Chereads / Pengantin Lima Ratus Juta / Chapter 54 - Semester Baru untuk Euis (4)

Chapter 54 - Semester Baru untuk Euis (4)

"Euis, kamu cantik banget pakai seragam kuliah!"

Rini yang menatap layar smartphone yang terhubung dengan dua sahabatnya di kota merasa sangat senang. Karena akhirnya sahabatnya itu memakai seragam kuliah sama seperti tiga sahabatnya yang sudah kuliah lebih cepat setahun.

"Benar, kan! Ngeliat Euis yang pakai seragam kuliah bisa buat kamu ngerasa nostalgia sewaktu sekolah!"

"Eruin, jangan terlalu ketat."

Eruin yang berada tepat di samping memeluk Euis dengan perasaan penuh kebahagiaan.

Tiga gadis itu melakukan video call yang sudah mereka janjikan sejak kemarin. Untuk melihat Euis yang akhirnya memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya.

Rini yang akhirnya sendirian di desa awalnya merasa kesepian. Namun ketika memikirkan kebahagiaan yang dirasakan sahabatnya, kesepian itu berubah menjadi rasa senang.

"Ngomong-ngomong, kalian cuma berdua aja?"

Euis dan Eruin berada di kota, yang artinya ada tiga orang sahabat laki-laki mereka yang seharusnya juga bersama mereka.

Namun sayang mereka tak bisa bersama mereka saat itu.

"Aska dan Beni masih disibukkan dengan pekerjaan mereka, jadi untuk sekarang mereka gak bisa diganggu."

Selama dua bulan ini mereka benar-benar disibukkan dengan apa yang dua pemuda itu kerjakan. Orang-orang terdekat yang mengenal mereka sangat mengetahui hal itu.

"Dua pemuda itu benar-benar lagi bekerja sangat keras, ya. Aku sampai gak percaya mereka itu yang dijuluki duo jancok sewaktu sekolah dulu," cetus Rini.

"Bahkan Rian dulu suka ga mau mengakui kalau Bagas dan Beni adalah sahabatnya."

Tiga gadis itu tertawa ketika mengenang masa lalu yang lucu. Waktu dimana mereka bisa berkumpul bersama dengan mudah.

Yang diketahui baru dua. Tinggal satu lagi.

"Kalau Rian?"

"Kalau Rian, dia jadi panitia acara penerimaan mahasiswa baru. Sekarang kayanya lagi bantu-bantu. Tapi katanya dia nanti bakal nemuin kami kalau kami belum pulang."

"Oohh."

Eruin sebelum menjemput Euis terlebih dulu bertemu dengan Rian. Karena jumlah panitia juga cukup banyak mungkin Rian bisa lebih cepat bertemu dengan mereka, jadi Eruin dan Euis hanya perlu menunggu.

Di saat itu pula, Rini menyadari ada seseorang yang sebelumnya hanya melihat sekitar, saat itu melihat ke arah dua sahabatnya dengan lebih teliti.

"Eruin, apa di kampusmu pria bodiguard-bodiguard gitu boleh masuk ke dalam?"

"Bodyguard?"

"Iya, dia ada di belakang dan sedang melihatmu sekarang."

Eruin sempat bingung apa yang mau Rini sampaikan.

Layar smartphone yang menunjukkan kamera depan Eruin diperbesar. Dengan begitu Eruin bisa melihat lebih jelas siapa yang ada di belakang mereka.

Seorang pria berumur 30-an. Memakai jas hitam dan kacamata hitam. Gaya rambutnya mengingatkan Euis kepada seorang bodyguard yang akhir-akhir ini mengganggu hidupnya.

"Euis, jangan menoleh."

Euis yang penasaran sempat ingin menoleh, tetapi Eruin dengan cepat melarang.

"Gawat nih, Euis."

"Eh, memangnya kenapa? Apa orang itu berbahaya?"

"Bahaya banget. Kalau kita lengah dia bisa menculik kita."

Eruin berada dalam mode serius.

Mendengar hal itu tentu saja gadis tomboy yang berada di sisi lain dunia merasa sangat khawatir.

"ERUIN, BUKannya itu ...."

Rini yang tak bisa membaca keadaan sempat berteriak. Karena kondisinya begitu Eruin terpaksa menghilangkan volume smartphone-nya.

Mereka berdua tak bisa diam di situ terus menunggu keadatangan Rian yang tak pasti.

Dengan niatan untuk kabur Eruin harus menghentikan komunikasi mereka.

"Rini, maaf, tapi kami harus pergi sekarang. Nelponnya kita lanjut nanti aja, ya."

Rini padahal sudah meneriaki Eruin berulang kali di depan smartphone, tetapi Eruin malah menutup komunikasi mereka tanpa merespon satupun rasa kekhawatirannya.

"Duuuuhhhh, gimana ini!?"

Dua sahabatnya sedang dalam keadaan gawat. Mereka bisa saja diculik. Hal itu tentu saja membuatnya merasa sangat khawatir.

Kedua kakinya tak bisa tenang. Tangannya juga.

"Gimana ini?! Gimana ini?! Ah, itu! Telepon Bagas! Telepon Bagas!"

