Chereads / Pengantin Lima Ratus Juta / Chapter 23 - Kompetesi

Chapter 23 - Kompetesi

Di dalam aula hotel yang diisi oleh banyak orang-orang hebat. Di antaranya adalah para pengusaha termasuk CEO atau pemilik perusahaan. Salah satu di antara mereka adalah ayah Eruin.

Ayah Eruin dikelilingi oleh beberapa teman yang di antaranya lebih muda darinya. Mereka semua adalah orang-orang dekat dengan yayasan yang dia kelola.

Orang-orang sukses itu semuanya orang lokal yang dituntun dan dibimbing langsung olehnya untuk mengembangkan usaha mereka sendiri. Walaupun beberapa persen dari saham perusahaan mereka dimiliki oleh ayah Eruin itu sendiri.

Ekspresi yang mereka tunjukkan kepada ayah Eruin semuanya menunjukkan rasa bahagia dan senang. Mereka juga menuturkan beberapa kata yang menyanjungnya.

"Mr. James, terima kasih atas jasanya selama ini."

"Pak James benar-benar pemimpin yang sangat hebat."

"Apa yang anda lakukan selama ini seperti seorang guru yang mengajari dan menuntun setiap langkah muridnya. Terima kasih, Mr. James."

Walaupun suasana di sekitar James Brown terasa cerah, tentu saja ada beberapa motif kecil maupun besar yang sedang diarahkan. Meskipun begitu, James yang sudah berpengalaman selama bertahun-tahun dalam dunia pengusaha, tahu betul apa yang harus dilakukan.

"Apa yang kulakukan itu untuk kebaikan kita dan masyarakat yang bekerja maupun yang membeli semua yang kita jual. Jadi, selama kita tidak menyimpang dari prinsip utama, semua yang kulakukan tidak perlu terlalu dibesar-besarkan."

Suasana di sekitar James Brown terasa membosankan. Orang-orang di sekitar memang tersenyum padanya, tetapi kebanyakan yang mereka katakan memiliki maksud tersendiri.

Beralih dari tempat membosankan itu, kita berpindah ke pintu aula yang terbuka.

-

Pintu aula terbuka. Seorang gadis rupawan memakai gaun bertumpuk putih bergaya bangsawan victorian, dengan gaya rambut disanggul, dan make up yang menambah kecantikannya, masuk ke dalam ruangan.

Gadis itu masuk tak sendirian, dia menggandeng seorang pelayan pria tua yang mengantarnya ke sisi sang ayah.

Itu adalah Eruin Reina Lesmana, anak tunggal dari pemilik Yayasan Lesmana.

Eruin dan kepala pelayan berjalan dengan anggun dan mempesona. Orang-orang di sekitar sempat tak bisa memalingkan pandangan mereka.

James Brown memang bukan pria yang berasal dari keluarga bangsawan. Namun dikatakan dia adalah orang yang sangat berkelas dan memiliki kebanggaan yang tinggi. Salah satu kebanggaannya adalah Eruin itu sendiri.

Eruin berjalan dengan wajah yang fokus. Pandangannya yang mempesona hanya tertuju pada sang ayah, yang berdiri di depan para pengusaha lain yang menunggu kedatangannya.

Sesampainya di hadapan sang ayah, Eruin melepaskan gandengan kepala pelayan. Kepala pelayan lalu menunduk tanda hormat setelah melaksanakan tugas, setelah itu pamit undur diri.

Di hadapan sang ayah, Eruin membentangkan gaunnya dengan kedua tangan lalu membungkuk dengan anggun. Melakukan salam seorang putri kepada yang dihormati.

Ayah Eruin mengangguk puas, dan Eruin kembali ke posisi tanpa harus disuruh.

Orang-orang di sekitar terlihat sangat kagum dengan pemandangan yang tak biasa itu.

-

Setelah bertemu sejenak dengan sang ayah, Eruin diperintahkan untuk menikmati pesta. Dia berjalan mendekat ke meja dipinggir ruangan. Dimana tak banyak orang yang berada di situ.

Jujur, Eruin sama sekali tak menikmati pesta. Dia juga tak diwajibkan untuk datang sebenarnya. Meskipun begitu, citra ayahnya akan menurun kalau simbol dari yayasan tak menampakkan diri.

Si gadis jelita berharap semua berjalan lancar dan senyap.

Ayahnya mengatakan kalau dia boleh pulang cepat kalau dia merasa bosan. Namun tetap saja, "Mudah mengatakannya."

