Seseorang tiba-tiba saja masuk dalam pembicaraan. Eruin dan Putra langsung saja melihat ke arah sumber suara.
"Halo."
Seorang lelaki yang umurnya berkisar sama seperti Putra. Namun memiliki tinggi sekitar 180 lebih dan membuat Eruin yang hanya 167 terlihat pendek.
Dengan tampang yang cukup tampan dan mata yang sipit. Rambut pendek yang disisir halus dan sangat mengkilap. Porsi tubuh juga cukup bagus. Bisa dibilang sosok yang berada di atas standar. Sama seperti Putra, hanya saja sedikit lebih tinggi.
Putra yang tak senang melihat kedatangan lelaki itu merespon, "Oi oi, kami lagi enak-enaknya ngobrol, kenapa harus kau yang datang sih?"
"Memangnya gak boleh? Lagipula ini pesta, bukannya kencan yang diatur untuk rakjel sepertimu."
Kedua lelaki tampak tak mau kalah. Tetapi penantang yang baru datang memiliki harga diri yang lebih tinggi dari Putra.
Putra yang kesal karena diledek 'rakyat jelata', dan juga sebenarnya mereka berdua sudah saling kenal, melangkah lalu berdiri di depan Eruin.
Perubahan perilaku Putra satu itu membuat Eruin cukup terkejut. Lelaki yang baru datang juga merasa tertantang.
"Kau yang bukan siapa-siapa berusaha melindungi Sang Putri?"
"Sebagai catatan, tuan putri udah jadi milik seseorang, dan tujuanku membentenginya bukan untuk bermaksud untuk merebut, cuma sebagai seorang pria yang memiliki kehormatan, aku juga gak setuju dengan sesuatu yang dinamakan perjodohan sebagai alat politik."
Tak disangka, Putra mengatakan sesuatu yang sangat berkesan. Lelaki yang belum memperkenalkan diri terdiam dan tak langsung merespon. Di sisi lain –
Eruin entah kenapa merasa nyaman berada di belakang Putra. Perasaan itu bukan datang dari rasa suka atau apapun. Hanya saja, sosok Putra yang berdiri dan membentenginya saat itu, berkesan seperti seorang saudara yang tak ingin adik kecilnya disakiti oleh orang lain.
Lelaki yang disemprot oleh perkataan yang tak terduga menarik nafas. Merasa kesal.
"Inilah kenapa aku gak cocok denganmu. Kau yang berpikir bisa melindungi dan mengayomi orang lain, tapi pada akhirnya kau malah memanfaatkan beberapa momen untuk kepentinganmu sendiri. Aku bertaruh, kalau seseorang yang sudah memiliki Sang Putri gagal untuk mempertahankannya, pasti kau akan mengambil kesempatan itu untuk merebutnya, kan?"
Perkataan si lelaki tanpa sadar memberitahu Eruin akan sesuatu. Eruin bahkan sampai mengeluarkan kata, 'eh?', yang tak bisa didengar oleh dua orang di depannya.
Dari depan, Putra menunjukkan ekspresi seorang penguasa yang tak ingin mangsanya diburu oleh orang lain. Dia tersenyum dengan kesan kejam, dan hanya ditunjukkan kepada orang di depannya.
"Itu takkan terjadi," balas Putra dengan percaya diri.
"Kenapa?"
Atas pertanyaan yang diberikan si lawan bicara, Putra memutar kepalanya ke belakang, melihat Eruin yang berekspresi bingung lalu berkata : "Dik Eruin, kamu belum lihat kartu namaku, kan?"
Pertanyaan Putra juga merupakan instruksi yang harus dilakukan. Dengan itu, Eruin langsung saja melihat sejenak ke kartu nama Putra. Di saat itu pula dia sedikit terkejut dengan pekerjaan yang Putra lakukan.
Di saat Eruin masih melihat kartu namanya, Putra memberikan pesan singkat. "Kalau seorang yang kau kasihi, kebetulan bekerja di bidang yang sama denganku, jangan ragu untuk memberikannya kartu nama itu. Eh tapi, jangan lupa juga untuk memberikan kartu nama itu ke si teman baik dosen."
Kembali ke dua pria yang saling berhadapan. Putra kembali melihat ke arah lawan bicaranya. Lawan bicaranya berekspresi kesal yang malas, karena sejujurnya, Putra merupakan lawan yang cukup merepotkan kalau dirinya sudah menetapkan sesuatu.
Si lawan bicara mengeluh sekali lagi.
"Kau ini, benar-benar gak bisa berdiam diri kalau melihat sebuah emas yang terpendam di dalam tanah, ya."
