"Bisakah kita lanjutkan pembicaraan ini, nak?"
James merasa sudah memberikan cukup waktu untuk Bagas menyesali perkataannya. Bagas yang masih terbayang-bayang akan rasa malu tak memiliki pilihan selain memaksakan diri untuk melanjutkan pembicaraan.
Bagas perlahan memperlihatkan wajahnya lagi. Mencoba menatap calon mertuanya dengan rasa percaya diri yang didorong untuk naik ke puncak maksimal.
James melihat Bagas sudah siap dan mulai mengingat sampai mana perbincangan mereka sebelumnya. Ketika dia sudah ingat, deheman 'hmm' mengisi suasana.
"Baiklah, untuk mempersingkat waktu, Om ingin kamu tahu, kalau di luar sana banyak yang mempertanyakan status Eruin?"
"H – ha?"
Seketika pikiran Bagas menjadi kosong. Dilema terjadi dalam hatinya.
James melihat ke wajah anak muda yang dia pikir hatinya sudah retak. Karena Bagas adalah anak yang mudah mengerti situasi di sekelilingnya, dia pasti berpikir kalau James akan memisahkannya pada anak perempuan semata wayangnya.
"Tapi jangan takut, aku memberitahu ke orang-orang yang bertanya seperti itu, kalau Eruin tidak boleh menikah sebelum dia menyelesaikan studi."
Setelah mendengarkan konfirmasi itu, Bagas mengeluarkan helaan nafas bersyukur. Apa yang dia pikirkan tak berubah menjadi kenyataan.
James tersenyum kecut pada Bagas. "Tapi." Dengan satu kata itu, Bagas kembali merasa tegang. "Tak menutup kemungkinan kalau setelah kelulusan Eruin, akan ada banyak pelamar yang datang padanya. Ditambah lagi, kebanyakan dari mereka adalah pemuda-pemuda yang lebih tua darimu dan sukses dalam hidup mereka."
Mendengar itu, api semangat langsung tersulut di wajah Bagas.
Dalam pikiran Bagas menyimpulkan, kalau James, calon mertuanya memberitahunya hal sepenting itu demi kebaikan mereka berdua, Bagas dan Eruin.
Pembicaraan mereka malam itu untuk mengkonfirmasi agar Bagas tahu, kekasihnya menjadi target bagi orang-orang sukses di luar sana. Yang lebih tua, lebih berpengalaman, dan juga kemungkinan punya banyak uang di dalam saku mereka.
James membaca ekspresi Bagas dan bertanya, "Jadi nak, apa yang akan kau lakukan?"
James memberikan ekspresi menantang pada kekasih anak perempuannya. Niatnya dia hanya ingin memancing sedikit nyali dari salah satu calon menantu, tetapi yang dia dapatkan kelihatannya lebih dari itu.
Dari tempat duduknya, Bagas menatap calon mertua dengan ekspresi penuh ambisi. Matanya di tajamkan dan dia menunjukkan senyuman menantang sebagai balasan.
"Tiga tahun, itu waktu yang dibutuhkan agar kalian bisa menamatkan kuliah, bukan?" tanya James.
"Sebenarnya bisa dipercepat atau diperlama, tapi, tiga tahun itu sudah cukup kupikir."
Dengan kata lain, Bagas menerima tantangan untuk mempertahankan Eruin di sampingnya.
Ngomong-ngomgong, "Selain batasan waktu, apa om memberikan target mahar untuk melamar Eruin?"
James sedikit terkejut dan dibuat berpikir. Untuk sesaat dia berniat untuk memberikan target sendiri, namun itu akan terasa tidak menarik, jadi, "Berikan persembahan terbesar yang bisa kau tawarkan, nak?"
Bagas menaikkan bulu matanya karena keterkejutan. Untuk memberikan persembahan terbesar, dan Eruin adalah taruhannya, dalam sekejap nominal 1M muncul di kepalanya, karena hal itu berkaitan pada gadis yang paling dia cintai. Namun nominal itu terlalu besar dan mungkin saja akan menjadi bom bunuh diri baginya.
"Hmm, bagaimana dengan 500 juta?"
