Chereads / Pengantin Lima Ratus Juta / Chapter 53 - Semester Baru untuk Euis (3)

Chapter 53 - Semester Baru untuk Euis (3)

"Oh, no. Euis..."

Eruin menghentikan laju kaki mereka di pojok simpang menuju gedung aula tengah. Tepatnya di belakang samping kiri pintu gedung aula tengah.

Saat itu aura di sekitar terdengar sepi. Itu artinya,

"Upacaranya sudah dimulai."

Euis yang sudah lelah mulai merasa lemas. Dia menyandar di dinding dan membiarkan tubuhnya terperosot ke lantai. Nafasnya juga terengah-engah karena habis berlari tadi.

Eruin yang menyebabkan hal itu berbalik dan menyatukan kedua tangannya.

"Euis, maaf. Ini salahku karena kamu terlambat."

Meskipun sudah diberikan permintaan maaf Euis tak merasa sahabatnya itu bersalah. Euis hanya tersenyum geli karena sudah lama sekali dia merasa berdebar-debar seperti itu.

"Enggak apa-apa, Eruin. Lagipula aku yang meminta ditunjukkan gedung komunitas kemarin."

"Yah, itu memang benar, sih. Tapi..."

Euis berdiri setelah menenangkan diri dan mengambil nafas.

Karena sudah terlambat sepertinya Euis sudah tak bisa ditolong lagi. Karena dari pengumuman kemarin sudah jelas dikatakan kalau mereka yang terlambat takkan diberikan ijin untuk masuk oleh panitia.

"Argh, gimana ini, masa kita menyerah gitu aja."

Meskipun begitu Eruin tak menyerah untuk berusaha menyelamatkan sahabatnya.

Kalau sudah begitu Euis juga tak bisa menghentikan Eruin. Dan juga suasananya benar-benar gawat. Suara dari pembawa acara sudah terdengar akan memulai acara.

"Ooh noo! Gimana ini?!"

Eruin panik. Namun Euis hanya bisa pasrah. Apapun yang terjadi dia juga takkan menyalahkan Eruin karena keterlambatannya.

Namun saat itu juga ada aura kuat yang muncul di belakang Euis.

Euis tak menyadari keberadaan itu.

Eruin yang sembuh dari paniknya menyadari keberadaan seseorang itu dan mulai ketakutan.

Eruin bergetar. Euis sempat dibuat heran karena tingkah sahabatnya.

Lalu tiba-tiba saja,

"Apa yang kalian lakukan di sini?"

Suara seseorang itu mengagetkan Euis karena orang itu berada tepat di belakangnya.

Euis dengan cepat berbalik dan menemukan seorang pemuda besar berkacamata melihat mereka dengan sinis.

"Rian!"

Euis meneriakkan satu nama itu tepat di depan Rian.

Karena suatu alasan Rian segera menutup mulut Euis dengan tangan kanannya. Menyuruh Euis untuk tidak berisik.

Euis tak tahu kenapa tapi dia mengiyakan perintah Rian.

Setelah membungkam Euis, tatapan sinis Rian berpindah ke Eruin yang hendak kabur.

"Eruin."

Eruin seperti disetrum karena panggilan Rian yang dingin.

"O, o-o-o-ohh, Rian ternyata. Aku ga sadar kamu juga jadi panitia."

Berusaha untuk tak terlalu merasa bersalah digunakan sebagai perisai untuk menghadapi Rian.

Namun hal itu tak mempan untuk menghadapi pedang Rian yang super kuat.

"Ka – karena itu aku titipin Euis ke kamu, ya. B - btw, mu - muka kamu kok serem begitu?"

Rian mendatangi Eruin seperti hendak melahapnya.

Dilihat darimana pun hal itu terjadi karena keteledoran Eruin sebagai senior Euis. Karena itu Rian menukar hukuman yang diberikan ke Eruin dengan menjewer satu telinga Eruin.

"Aduh, aduh duh duh duh duh duh. Rian, ampun-ampun."

Rian tak memberi Eruin ampun di detik-detik pertama.

Tak tega sahabatnya dihukum Euis maju untuk membela.

"Rian, udah cukup. Aku yang minta Eruin untuk mengajakku ngeliat gedung komunitas. Jadi maafkan dia."