"Orang-orang bilang aku terlalu ambisius. Tapi kalau ku menilai sendiri, aku sebenarnya sangat menyayangkan sesuatu yang sangat berharga, tidak dipedulikan atau diperlakukan tidak semestinya oleh dunia. Karena itulah, aku menjadi aku yang sekarang."
Atas balasan yang diberikan Putra, lawan bicaranya membuang nafas panjang sebagai tanda keluhan.
"Perlu kau tahu, aku mengganggu kalian juga bukan karena keinginanku," si lawan bicara memulai keluhan, "Aku datang kesini karena bosku di sana," tunjuk si lawan bicara ke arah seorang pria buncit yang berbincang akrab dengan ayah Eruin, ",menyuruhku untuk menarik perhatian Sang Putri agar dia mau dijodohkan dengan anaknya."
Si lawan bicara tak diduga rupanya hanya seorang pesuruh. Dia juga tampak ogah melakukan tugasnya.
"Sejujurnya, aku benci orang-orang ambisius seperti kalian. Yang kalian pikirkan cuma bagaimana caranya untuk meraup lebih banyak uang dan kekuasaan."
Si lawan bicara membicarakan sifat jelek bosnya, dan juga pria yang berdiri di depannya. Meskipun Putra mengakui dirinya ambisius, dia tak terima kalau dibilang serakus itu.
"Sebagai catatan, aku melakukan apa yang ingin kulakukan bukan untuk meraup uang atau kekuasaan. Aku melakukannya untuk membantu orang-orang, terutama kaum kawula muda yang memiliki impian yang tinggi, untuk menggapai impian mereka."
Putra sangat percaya diri dengan kata-katanya. Dia bahkan memasang ekspresi tak tergoyahkan yang dilihat lawan bicaranya sebagai sesuatu yang menjijikkan.
"Terserah kau saja. Jadi biarkan aku berbicara sebentar dengan Sang Putri," ucap si lawan bicara sambil mengusir Putra.
Merespon permintaan si lawan bicara, Putra melirik ke arah Eruin. Eruin yang diberikan pertanyaan tidak langsung sempat bingung, namun memutuskan untuk mengijinkan.
"E – eh, si – silahkan."
Atas ijin dari Sang Putri sendiri, Putra melangkah ke samping, membiarkan lawannya maju ke depan.
Si lawan menunduk sekali lalu mengulurkan tangan kanan ke Eruin. "Pertama-tama, perkenalkan. Namaku Hendrik Erikson."
Eruin menerima uluran tangan lalu membalas, "Eruin Leina Lesmana."
Putra yang tak terima perkenalan rendahan seperti itu mengkritik, "Oi oi, ada apa dengan perkenalan rendahan macam tu."
"Tolong ampuni hamba ya kanjeng prabu."
Hendrik benar-benar tak tahan berada di dekat Putra. Jadi dia langsung saja menuju inti dari kedatangannya.
"Putri, langsung saja, bosku menginginkan perjodohan antara anak bungsunya dengan dirimu. Perjodohan ini tentu saja akan berdampak sangat baik dengan ekonomi yayasan yang dikelola Pak James. Apalagi, perusahaan yang dimiliki bosku juga merupakan pendonor nomor dua yang dimiliki yayasan. Dengan tujuan itu, pasti akan ada banyak program baik lebih banyak lagi yang akan digiatkan."
Mendengar seluruh penjelasan Hendrik, Eruin yang terkejut tak bisa berkata apa-apa.
Putra di sisi lain hanya diam, namun dalam kepala dia berpikir, 'Oi oi, kalau diberikan pilihan begitu, siapapun pasti bakal bingung harus memilih yang mana'.
Hendrik yang selesai dengan pidato singkat menunduk sekali lalu pamit. "Kalau begitu, Putri, tolong pikirkan baik-baik. Permisi."
Hendrik langsung saja berbalik. Di saat dia mulai berjalan dan melewati Putra, dia sempatkan untuk memberikan Putra senyum kecut yang membuat Putra kesal karenanya.
Putra yang kesal langsung saja membuang muka dan kembali melihat ke arah Sang Putri. Tanpa diduga, Sang Putri mengenggam gaunnya dengan erat, tampak dia juga menggigit bibirnya, merasa sangat kesal.
"Eruin..."
Putra memanggilnya, berusaha untuk menenangkan. Namun Eruin tak merespon.
"Aku tahu ini pilihan yang berat. Tapi, sesuatu yang baik pasti akan mendatangkan hal baik. Jadi, jangan terburu-buru untuk memilih."
Putra merangkai kata-katanya dengan cukup hati-hati. Berharap kalau Eruin menangkap maksud dari perkataannya dengan benar.