Chereads / Pengantin Lima Ratus Juta / Chapter 41 - Tersusun Semakin Kuat

Chapter 41 - Tersusun Semakin Kuat

Suasana masih senyap. Menunggu seseorang untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

"..."

Rini memainkan jemarinya dalam diam. Masih bingung harus menjawab apa atas pertanyaan Bagas, 'apa kau memang masih marah padaku?'.

Sebenarnya kalau ditanya seperti itu, Rini juga tak punya pikiran kalau dia marah pada sahabatnya satu itu. Tetapi sikapnya memang secara tak langsung mengatakan kalau dia tak suka dengan keadaan yang sekarang.

"Aku... bingung."

Rini menyerah terhadap perasaannya sendiri. Mencoba mengerti perasaannya seperti sedang mengisi ember di sungai dengan menggunakan tangan.

Bagas berdehem sesaat merespon kebingungan hati Rini. Ketika suasananya tak kunjung berkembang, sebuah rencana usil datang ke kepalanya.

"Rin-chan, misalnya, kalau itu anak memberikan kita kabar kalau dia udah punya pacar di sana, apa yang akan kau lakukan?"

Aliran listrik seperti menyambar dari punggung ke kepala sewaktu Rini mendengarkan perkataan Bagas. Hati dan pikirannya mulai melemah karena berpikir, "Mungkin, itu bakal jadi yang terbaik buat dia."

Kalau memang seperti itu kenyataannya, Rini pasrah. Karena dia juga tak punya hubungan yang istimewa dengan Dani. Meskipun hatinya entah kenapa meronta, berusaha untuk menolak, pikirannya berkata lain.

Bagas menghela nafas dengan nada kecewa mendengar kepasraan Rini.

"Apa memang itu maumu?"

Bagas berusaha memanasi hati Rini untuk menolak. Namun, cukup sulit untuk membantah sesuatu yang mungkin saja terjadi.

"Memangnya apa yang bisa kulakuin? Aku cuma cewek tomboy yang gak terlalu pintar dalam belajar. Aku juga gak cantik dan bisa bersikap feminim kaya Eruin atau Euis. Kalau aja, ada seseorang yang jatuh hati sama dia, aku – "

"Tuh, cok, apa kubilang."

"Eh, memangnya kau bilang apa?!"

Rini belum sempat menyelesaikan perkataannya, namun Bagas sudah mengganggunya dan seperti berbicara dengan orang lain. Orang lain yang suaranya terdengar sangat familiar.

"Bego lu, emang."

"Eh, memangnya aku ngelakuin kesalahan apa lagi?!"

Rini sebelumnya sempat merasa sedih dan putus asa. Namun perbincangan Bagas dengan seseorang yang sepertinya Rini tahu siapa dia, membuat hatinya sedikit membaik tetapi di saat yang bersamaan cukup terkejut.

"Ngaaahh, au ah, selesain masalah kalian sendiri gih," ucap Bagas kesal sambil melempar smartphone miliknya ke Rini.

Rini sempat kaget dan tak menangkap smartphone Bagas dengan benar. Lalu, ketika dia sudah benar memegang smartphone-nya, dia melihat ke layar di mana ada seorang pemuda yang melihat heran ke arahnya dengan ekspresi yang cukup pusing.

Pemuda itu adalah Dani yang sepertinya mendengarkan percakapan mereka sejak tadi.

"H – hai, lama gak jumpa."

Dengan ekspresi sedikit menyesal dan tanpa rasa bersalah, Dani menyapa.

Kenyataan kalau Dani masih online sejak tadi membuat Rini terkejut dalam rasa malu. Wajahnya berubah merah, dan dengan kecepatan tinggi dia membanting smartphone Bagas ke permukaan dengan layarnya di bawah.

Bagas yang hendak bangkit dan pergi – mendengar teriakan rasa sakit smartphone-nya – berhenti dan memutar kepalanya ke belakang, dengan rasa marah dia berteriak, "Woi, jangan dibanting juga hp-nya!"

"M – maaf!"

Rini dengan cepat mengangkat smartphone Bagas dari permukaan. Namun masih belum berani untuk bertatap muka dengan pemuda yang ada di dalam layar.

Melihat pemandangan yang sedikit menggelikan itu, Bagas menggelengkan kepala dalam senyum. Lalu berjalan menuju satu kelompok sahabat yang masih asyik dengan sesi foto mereka yang kelihatannya belum akan berakhir.

Kembali ke Rini, efek kemerahan akibat rasa malu masih belum menghilang dari wajahnya. Di sisi lain, Dani cukup heran kenapa layar smartphone-nya berubah menjadi hitam.

"Um, Rini, apa kamu masih di situ?"

Sebelumnya Dani memang masih bisa mendengar kalau Bagas marah kepada Rini dan Rini meminta maaf. Namun tiba-tiba saja suasananya jadi senyap.