Bagas adalah orang yang paling bisa diandalkan dalam keadaan seperti itu.

Namun masalahnya, "Tapi gimana caranya?!"

Rini sama sekali tak tahu bagaimana mengoperasikan benda yang sedang dia pegang. Dengan kata lain, gagap teknologi atau yang biasa disebut memakai singkata, gaptek.

"Gimana ini cara makenya?! Kalau hp Nokoi aku bisa pakenya! Tapi teknologi ini terlalu canggih untuk kukuasai!"

Benda yang Rini pegang terlalu overpowered. Dia sama sekali tak bisa mengendalikannya.

Kalau begitu, hanya ada satu cara untuk mengatasi masalah itu.

"Mbak! Mbak Ani! Cepet kemari!"

Memanggil bala bantuan negara sekutu untuk memenangkan peperangannya.

"Kenapa sih, ribut banget daritadi?"

Dari dalam rumah keluar bala bantuan yang dibutuhkan.

"Ini-ini!"

"Itu apa?"

Bala bantuannya berupa seorang wanita cantik yang sebelumnya sedang membuat teh untuk mereka berdua.

Wajah kalem yang dipadu dengan keanggunan. Rambut hitam mengkilap sepunggung yang gak bakal mau pakai shampoo lain.

Meskipun melihat Rini yang seperti sedang dikejar setan seperti itu, Ani – pemilik rumah dan smarphone yang Rini pegang – sama sekali tak merubah ekspresinya.

"Eruin dan Euis?! Gawat?!" teriak Rini sambil mengembalikan smartphone ke pemiliknya.

"Hmm, gawat ya. Terus, bisa kamu ceritakan kronologinya seperti apa?"

Seperti itulah, Ani yang bersikap tenang seperti jus jeruk dalam ceret yang dia buat, melayani Rini yang sedang kebakaran jenggot – walaupun perempuan gak punya jenggot, ini perumpamaan aja, jangan dibawa serius.

"Mbak! Ini serius! Aaaaaaaahhhh! Panggil Bagas aja cepat! Bagas! Panggil!"

"Kenapa?"

"Mbak?! Jangan tanya kenapa!? Eruin dan Euis! Dalam keadaan genting! Mereka bisa aja diculik!"

"Mereka sedang ada di mana sekarang?"

"Mereka lagi ada di kampus!"

"Siapa yang mau menculik mereka?"

"Aaaahhh! Ituuuu~ sshhhhh~ ahhhhh~ Men in Blek!"

"Men in Black?"

Rini mengangguk seperti piston dalam mobil yang sedang berjalan.

Dengan petunjuk yang Ani sudah dapatkan, asal kepanikan Rini jadi semakin jelas.

"Kalau itu, kamu jangan khawatir. Karena tanpa kamu sadari, Eruin sedang berada dalam keadaan seperti itu karena salahnya sendiri. Mungkin dia sudah melanggar kode etik keanggotaan dan itu membuatnya dikejar oleh agen lain."

"Ha?"

Rini seperti baru saja diceburkan ke dalam kolam es cendol. Tidak masuk akal memang. Hal itu juga terdengar seperti fantasi belaka. Tetapi dengan cara seperti itulah Rini yang sedang kebakaran jenggot bisa dibuat tenang.

Penjelasan yang terdengar seperti adegan dalam film aksi itu berhasil menghipnotis Rini agar diam. Malahan, hal itu sangat berpengaruh, karena Rini seperti sedang berada dalam dimensi lain sekarang.

"Karena itu kamu gak perlu khawatir."

Ani menuangkan jus jeruk dingin yang sudah dia buat.

Suasana yang sebelumnya seperti berada dalam gunung berapi, saat itu berubah seperti ada sungai yang mengalir tak jauh dari rumah. Jaraknya 10 meter dari depan teras. Sungai itu tak dalam, tetapi karena sungainya lebar jadi menciptakan suara yang cukup menenangkan.

Rini yang tak bisa mengendalikan proses kinerja otaknya kembali duduk. Dia seperti radio rusak yang menunggu seseorang untuk memukulnya agar bisa bekerja kembali.

Namun Ani hanya perlu melengketkan gelas berisi air dingin ke pipi Rini untuk membuatnya sadar.

"Dingin!"

"Sudah tenang belum?"

Rini sudah kembali dari alam bawah sadarnya. Pikirannya juga sudah tenang. Namun kekhawatirannya belum hilang.

"Mbak, Eruin dan Euis?"

"Tenang aja, di kampus kan banyak orang. Pasti Eruin pergi mencari pertolongan. Selama mereka gak berada di tempat sepi, pasti mereka akan aman."

"Tapi, men in blek-nya?"

Ani sedikit bingung dengan penjelasan Rini yang satu itu. Tetapi kalau dia bisa menebak,

"Mungkin maksud kamu orang itu adalah bodyguard. Tapi kamu jangan khawatir, bodyguard itu gak bakal menculik mereka."

Rini memang sulit untuk menerimanya. Namun, karena kakak ipar Eruin sudah berkata seperti itu, mau bagaimana lagi.

Dengan begitu, satu lagi hari yang biasa di kampung berakhir dalam keadaan damai.