"Janjinya cuma untuk ngeliat-liat aja, kan?"

Janjinya hanya untuk melihat-lihat. Tetapi pada akhirnya mereka malah bersenang-senang sejenak. Euis tak bisa melawan pertanyaan Rian.

"Rian-rian-rian, telingaku."

Rian melepas jarinya dari telinga Eruin lalu menghembuskan nafas lelah.

"Aduuuuhhh."

Eruin menahan rasa sakit. Euis tak tahu apa yang harus dilakukan. Dua gadis itu pagi-pagi sudah memberikan Rian sakit kepala.

Meskipun begitu dia takkan meninggalkan mereka berdua begitu saja.

"Euis."

"Sa - saya!?"

Ada jeda sejenak ketika Rian menatap Euis dengan seragam hitam putih dan almamaternya. Mengingatkan Rian akan waktu-waktu di mana mereka masih bersekolah bersama.

"Ri – rian, jangan ngeliatin aku terus begitu?"

Tanpa sadar Rian yang tak bisa membaca suasana diam menatap Euis.

Eruin yang kesal karena baru saja dihukum bangkit untuk gantian menjahili.

"Cieee, terpana dianya."

Membalas godaan Eruin, Rian memutar kepalanya ke belakang dengan mengeluarkan aura hitam dan mata menyeramkan yang bersinar merah.

"Hyaa, ampun!"

Mereka sudah membuang waktu percuma cukup lama. Jadi memang tak ada jalan lain.

"Ayo, Euis."

"Eh? Enggak apa-apa nih?"

"Ayo."

Rian sudah membulatkan tekad. Jadi percuma saja bertanya lebih lanjut.

"Tenang aja, Euis."

Eruin dari belakang juga memastikan semua akan baik-baik saja.

Kalau sudah begitu Euis tak punya pilihan lain.

Rian berjalan lebih dulu. Euis menyusul dengan perasaan bersalah. Seperti seorang anak baru yang takut untuk masuk ke dalam kelas di hari pertamanya sekolah.

Kedatangan Rian dan Euis dilihat oleh dua orang panitia laki-laki yang menjaga pintu belakang.

"Wah, ini anak dapet lagi orang yang terlambat dong."

"Hebat juga dia."

Dua rekan panitia Rian pikir Euis bersembunyi dan Rian menemukannya. Namun kenyataannya bukan begitu.

"Udah, masuk sana."

"Eh, boleh?"

Rian tanpa basa-basi menyuruh Euis untuk masuk.

"Tapi jangan masuk begitu aja, masuk dengan berjalan jongkok terus cari kursi yang kosong."

Tak hanya menyuruh masuk, Rian juga menyuruh Euis untuk mencuri kesempatan agar tak ketahuan terlambat.

Mendengar hal itu tentu saja dua rekan panitia Rian tak bisa tinggal diam.

"Oi-oi, lek, cuma karena dia cewek bukan berarti kau bisa kasih dia masuk gitu aja."

"Betul itu, betul."

Dua rekan panitianya protes.

Namun Rian tak peduli.

"Kita bertiga yang mengijinkan dia masuk."

"Loh, loh."

"Enak aja, jangan libatkan kami berdua dong."

Namun Rian tak peduli. Malahan dia membalas dengan menatap tajam seperti akan memakan dua rekannya kalau mereka tak mau menuruti perintahnya.

"Hiii!"

"Iya-iya-iya! Dia boleh masuk."

Dua rekan panitianya lebih takut dengan ancaman langsung dari Rian daripada tak menuruti perintah kampus.

Lagipula kalau tak ketahuan maka tak apa. Ditambah anak baru yang dibawa Rian terlihat sangat manis yang mungkin saja bisa membuat dua cowok itu menurut kalau si anak baru meminta langsung kepada mereka.

"Apa yang kau tunggu?"

"Eh?"

Rian menekan kepala Euis untuk segera jongkok. Lalu dengan isyarat kepala Rian menyuruh Euis untuk segera masuk ruangan.

Euis sudah membuang waktu cukup lama di luar ruangan. Yah, walaupun acara yang diselenggarakan juga tak menarik perhatian banyak mahasiswa baru yang ada di dalam.

