Eruin dan Euis sampai di gedung markas komunitas Penjahit Baju Tradisional, atau yang bisa disingkat PEJABAT.
Gedung itu sebenarnya adalah gudang peralatan seni yang dijadikan markas oleh para anggota komunitas. Lagipula gedungnya cukup besar dan cukup sayang kalau hanya dijadikan sebagai gudang tempat penyimpanan.
Masuk ke dalam gedung Eruin dan Euis disambut oleh teman sekelas Eruin.
Seorang gadis setinggi 148cm yang memakai sepatu hak tinggi dan pakaian kebaya.
Gadis itu langsung menyadari keberadaan Euis dan Eruin yang masuk ke dalam ruangan. Sepatu hak tingginya dibawa berjalan dengan membawa bunyi ketuk ketuk yang khas.
"Jadi ini anak barunya, Eruin?"
"Iya! Kenalin, namanya Euis, dia manis, kan?"
Eruin mengenalkan Euis sambil memeluk satu tangannya. Mereka berdua terlihat sangat bersahabat hanya dengan sekali memandang.
Meskipun malu dikenalkan begitu, Euis hanya bisa menerima rasa bahagia Eruin.
Yulianda Putri, teman sekelas Eruin yang juga ketua dari komunitas itu dibuat tersenyum senang karena kedatangan anggota baru.
"Eruin, aku senang kalau kita kedatangan anggota baru, tapi apa enggak apa-apa dia kamu bawa kemari? Bukannya sebentar lagi upacara penerimaannya bakal dimulai?"
Tiga gadis itu melihat ke arah jam yang menunjukkan waktu 07:38 pagi. Sekitar 20 menit lagi upacara penerimaan akan berlangsung.
Namun Eruin tak khawatir dengan itu.
"Tenang aja, 10 menit sebelum upacaranya dimulai aku bakal antar dia. Ngomong-ngomong, kami boleh liat-liat, kan?"
"Memangnya kalian ini orang asing butuh izin untuk berkeliling?"
"Yes!"
Mereka mendapatkan izin. Sekali lagi Eruin menggenggam tangan Euis dan menyeret Euis untuk masuk lebih dalam.
"Ayo Euis, kita liat-liat ke dalem!"
"Eh, Eruin, gak perlu tarik-tarik begitu, kan?!"
Tingkah Eruin saat itu seperti anak smp yang sangat senang karena teman lamanya yang sudah lama tak bertemu bisa dia ajak berkeliling di sekolah barunya.
Yuli hanya bisa menggeleng geli melihat sisi lain dari gadis pirang teman sekelasnya itu.
Masuk ke dalam ruangan Eruin memperlihatkan ke Euis pekerjaan-pekerjaan dari komunitas mereka.
"Hoo, ini semua kalian yang buat sendiri?"
Euis dan Eruin saat itu berdiri di depan tempat gantungan baju yang penuh berisi dengan pakaian tradisional yang memiliki banyak macam.
Kesannya seperti pakaian adat tradisional dari 34 provinsi di Indonesia ada di gantungan itu. Namun di gantungan pakaian itu hanya ada pakaian untuk perempuan saja, sedangkan untuk pakaian laki-laki ada di gantungan baju sebelah. Walaupun jumlahnya tak sebanyak milik perempuan.
"Rasanya gak adil kalau milik perempuan aja yang banyak."
"Mau gimana lagi. Anggota kita semuanya perempuan. Dan kita cukup sulit untuk dapetin model laki-laki untuk dibuatin bajunya."
Euis bangkit dari jongkok setelah melihat semua pakaian dari dekat. Pernyataan Eruin mengenai anggota komunitas mereka juga membuatnya sedikit tertarik.
"Anggota komunitas kita semua perempuan?"
"Iya, kalaupun kita dapat model laki-laki itu juga karena mereka pacar dari anggota-anggota kita. Aku sekali juga minta Bagas buat dijadiin model, tapi sekalinya dia mau, habis itu dia gamau lagi."
Pacar dari anggota-anggota komunitas, Euis memang tak punya hubungan yang dimiliki seperti Bagas dan Eruin, tetapi kalau membicarakan soal laki-laki.
"Kenapa, Euis? Kamu lagi mikirin Rian, ya?"
Eruin membaca pikiran Euis yang sempat bengong.
"Eh!? Enggak! Enggak kok!"
"Heleh, jangan alasan."
Euis tak bisa menyembunyikan perasaannya pada sahabatnya satu itu.
Ketika Euis dan Eruin sedang asyik dengan dunia mereka sendiri, beberpa anggota lain mendatangi mereka.
"Eruin, jadi ini anak baru yang kamu ajak kemari?"
Euis dan Eruin berbalik dan menemukan dua gadis seperti mereka yang bergaya sangat gaul, tetapi juga cantik untuk dilihat.
"Reni, Ulya!"
"Halo."
