekapan telapak tangannya dari mulut Monika, melemparkan pandangan tajam.

"Berenang, aku hanya tidak mau mengganggu tidurmu." seru Monika tanpa mau menoleh sedikitpun pada sang suami, meskipun  perkataan suaminya itu benar bahwa mereka satu sama lain sudah pernah telanjang bersama bahkan sampai bercinta.

Tapi bukan berarti Monika bisa bersikap biasa saja ketika melihat kondisi suaminya tanpa sehelai benangpun seperti ini.

"Kenapa kau cemberut?" Kedua alis tebal Alfando terangkat ke atas.

"Di kolam renang ada seorang pria menyebalkan menggangguku, padahal aku sudah katakan bahwa aku mempunyai suami tapi dia malah menyangka aku berbohong dan terus menggodaku. Aku memarahi dan menamparnya lalu kabur."

Alfando melirik Monika dari atas sampai bawah. "buka kimono mandimu, aku ingin melihat model pakaian renang apa yang kau pakai?"

"Aku hanya mengenakan tankini,"

"Biarkan aku lihat Monika," pandangan mengultimatum kini dilempar oleh Alfando

Perlahan Monika membuka kimono handuknya dan memperlihatkan tankini yang dipakainya.

"Kau terlihat seksi, pantas dia menggodamu. Kalian perempuan sungguh aneh marah jika dilecehkan tapi berpenampilan pantas untuk mendapatkan itu, jangan pernah memakai pakaian seksi jika kau memang tidak mau digoda."

Dengan santai Alfando berjalan masuk kamar mandi, tidak mempedulikan Monika yang tidak terima dengan perkataannya.

Ingin sekali Monika memprotes perkataan suaminya itu.

Tapi seperti biasa dia tidak bisa melakukannya, menyebalkan sikap suaminya itu bahkan tidak berubah meskipun mereka sudah melakukan percintaan panjang dan melelahkan sepanjang malam.

"Dasar pria menyebalkan!" Cicit Monika emosi. "Kenapa aku bisa bercinta dengan pria seperti dia si?." Gerutu Monika sambil melemparkan kepalan tinju pada Alfando.

Tiba-tiba handphone Alfando di atas nakas berdering , tadinya Monika tidak mau mengangkat terlebih dia tahu bahwa Radit sang penelepon

Tapi suara bunyi hp itu sungguh menganggu telinganya dengan malas akhirnya dia mengangkat juga.

*Hallo.* seru Monika dengan nada malas.

*AL ke mana? Kenapa kau yang mengangkat telepon?*  Suara Radit terdengar sakartis.

*Dia sedang mandi, aku akan menyampaikan pesanmu nanti setelah dia selesai mandi. Ada apa?*

*Suruh dia meneleponku balik.*

*Baiklah.*

Telepon terputus begitu saja, ternyata Handphone suaminya tidak dikunci.

Entah apa yang dipikirkan oleh Monika sampai memutuskan melihat pesan dalam hp Alfando, padahal jelas dia mengetahui ini merupakan hal pribadi.

Tapi rasa kepo mengalahkan nalarnya.

Banyak terdapat chatting ngan Radit dari mulai mesra sampai menjijikkan, tidak jarang setiap chat disisipkan dengan berbagai macam photo telanjang Radit bahkan ada beberapa photo hanya mengambil gambar kemaluan Radit.

Jijik.

Hal pertama yang dirasakan olehnya setelah perasaan syok.

Banyak sekali photo mesra suaminya bersama Radit dan paling membuat Monika lebih mual yaitu kebanyakan photo-photo itu berpose sensual tanpa sehelai pakaian.

Ya Alfando dan Radit berpose telanjang dalam kamar hotel yang berbeda-beda.

Ada 20 video dalam library hp nya dan ternyata itu adalah sex tape kedua pria tersebut.

Monika meletakkan kembali Handphone Alfando diatas nakas.

Tidak lama kemudian Alfando keluar dari kamar mandi dengan handuk melinggar di pinggangnya, berjalan menuju lemari.Mengambil kaos dan celana boksernya.

Tanpa rasa malu melepaskan handuk dan memakai kaos dan celana bokser di depan Monika, melihat kelakuan suaminya itu Monika hanya bisa menggelengkan kepala.

"Kau sedang apa?" Tanya Alfando pada Monika begitu mendaratkan bokongnya di atas ranjang.

"Chatting, tadi Radit meneleponmu katanya kau disuruh untuk menelepon balik." Seru Monika dengan nada santai sambil sibuk membalas chatting ketiga sahabatnya, sesekali tawa kecil keluar dari bibirnya.

