Chereads / Pengantin Lima Ratus Juta / Chapter 39 - Dua Sisi Dua Perasaan

Chapter 39 - Dua Sisi Dua Perasaan

"Woooh, gak nyangka kalau bakal se-epik itu."

Euis yang mendengarkan dengan seksama review singkat dari Dani merasa kagum.

Review singkat dari Dani setidaknya menjelaskan alur dan juga bagian yang menarik dari cerita yang sudah Bagas tulis.

"Aku juga gak nyangka. Awalnya kupikir itu cuma proyek iseng buat menghabiskan waktu liburannya. Tapi dia sampai memanggil Beni untuk membantu dalam ilustrasinya, kayanya tujuan yang dia targetkan ga sekecil yang kukira."

Dani memberikan pendapatnya sebagai pengulas terakhir. Tentu saja, pendapatnya itu menyinggung mengenai seorang author dari cerita itu sendiri yang melanjutkan tidurnya di pangkuan kekasih.

Mungkin saja Euis atau Dani tak tahu kenapa Bagas sampai seambisius itu dalam tulisannya. Akan tetapi, Eruin takkan salah mengira, kalau Bagas melakukan itu untuk dirinya. Dan prosesnya mungkin baru saja di mulai.

Eruin berada dalam keadaan di mana dia sedikit bingung, apa dia harus ikut senang seperti Dani dan Euis mendengar apa yang sedang dikerjakan Bagas, atau apa dia harus menyesal karena Bagas sampai jadi kacau begitu karenanya.

Nestapa yang sedang terjadi dalam hatinya bahkan membuatnya lupa akan kondisi sekitar.

"Uin... Eruin."

"Y – yes, ma'am?!"

"Humm, kenapa kamu tiba-tiba bengong begitu?"

"E – ehh, eng, enggak, enggak apa-apa."

Rasa khawatir yang Euis tanyakan hanya dijawab dengan senyum paksaan.

Meskipun Eruin berusaha menyembunyikannya, Euis tahu, kalau Eruin sedang berada di garis antara dia senang atau kesal karena dirinya yang menjadi sebab kesehatan Bagas menurun.

Untuk seorang pemuda yang tak tahu kondisi para gadis, dia hanya bisa menatap heran dari balik layar.

"K – kok ngomongin yang di sini terus sih. Kamu sendiri, gimana keadaannya di sana, Dani?"

Eruin berusaha mengembalikan suasana yang sempat jadi canggung dengan mengalihkan pembicaraan ke seorang pemuda yang kelihatannya sedang sendirian di belahan dunia lain itu.

"Yaa, karena ini lagi liburan, aku nganggur juga sih. Walaupun di kampus ada banyak kegiatan, tapi aku tetap merasa lebih enak kalau main sama kalian."

Dari balik layar dan tempat yang berbeda itu, Dani memberikan senyuman tulus yang membuat dua gadis yang berkomunikasi dengannya merasa kasihan.

"Kasihan banget, Dani." Euis bahkan sampai mengeluarkan sedikit air mata.

"Kalau kamu kesepian, kamu bisa telepon atau voice call kami, kok."

Atas tawaran yang diberikan dua sahabat perempuannya, Dani tersenyum bahagia. Namun tetap saja.

"Kalau disuruh memilih sih, aku lebih menginginkan untuk berbicara dengan, kalian tahu, kan."

Dani agak malu mengatakannya, tetapi dua sahabat perempuannya tahu siapa yang dia maksud.

"Apa, dia masih marah sama aku, ya?"

Pertanyaan Dani mengundang rasa tidak enak ke Eruin dan Euis. Untuk memastikan, mereka melihat ke belakang, di mana si gadis tomboy masih memunggungi mereka dengan wajah yang tak kelihatan.

Sikap yang terlihat sedikit kekanakan itu sangat mudah terbaca. Meskipun begitu, mereka tetap tak enak untuk mengatakannya.

"Aku coba panggil dia kemari, ya."

Euis yang paling dekat hubungannya dengan Rini bangkit dan berjalan ke belakang.

Masih di tempat, Eruin tersenyum lalu bicara, "Kami semua udah berusaha membujuknya untuk memaafkanmu, tapi hatinya begitu rumit sampai kami para sahabat perempuannya gak ngerti cara pikirnya."

"Ahaha, maaf kalau begitu. Kalau aja, aku memilih mengambil jalur prestasi yang ada di kampus kalian, mungkin aja dia bakal lebih senang."

Dari dalam layar, Eruin bisa melihat Dani tersenyum lalu berekspresi menyesal. Ekspresi itu cukup menyakitkan untuk dilihat, namun Eruin tak bisa mengatakan apa-apa lagi karena takut dia bisa saja mengacaukan kondisinya lebih dalam lagi.

Untuk Bagas yang berusaha tidur dengan tenang, hidungnya menarik nafas dan membuangnya dengan kuat. Pikirannya terganggu dan dia tak bisa fokus tidur kalau sudah seperti itu keadaannya.