Reni adalah cewek yang berambut pirang panjang dan bergaya sedikit tomboy. Sedangkan Ulya kebalikannya, rambutnya pendek seleher mengembang dan bergaya seperti cewek zaman sekarang.
Euis yang biasanya memakai kebaya sehari-harinya dibuat terpukau oleh penampilan dua teman seanggota itu.
"Iya nih, dia sahabatku yang dateng dari desa sama kaya Bagas dan Rian, namanya Euis!"
Eruin sekali lagi memeluk Euis sambil mengenalkannya.
"Eruin, jangan kebanyakan peluk. Malu tahu."
"Hehe, gapapa lah, sekali-kali aja kok."
Reni dan Ulya baru pertama kali melihat ekspresi Eruin seceria itu. Hanya dengan melihatnya mereka sudah tahu kalau Euis adalah sahabat baik Eruin.
Satu hal lagi, meskipun memakai pakaian hitam putih dan almamater, penampilan Euis terlihat sangat sederhana namun cantik dan anggun di saat yang bersamaa.
Reni dibuat sangat tertarik dengan aura yang dikeluarkan Euis.
"Ngomong-ngomong, Eruin, boleh aku pinjam temanmu ini sebentar?"
"- Eh pinjam?"
"Kenapa, Reni... ooh, boleh-boleh!"
"- Eh, boleh?!"
Euis tak tahu apa yang akan dilakukan dua gadis itu terhadapnya. Sedangkan satu orang yang tak terlibat hanya tertawa kecil karena ikut tertarik dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Tunggu, Eruin, aku harus!"
"Enggak apa-apa, sebentar aja kok."
Tanpa sepertujuannya, Euis dipaksa masuk ke dalam ruang ganti.
"Eruin, tunggu!"
Seperti sedang diculik dan Euis tak bisa melakukan apapun untuk melawan.
Di dalam ruang ganti Euis dipakaikan beberapa pakaian adat tradisional buatan tangan para anggota komunitas.
Dari yang berasal dari jawa timur, jawa barat, sumatra utara dan beberapa lainnya. Percobaan itu dilakukan dengan sangat cepat sampai Euis tak tahu apa yang sedang terjadi.
"Waahh, cocok banget!" cetus Ulya.
Reni yang mendapatkan ide untuk mencoba memakaikan pakaian-pakaian itu tak merasa menyesal.
"Sudah kuduga, ini anak cocok banget jadi model pakaian tradisional."
"Selama ini aku gak sadar Euis punya kekuatan sehebat ini karena biasanya dia memang selalu tampil seadanya."
Euis berdiri di depan cermin besar yang memperlihatkan seluruh tubuhnya. Pakaian yang dia pakai benar-benar dibuat dengan baik. Ditambah ada beberapa kesan zaman sekarang di dalamnya.
Di desa Euis punya ibunya dan ibu kepala desa yang sangat pandai menjahit kebaya. Kemampuan menjahit mereka sangat bagus karena pengalaman yang sudah mereka dapatkan selama ini.
Tetapi pakaian yang dijahit oleh komunitas PEJABAT memiliki kesan tersendiri. Yaitu kecantikan dan elegan yang digabungkan dengan modernisasi.
Sewaktu masih bengong dengan pemikiran mengenai penilaian di dalam kepala, Reni merangkul Euis dan sedikit mengejutkannya.
"- EH!?"
"Cantik kan, Euis?"
Euis tak bisa membohongi kekagumannya atas kerja keras para anggota komunitas. Jadi dia mengangguk dua kali dengan kuat.
Di belakang, Ulya senang karna anggota baru mereka menikmati apa yang dikerjakan komunitas. Tetapi ada satu hal yang membuatnya khawatir.
"Eruin."
"Saya?"
"Euis ini, maba kan, bukannya sekarang dia harusnya ada di aula tengah untuk menghadiri upacara penerimaan?"
Reni sebagai dalang kejahatan itu tak memikirkan sampai sejauh itu.
"Maaf, ini salahku karena aku sangat tertarik dengan paras Euis."
Di sisi lain Euis dan Eruin juga ikut lupa.
"Oowh nooo!"
"Aku terlambat!"
Dalam waktu singkat mereka berempat bekerja sama untuk melepas dan memakaikan pakaian hitam putih dan almamater Euis kembali.
Setelahnya Euis dan Eruin berlari keluar mengejar waktu.
"Jangan sampai terlambat, ya!"
"Kamu yang buat mereka terlambat, kan."
Reni dan Ulya sudah melakukan yang terbaik untuk membantu. Walaupun mereka para dalang dari keterlambatan Euis.
"Cepat Euis!"
"Eruin, tunggu! Jangan terlalu cepat!"
Eruin menarik Euis dan memaksa mereka berdua untuk berlari cepat.
Jarak dari gedung komunitas dan aula utama berjarak beberapa ratus meter. Waktu juga menunjukkan sudah lewat jam 8 pas.
Euis sudah terlambat di hari pertamanya ngampus.