Alfando mengambil handphone nya, terlihat suaminya sibuk mengetik sesuatu kemudian meletakkan smart phone miliknya kembali di atas nakas. "Lain kali jika ada telepon atau chat dari siapapun berasal dari handphoneku jangan di angkat. Mengerti?" Perkataan Alfando lebih tepat dikatakan sebagai perintah dibandingkan pemberitahuan.

Monika memgangguk tanpa sedikitpun menoleh pada Alfando jari-jarinya sibuk mengetik balasan chatting ketiga sahabatnya.

*****

Monika menatap kagum pada apartemen yang tengah mereka tempati sekarang, meskipun tidak luas seperti apartemen Alfando dulu tapi ini sudah lebih dari cukup bagi Monika.

Lagipula mereka hanya berdua jadi tidak perlu tempat terlalu luas.

"Kamar kita berada di atas," kata Alfando sambil membawa koper milik Monika dan miliknya ke lantai atas lalu duduk santai pada sofa sambil membaca majalah bisnis dengan sikap begitu serius.

Ada 10 photo terpanjang pada dinding dekat tangga, semua photo itu mengambil moments Alfando bersama kakek-neneknya mulai dari kecil hingga dewasa.

Ada tiga photo yang menurut Monika indah yaitu photo di mana Alfando kecil sedang bermain piano dan kakek-neneknya menatap bangga padanya , photo dimana Alfando dicium oleh kakeknya sebelah kiri, dan sebelah kanan oleh neneknya sambil menggunakan toga di kepala.

Dan terakhir yang menurut Monika sangat indah.

Yaitu photo Alfando saat masih balita digendong oleh seorang perempuan cantik bahkan sangat cantik, sedangkan perempuan cantik itu dipeluk dari belakang oleh pria tampan dan gagah.

Mereka bertiga berpose begitu harmonis, tersenyum bahagia.

Sungguh sebuah photo menyentuh hati bagi siapapun yang melihat.

Pantas saja suaminya itu memiliki wajah begitu sempurna , dia mendapatkan darah keturunan dari kedua orangtuanya dengan begitu baik.

"Sudah puas melihat photo-photo itu?"

Tiba-tiba Alfando sudah berdiri disampingnya, memasukkan kedua tangannya pada kantong celana menatap tajam kepada istrinya itu.

Monika mengusap dada lalu memutar bola matanya.

"Bisahkah kau tidak mengangetkanku dengan tiba-tiba datang seperti hantu?"  

Monika melempar pandangan kesal lalu meninggalkan Alfando seorang diri.

Tak mau ambil pusing dengan protes istrinya tersebut, Alfando segera mengikuti Monika dari belakang.

"Aku lapar buatkan aku sesuatu." seru Alfando sambil mengusap perutnya di hadapan Monika.

Monika berjalan ke arah dapur, menggunakan apron.

Melirik pada sang suami, "kau mau aku buatkan apa?"

Alfando berdehem. "Nasi goreng,"

Dua puluh menit kemudian Monika membawakan pesanan Alfando, menaruhnya di atas meja makan dan dengan cepat Alfando menyantap masakkan istrinya tersebut.

Monika memperhatikan suaminya yang makan secara perlahan seperti ciri khasnya, entah apa Alfando suka atau tidak dengan masakkannya ?

Monika tidak bisa menebak ataupun bertanya karena mimik Alfando begitu datar dan tidak menunjukkan reaksi rasa suka atau sebaliknya.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" Tanya Monika ragu-ragu takut pria dihadapnya marah karena merasa terganggu makannya, Alfando sesaat menghentikan makan lalu menatap serius pada Monika.

"Apa?"    Suara Alfando terdengar biasa, tidak ada nada sakartis.

Artinya Monika kemungkinan akan aman jika bertanya akan hal ini.

Monika berdehem lalu mencari posisi duduk nyaman terlebih dulu.

"Di mana orangtuamu? Saat pernikahan kita mereka tidak ada. Apa mereka sudah tidak ada?"

Mendengar pertanyaan Monika raut wajah Alfando terlihat tidak suka tapi dia mencoba untuk terlihat tenang, "Ya, Mereka sudah tidak ada." jawab Alfando bernada dingin lalu kembali melanjutkan makan.

Sekarang raut kesal suaminya tersebut terlihat jelas, seperti tidak suka membahas persoalan ini.

"Besok siang kita akan berbulan madu ke puncak dan tinggal di villa milikku." Ucap Alfando setelah menyelesaikan makan.

Kedua mata Monika terbelalak, "Puncak.. Villa, Wah pasti akan menyenangkan." Sebuah senyuman kebahagiaan terpancar pada bibir perempuan cantik penyuka durian ini.

"Jam berapa kita akan berangkat?" Monika terlihat begitu bersemangat.

" dua siang,"

Monika memutar bola matanya. "okay."