Berpindah ke Euis yang mencoba memenangkan hati Rini.

Euis berjalan dengan cukup halus. Mendekati sahabat lamanya yang entah bagaimana kondisi hatinya sekarang.

Tak ingin mengacaukan keadaan, Euis hanya mendekat sampai di belakang punggung gadis yang diam sejak tadi itu.

"Rini..."

Euis baru saja ingin langsung mengatakan kalau Dani ingin berbicara dengannya. Namun untung saja dia berhenti, karena kalau dia langsung meminta seperti itu, mungkin saja Rini akan langsung menolak.

"Rini, Dani punya sesuatu yang menarik untuk diceritakan, dia mau kamu – "

Tepat sebelum Euis bisa menyelesaikan kalimatnya, Rini bangkit dan berkata, "Aku mau ke toilet."

Eeeh, langsung ditolak?!

Penolakan Rini yang frontal membuat Euis sangat terkejut. Namun, dia tak bisa berkata apa-apa lagi untuk menghentikannya.

Dua orang pemuda yang sedang tidur dengan dua tangan sebagai bantalan, dan duduk dengan menopang tubuh menggunakan tangan kanan, hanya bisa melihat kejadian yang cukup mengecewakan itu dengan membuang nafas pasrah. Ya, karena mereka juga tak bisa melakukan apa-apa.

-

Tanpa pikir panjang, Rini menolak permintaan sahabatnya lalu berjalan mendekat ke pelayan kafe yang dia kenal, Yuli.

"Permisi, toiletnya di mana, ya?"

"Eh, dari situ terus belok ke kanan lalu terus aja. Gak jauh, kok."

"Makasih."

Rini bertanya dengan ekspresi yang cukup rumit untuk dijelaskan. Hal itu membuat Yuli cukup terkejut untuk sesaat, namun dengan pemikiran profesional, dia berusaha untuk tidak ikut camput urusan hati seorang pelanggan.

Di dalam salah satu kamar toilet duduk perempuan, Rini duduk dalam senyap. Wajahnya ditutupi dengan kedua tangan karena dia menyesal dengan apa yang baru saja dia lakukan.

Sebenarnya, dia sangat ingin berbicara dengan Dani. Menanyakan kabarnya, dan berbincang mengenai banyak hal dengannya. Namun, hati Rini entah kenapa tak mengijinkan.

Semenjak kejadian di mana dia memilih untuk melanjutkan studi di luar negeri, membuat hati Rini yang sudah sangat banyak membayangkan apa saja hal-hal yang akan dia lakukan bersama dengan pemuda tulus itu hancur seketika.

"Ahhh, apa yang udah kulakuian?"

Di dalam kloset itu sebenarnya dia hanya melarikan diri. Dia tak bisa berdebat atau bertengkar karena keegoisannya sendiri, jadi dia kabur.

Sewaktu dia masih merenungkan apa yang baru saja dia perbuat, dua orang perempuan lain masuk ke dalam toilet.

"Waah, kacau banget."

"Iya, gak kusangka kalau konsernya bakal serame itu."

Kedengarannya mereka datang hanya untuk membenahi diri setelah apa yang baru saja mereka kerjakan. Namun tentu saja, pembicaraan mereka takkan berhenti sampai situ.

"Oh iya, pacarmu yang studi di luar negeri, gimana?"

"Uhm? Nampaknya dia lagi menghabiskan waktu liburannya dengan pergi kamping bersama teman-temannya."

"Eeehh, bukannya itu gawat!"

"Gawat, kenapa?"

"Bukannya sering tuh, acara-acara liburan yang dilakukan di luar ruangan berakhir dengan kejadian yang tak terduga."

"Ooh, jadi kamu khawatir kalau dia bakal selingkuh. Tenang aja, gak bakal kok."

"Kamu, kok optimis banget, gitu sih?"

"Yah, soalnya, dari sepuluh anggota yang ikut, cuma ada dua orang perempuan. Dan dua orang perempuan itu juga bersama pasangan mereka yang juga anggota acara."

"Oooh, tapi say, kamu percaya banget ya, sama pacar kamu itu. Memang, dia anak yang baik sih, tapi kita kan gak tahu apa aja yang dia lakuin di sana."

"Kamu ini, pesimis banget sih. Padahal dia kan pacarku. Yah, memang sih aku gak tahu apa aja yang dia lakuin di sana. Tapi, kamu tahu kan, kalau dia bukan pria yang seperti itu. Dia punya pendirian dan juga keinginan belajar yang kuat. Kalau kamu mau kasihan, sebaiknya kamu kasihan sama dia. Karena kalau aku lengah, mungkin aja aku bisa suka sama cowok lain."

"Ha ha, iya juga ya. Kamu kan begitu orangnya."

Rini sebenarnya tak sengaja mendengarkan perbincangan dua perempuan yang baru saja keluar itu. Namun entah bagaimana, dia seperti baru saja mendapatkan pencerahan.