Gerbang depan kampus mawar. Hari itu dipenuhi oleh keramaian. Keramaian yang memenuhi lapangan halaman depan kampus karena hari itu adalah hari penerimaan mahasiswa baru.
Mahasiswa baru mulai masuk dalam jumlah yang banyak. Mereka semua memakai seragam hitam putih dan almamater. Jumlah mereka saat itu masih terhitung gelombang satu. Karena saking banyaknya pendaftar, penerimaan mahasiswa baru tahun itu dibatas, meskipun begitu jumlahnya masih terlalu banyak dan harus dibagi dalam dua kelompok.
Mahasiswa lama menyambut mereka di sisi pinggir jalan masuk. Menawari para mahasiswa baru dengan mempromosikan komunitas yang mereka ikuti.
Promosi yang dilakukan mahasiswa lama tak banyak melibatkan suara seperti yang biasa dilakukan orang-orang promosi pada umumnya.
Yang mereka lakukan adalah memperlihatkan kegiatan komunitas mereka di halaman rumput pinggir jalan masuk.
Misalnya untuk anak-anak yang ikut komunitas MAPALA. Mahasiswa Pecinta Alam. Mereka memasang tiga buah tenda dan enam orang duduk santai sambil melakukan aktifitas mereka seperti belajar atau mengobrol ringan.
Di samping kegiatan MAPALA terdapat pamflet yang bertuliskan :
< MAPALA >
< Mahasiswa Pecinta Alam >
< Anti Baper-baper Klub >
Tak ada yang tahu maksud dari kalimat terakhir di pamflet.
Ngomong-ngomong ada satu mahasiswa baru yang tertarik untuk melihat komunitas MAPALA.
"Pagi, kak!" sapa mahasiswa laki-laki baru itu.
"Ooh, kamu tertarik sama MAPALA, dek?! Sini-sini, kita ngobrol sebentar!"
"Ah, itu, enggak terlalu sih."
"Loh, terus kenapa kamu kesini?"
Mahasiswa baru itu menggenggam tangan kanan seniornya, berniat untuk bersalaman.
"Salam kenal, kak, namaku Alam, cintai aku dong!"
Ya, mahasiswa baru bernama Alam itu tanpa merasa berdosa sedikitpun mengerjai senior-seniornya.
Mahasiswa baru di sekitar mereka merasa geli melihat adegan lawak itu. Termasuk gadis sunda yang juga baru memulai semester barunya.
Euis berhasil masuk di gelombang pertama penerimaan mahasiswa baru karena dia berhasil mengikuti ujian penerimaan dengan baik.
Dia harus mengikuti ujian karena Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan yang dia masuki banyak menerima pendaftaran. Jadi proses penyaringan harus dilakukan.
Euis ikut maju bersama rekan-rekannya yang berhasil masuk di gelombang pertama. Mereka melewati komunitas-komunitas lain yang memperlihatkan kegiatan atau seperti apa komunitas mereka berjalan.
Meskipun tertarik melihat Euis tak tertarik untuk ikut. Karena dia sudah menjadi calon anggota dari sebuah komunitas.
Setelah keluar dari keramaian jalan masuk akhirnya Euis sampai di teras depan kampus. Matanya melirik ke berbagai arah, mencoba mencari seseorang.
Saat Euis masih fokus mencari seseorang berteriak memanggil namanya dari belakang.
"Euis!"
Seseorang itu memeluk Euis tepat saat Euis berbalik.
"Eruin!"
"Senang banget rasanya kamu masuk univ ini."
Eruin sangat senang salah satu dari dua sahabat perempuannya masuk di universitas yang dengannya. Saking senangnya Eruin lupa waktu memeluk Euis.
"Eruin, kayanya kamu dah cukup lama peluk aku."
"Ah, sorry, kelepasan."
Setelah melepas Eruin melihat Euis yang sedang memakai seragam universitasnya.
"Kamu manis banget seperti biasa."
Godaan Eruin membuat Euis malu karena sudah setahun lebih Euis tak memakai seragam sekolah.
"K – kamu jangan jahil gitu!"
"He he, maaf-maaf."
Entah kenapa sikap Eruin satu itu mengingatkan Euis dengan sahabat laki-lakinya yang suka jahil.
Saat itu jam menunjukkan waktu di angka 07.23, masih ada waktu setengah jam lebih sebelum upacara penerimaan dilakukan.
"Oiya, kamu mau lihat kaya apa komunitas Penjahit Baju Tradisional, kan?"
Penjahit Baju Tradisional, atau yang biasa disingkat dengan PEJABAT, adalah komunitas yang memiliki kegiatan yaitu menjahit baju-baju tradisional Indonesia.
Sebelumnya sewaktu Festival Eruin mengenalkan komunitas itu pada Euis dan membuat Euis tertarik.
Mendengar kalau Euis langsung diajak melihat komunitas itu tentu saja membuatnya senang.
"Yuk-yuk!"
Eruin menuntun Euis dengan menggenggam tangannya. Berjalan menuju tempat yang mereka tuju.
Sambil berjalan Eruin mengenalkan setiap bagian dari bangunan kampus yang mereka lewati. Seperti sedang dipandu oleh seorang guide tour.