Orang-orang di sekitar mulai memperhatikan sosoknya yang kesepian. Dan yang paling menaruh mata padanya adalah para pengusaha yang juga membawa anak mereka ke pesta. Dengan maksud menjadikan anak mereka sebagai alat politik.

Ayah Eruin sebenarnya tak mau melakukan hal tidak elegan seperti itu pada anak kandung semata wayangnya. Namun beda cerita kalau Eruin yang menginginkan hal itu sendiri.

Perasaan tidak enak mulai datang padanya. Helaan nafas yang panjang pun tanpa sadar dilakukan. Saat itu juga, seseorang mendekat dan mengatakan sesuatu.

'Padahal pestanya besar dan kamu sudah berdandan secantik itu, tapi kenapa kamu terlihat tak menikmati pestanya?"

Eruin berbalik dan menemukan seorang pria tersenyum padanya.

"Hai," sapa pria itu.

Pria itu berpakaian rapi, dengan rambut bergaya sedikit bebas dan santai, dan wajah yang terlihat muda, kata tampan sangat cocok untuk menggambarkan dirinya.

Pria itu berjalan lebih dekat lalu bertanya : "Jadi, kenapa kamu tak menikmati pesta ini?"

Awalnya Eruin terkejut karena tiba-tiba pria ini datang dan membuka pembicaraan begitu saja. Hal itu membuatnya merasa tak nyaman.

Pria itu menyadari ketidaknyamanan Eruin dan tertawa kecil.

"Ahaha, maaf, rasanya pasti tidak enak kalau ada seseorang yang tak kau kenal tiba-tiba memulai pembicaraan ya."

Pria itu tertawa sambil menggaruk-garuk kepala di depan Eruin yang menunduk tidak nyaman.

Untuk memperbaiki kesalahan, si pria menaruh tangan kanan di dada kiri, membungkuk sedikit lalu memperkenalkan diri.

"Namaku Putra Agung Sinanta. Dua puluh tujuh tahun. Panggil aja Putra, salam kenal..."

Setelah memperkenalkan diri, Putra masih membungkuk, seperti menunggu sesuatu, dia melirik ke Eruin. Eruin cukup kaget karena tak sadar dia sedang membuat orang menunggu.

"E – Eruin Leina Lesmana, salam kenal," ucap Eruin sambil membentangkan gaun dan membungkuk.

Setelah perkenalan itu mereka berdua sama-sama kembali ke posisi.

Putra yang baru mengenal Eruin menyadari sesuatu. "Jadi kamu anak semata wayang Pak James ya."

"I – iya, begitulah."

Meskipun kenyataannya, ayah Eruin memiliki seorang anak angkat yang sudah tinggal seorang diri. Namun Eruin tak mau mengangkat pembicaraan sepele yang pasti tak menarik itu.

Karena kedatangan Putra yang tiba-tiba itu, Eruin jadi sedikit kikuk dalam berbicara.

Bukannya ada sesuatu yang membuatnya bersikap seperti itu. Hanya saja, Putra terlihat seperti seorang yang gamblang dan gampang saja bergaul dengan orang lain. Eruin cukup kesulitan menghadapi seseorang yang seperti itu.

Di sisi lain, Putra cukup ahli dalam membaca pikiran seseorang, dan dia sadar sudah membuat Eruin tak nyaman.

"Oh iya, aku masih belum dapat jawaban kenapa kamu gak nikmatin pesta ini?"

"Eh, um, itu..."

Meskipun Putra sudah bergerak sepelan mungkin, Eruin masih belum mau membuka hati padanya.

Putra berdehem pelan ke Eruin yang menunduk ke arah meja. "Hey, dik Eruin, ku dengar kamu kuliah di Universitas Mawar?"

Mendengar nama kampusnya disebutkan, Eruin mengeluarkan sedikit ketertarikan.

"Iya, memangnya kenapa ya?"

"Hm, enggak kenapa-kenapa kok, cuma biar kamu percaya, aku lulusan jurusan Rekayasa Perangkat Lunak dari sana, loh."

Mendengar nama jurusan dari sang kekasih disebutkan, Eruin sedikit terkejut. "Rekayasa Perangkat Lunak?"

"Hm, iya, apa kamu punya kenalan disana?"

"E – eh, iya, begitulah."

Eruin kembali menunduk di depan meja setelah menjawab.

Hal itu tentu saja menyisakan beberapa pertanyaan yang tak terjawab di pikiran Putra.