Tak membuang waktu, Euis langsung berjalan jongkok ke kursi kosong terdekat. Rian dan dua rekan panitianya melihat dari belakang. Mengisyaratkan Euis agar tak ragu untuk duduk di kursi kosong depannya.

Euis awalnya tetap ragu, tetapi seorang mahasiswa baru laki-laki lain yang duduk di samping kursi kosong menggeser kursi kosong agar Euis lebih mudah mendudukinya.

Setelah diberikan bantuan sebanyak itu Euis tak punya pilihan lain selain menerima.

Euis sudah duduk dan semuanya terasa aman. Tak ada masalah apapun kalau tidak ketahuan.

"Oi, lek, kayanya lu kenal deket ama itu cewek?"

"Ho'o, jadi abis ini kenalin kami ama dia ya?"

Namun Rian tak peduli.

"Hiiii!"

"Iya-iya ga jadi-ga jadi."

Urusan Rian sudah selesai. Jadi dia pergi dari pintu belakang itu untuk berkeliling sekali lagi.

Kembali ke posisi dan waktu di mana Eruin yang masih mengintip proses masuknya Euis ke dalam aula utama.

"Oke-oke, sip, dia udah masuk!"

Cukup berdebar rasanya melihat pencurian waktu dan tempat dilakukan di depan mata. Namun tak ada pilihan lain yang bisa dilakukan.

"Rian selalu bisa diandalkan, ya."

"Yah, begitulah Rian, dari dulu ga pernah berubah. Hm?"

Eruin pikir dia sedang berbicara dengan pikirannya sendiri. Namun tidak. Ada orang lain yang juga ikut mengintip tepat di belakang tubuhnya.

"Eh! Ulya!"

Gadis itu adalah Ulya yang kelihatannya juga mengkhawatirkan Euis.

"Ngapain kamu disini?"

"Aku juga khawatit sama Euis, jadi aku berpikir untuk melihatnya tadi."

"Ooh, begitu, tapi syukurlah, untuk ada Rian. Kalau enggak kayanya Euis ga bakal dikasih masuk ke dalam."

Karena ulahnya sendiri Eruin kehabisan nafas memikirkan rasa bersalahnya.

"Ngomong-ngomong, Eruin."

"Ya?"

"Aku sempat ngeliat Rian memandangi si Euis cukup lama tadi. Apa mereka ada hubungan khusus?"

Hmm, cukup sulit untuk mengatakannya. Hubungan khusus? Kalau Eruin ingat Rian dan Euis itu cuma teman masa kecil. Tapi apa teman masa kecil bisa dibilang hubungan khusus. Tapi Bagas, Euis, Rini dan Rian, mereka berempat adalah teman masa kecil dan tak ada satupun dari mereka yang memiliki hubungan seperti Eruin dan Bagas.

Karena hal itu Eruin sampai di titik kesimpulan.

"Kayanya... enggak ada deh."

"Begitu ya, baguslah."

"Eh, baguslah?"

Ulya sempat terlihat merasa lega dan senang karena mendengar Rian dan Euis tak punya hubungan khusus. Tentu saja hal itu membuat Eruin merasa heran.

"Enggak, enggak ada apa-apa kok. Ngomong-ngomong, kamu mau diem aja di situ?"

Saat itu Eruin sedang duduk bersandar di dinding tanpa dia sadari.

"Eh, ah ha ha ha, karena merasa tegang kakiku tiba-tiba jadi lemas."

"Kamu kebiasaan, deh. Dah yuk, balik ke gedung jahit."

"Kuy!"

Karena semuanya sudah baik-baik saja Eruin kembali ke gedung jahit bersama rekan anggotanya.

Namun setelah dia pikir-pikir lagi, sepertinya dia melupakan sesuatu mengenai hubungan khusus dari dua sahabatnya, Rian dan Euis. Tetapi ingatan itu samar-samar dan Eruin tak menemukan pemicu yang bisa membuatnya mengingat hal apa itu.

"Eruin, jangan bengong sambil jalan, nanti nabrak sesuatu loh."

"Eh, ehehehe, maaf, aku kepikiran sesuatu tadi."

Karena sepertinya tak terlalu penting, jadi Eruin memutuskan untuk memikirkannya nanti. Walaupun pada akhirnya dia takkan memikirkan hal itu dan akan memunculkan event kecil yang bisa mengancam hubungan pertemanan mereka.