Rasa bahagia yang terpancar dalam diri Eruin membuat Euis teringat bagaimana mereka berdua pertama kali bertemu.
~~~~~~~~~~~~
Hari pertama penerimaan siswa baru di SMA dekat dengan desa kampung halaman mereka.
Dalam perjalanan menuju sekolah Euis berjalan bersama dengan Rian dan Rini. Rini dan Euis yang berjalan berbarengan mengobrol mengenai banyak hal dalam perjalanan. Sedangkan dari belakang Rian mengikuti mereka dengan melihat keadaan sekitar.
Rian yang memfokuskan kaca matanya untuk melihat sekitar menangkap pemandangan ada seorang gadis berambut pirang yang berjalan tak jauh di depan mereka.
"Hei, bukannya cewek pirang itu anak angkat Pak Kades?"
Rian menunjuk ke arah gadis pirang di depan mereka.
Euis dan Rini langsung menyadari kalau benar, gadis pirang itu adalah anak angkat dari Pak Kepala Desa yang datang ke desa mereka beberapa hari yang lalu.
Entah karena apa gadis pirang sepertinya dikirim ke desa dan disekolahkan di sekolah yang tak terlalu terkenal. Namun satu hal yang Euis tahu, dia sedang kesepian.
Perbedaan identitas membuatnya sulit untuk ikut bergaul. Meskipun ada banyak pasang mata yang melihat ke arahnya.
Euis memanfaatkan momen itu untuk melangkah maju.
"Euis, mau kemana kamu?"
Rini yang tak pintar menghadapi situasi seperti itu hanya bisa melihat sahabatnya mendekati si gadis pirang.
Euis sudah berada tepat di belakang gadis pirang itu. Secara perlahan dia mendekat agar tak mengagetkan targetnya.
Berjalan perlahan dari samping Euis mengucapkan, "Pagi."
Gadis pirang di sebelahnya terkejut sedikit walaupun Euis sudah melakukan yang terbaik untuk tak membuatnya kaget.
Sepertinya situasi yang canggung membuat gadis pirang itu mudah untuk terkena serangan.
"Ah, maaf udah buat kamu kaget."
Gadis pirang di sebelahnya hanya mengangguk sekali membalas maaf Euis.
Sepertinya lebihs sulit rasanya untuk mengambil hati gadis di sebelahnya itu.
Namun ketika situasi canggung mulai menguasai, dari belakang seseorang berteriak.
"Ooooiii! Pirang!"
Empat orang yang mendengar teriakan itu spontan melihat ke belakang.
Pemuda berambut merah sedang mengejar mereka dengan menggunakan sepeda yang terdapat gerobak di belakangnya.
"Bagas?"
Euis sangat mengenal pemuda itu. Lagipula pemuda itu yang mengikat tali persahabat mereka semua. Dan dari panggilannya, Bagas sedang memanggil gadis pirang di sebelah Euis.
"Lama sekali kamu!"
Benar saja, gadis pirang di sebelah Euis merespon panggilan Bagas.
Bagas yang sudah mendekat ke mereka berempat mulai menghentikan laju sepedanya.
"Lah, kalian berempat udah saling temenan rupanya."
Euis, Rini, Rian dan si gadis pirang. Karena mereka berempat berjalan berbarengan menunjukkan kesan kalau mereka berempat sudah saling kenal. Namun kenyataannya tidak.
"Ah, enggak, kebetulan aja kami mengejar si cantik pirang ini, karena dia sendirian Euis coba mendekatinya. Walaupun kayanya dia malu banget untuk berkenalan sama kami, sih," balas Rini.
"Hmmmmm~"
Bagas hanya berdeham sambil melihat ke gadis pirang yang wajahnya memerah sambil menunduk itu.
Ngomong-ngomong gerobak di belakang Bagas menarik perhatian Rian,
"Gas, ini siapa?"
"Oh, itu anak, ntar aja deh kukenalin sama kalian. Btw, kalian mau santai aja nih?"
"Kami bersantai karena kamu lama banget!"
Si gadis pirang masih merasa kesal karena Bagas yang datang terlambat.
Sikap gadis pirang itu membuat Euis heran dan sedikit terkejut.
"Kok aku yang disalahin? Bodo ah, kalau kalian memang mau santai begini aku duluan nih, sepuluh menit lagi lonceng masuk berbunyi."
"Ha?"
Semua orang merespon dengan kata yang sama.
Euis yang memakai jam melihat ke jam tangannya, dan benar saja, waktu menunjukkan pukul 07:20. Sepuluh menit lagi menuju jam setengah delapan dan lonceng akan berbunyi.
"Gawat! Kita bakal terlambat di hari pertama sekolah!"
"Woi, Gas, dia kabur duluan dong!"
Bagas yang menaiki sepeda meninggalkan mereka berempat.
Kalau mereka tak bergegas mereka benar-benar akan terlambat.
"Ayo cepat!"
Mencegah hal itu mereka mulai berlari. Tanpa sadar Euis menarik tangan si gadis pirang yang bernama Eruin itu.
Hari itu menjadi hari pertama persahabatan mereka yang tak satupun dari mereka yang bisa menduga.