Hatinya mulai pasrah karena mungkin saja Rini memang membencinya. Memikirkan kemungkinan itu, smartphone yang sejak tadi di arahkan ke wajahnya diturunkan ke atas paha dengan rasa putus asa. Tetapi siapa sangka, di saat hatinya sedikit memiliki harapan yang tersisa, suara dewi yang ditunggu-tunggu akhirnya datang.

"Iya."

Suara itu terdengar cukup pelan dan halus. Namun Dani bisa mendengarnya dengan baik.

"Eh, uuhh, baguslah. Kupikir kamu mematikan komunikasinya."

Rini merasa sedikit bersalah karena membiarkan Dani khawatir. Meskipun begitu hatinya tetap belum siap untuk bertatap muka dengan pemuda yang dia jatuh hati padanya itu.

Dengan masih membiarkan layar smartphone lengket di perut, Rini berkata :

"Maaf."

"Eh, maaf, kenapa? Bukannya aku yang harusnya minta maaf!"

Dani seperti biasa, berlebihan akan satu hal yang kecil. Rini tak bisa menyembunyikan senyum manisnya terhadap pemuda yang masih belum berubah itu.

"Enggak, bukan apa-apa."

Sebelumnya dia minta maaf, sekarang berkata tak ada apa-apa. Dani dibuat cukup pusing untuk memikirkan apa yang sedang dipikirkan Rini.

"Eh, gitu ya."

Di balik layar yang masih terlihat hitam, dua insan yang berbicara di tempat yang berbeda saling tersenyum. Merasa cukup bahagia karena akhirnya bisa saling berbicara satu sama lain setelah keinginan yang tak tertimbun selama setahun lebih.

Suasana yang tiba-tiba saja menjadi senyap itu membuat Dani merasa tak nyaman. "Jadi, gimana kabarmu, sekarang?"

"...Baik."

Rini menjawab namun dengan interval waktu yang cukup lambat dan volume suara yang masih belum berubah. Dani sebenarnya tak apa kalau disuruh bertahan dalam keadaan seperti itu, namun itu pertama kalinya Rini memberikannya sikap yang sangat lembut. Jadi sesuatu dalam dadanya mulai berdetak kencang.

"G – gitu ya, aku juga baik di sini. Tapi cuacanya akhir-akhir ini jadi sedikit panas."

"Itu karena sekarang emang lagi musim panas, kan."

Dani sebenarnya hanya berniat untuk membuang waktu mereka dengan berbicara topik yang tak terlalu penting. Namun entah kenapa, Rini membalasnya dengan nada yang lembut dan terdengar dewasa.

Sikap, sifat dan respon itu baru pertama kali Dani rasakan sejak dia mengenal si gadis tomboy itu.

"E – eh, iya ya, hahaha!"

Padahal niatnya Dani ingin meluruskan beberapa hal dengan Rini lewat kedewasaan sikapnya. Namun perubahan sikap Rini malah membuatnya salah tingkah.

Jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumya. Dan itu mulai terasa menyesakkan.

"Rini, apa, kamu lagi sendirian sekarang?"

"Um, eh, iya, emang kenapa?"

Smartphone masih ada di tangan dan masih menghadap mukanya. Tetapi entah kenapa Dani tak kuat untuk meminta satu permintaan ke Rini.

"Ada apa, Dan?"

Dani yang tiba-tiba saja diam membuat Rini khawatir.

Layar dari smartphone Bagas masih dihadapkan ke perutnya. Kalau saja Rini melihat ke layar, dia pasti akan mendapatkan pemandangan wajah Dani yang sedang cukup kesakitan.

Mendengar kalau Rini khawatir padanya, Dani menghela nafas dan mulai menenangkan diri. "Apa aku, boleh melihat wajahmu?"

Permintaan yang sepele. Namun Rini cukup berat untuk mewujudkannya.

Rini semakin erat menggenggam smartphone Bagas di pelukannya. Di sisi lain, Dani menunggu permintaannya di respon dengan ekspresi antara tak sabar dan sangat malu.

Rini sebenarnya tak mau memaksakan hatinya. Namun itu adalah permintaan dari pemuda yang dia kasihi.

Secara perlahan Rini melepaskan smartphone dari pelukan. Lalu dengan lembut dia memperlihatkan wajahnya yang sedang memerah karena rasa malu.

Setelah sekian lama tak melihat wajah gadis yang pernah dia buat menangis itu, Dani terpaku.

Ekspresi Dani yang terpaku membuat rasa malu Rini semakin memuncak. "Jangan, terlalu serius begitu ngeliatnya."

Dengan rasa malu yang memuncak, Rini memaksakan suara lembut dan wajah kemerahannya memperingatkan Dani.

Respon yang tak terduga itu membuat jantung Dani mau meledak dan membuatnya memukul dadanya dengan smartphone miliknya. Sesuatu dalam hatinya tersusun semakin kuat.

Rini dibuat terkejut karena perubahan sikap Dani saat itu.

"Dan?! Kau gak apa-apa?!"