Bagas menawarkan nominal terbesar yang bisa dia persembahkan. Kalau itu tak cukup, dia tinggal menaikkannya saja. Namun calon mertuanya terlihat tak keberatan dengan nominal sebesar itu.
"Apa kau yakin langsung memberikan tawaran sebesar itu?"
Bagas dibuat terkejut lagi dengan balasan calon mertua. Dari ekspresinya, terlihat calon mertua malah meragukan sekaligus menantang Bagas.
Untuk membalas keraguan dan tantangan calon mertua, Bagas memberikan jawaban yang sangat jelas.
"Seorang pria sejati tak menarik kata-katanya."
Dengan jawaban sejelas itu James tersenyum puas. "Sepertinya sudah ditentukan."
James berdiri dan merapikan jasnya. Bagas juga ikut berdiri dengan perasaan tegang yang masih sama. Setelah momen yang sedikit menegangkan itu berlanjut, James memberikan satu uluran tangan pada Bagas dan berkata, "Kalau begitu, semoga berhasil."
Bagas terkejut untuk sesaat, namun berhasil menunjukkan senyuman percaya diri dan menjabat tangan James.
"Tolong pastikan ga ada yang mendahuluiku, Pak James."
"Aku bukan bapakmu, nak."
Dengan jabatan tangan itu, kedua pria menyepakati perjanjian mereka. Salah satu berjanji untuk memastikan sisi anaknya tak ada yang menempati dulu. Salah satunya berjanji untuk bekerja sekeras mungkin agar dia sukses di usia mudanya.
Bagas sudah berada di luar hotel meninggalkan James yang masih ingin bersantai di dalam. Saat dirinya sudah merasa sedikit tenang, dia mengambil ponsel pintar dan segera menelepon seseorang.
Dalam waktu sekian detik setelah di telepon, seseorang yang dituju langsung mengangkat.
"Halo, Aska, ada apa? Bukannya kamu bilang ingin belajar ... tunggu dulu, dimana kamu sekarang?"
Mungkin karena suara berisik kota, Eruin jadi tahu Bagas sedang tak berada di rumah.
Bagas berniat untuk menjelaskan, namun itu akan jadi merepotkan, jadi dia langsung saja menuju inti kenapa dia menelepon sang kekasih saat itu.
"Hei, kamu ingatkan janji kita, kalau kita bakal tamat bersama, lalu setelah itu kita akan memutuskan bagaimana akan menghadapi masa depan bersama?"
"... Ada apa, kok tiba-tiba bertanya seperti itu?"
Terdengar rasa curiga dan tak percaya dari nada bicara Eruin. Tetapi Bagas tak mempedulikan itu dan memaksa.
"Udah, jawab aja."
Dari dalam kamar Eruin ragu apa dia harus menjawab pertanyaan sang kekasih dengan serius. Dia benar-benar dibikin penasara, dengan siapa Bagas bertemu sebelumnya.
"Hei, denger gak?"
Hatinya ingin memberontak, namun itu takkan menyelesaikan masalah. Jadi dengan perasaan kesal dia menjawab.
"Iya-iya, aku masih ingat jelas. Kita akan berjuang bersama sampai kamu bisa menyandingku."
"Nah, karena itu, aku berjanji akan berjuang keras."
"Hm?"
Serius, ada apa sih dengannya? Eruin sangat penasaran. Sebelumnya Bagas mencari alasan agar mereka bisa memutus telepon dengan cepat. Lalu sekarang Bagas dengan jantan memberikan janji yang sudah pasti bisa membuat Eruin luluh.
"Satu lagi, tolong jangan belajar terlalu keras. Aku mau kamu tamat sesuai tahun kurikulum yang ada, jangan terlalu cepat, cuma kalau kamu mau memperlambat, boleh."
"Hmm?"
Serius, ada apa sih dengannya?
Sebelumnya dia sempat membuat Eruin luluh, lalu sekarang, dia membuat Eruin kesal dengan permintaannya.
"Sampai hari itu terwujud, jadilah gadis yang baik dan tunggulah aku."
Eruin yang kesal dibuat tenang seketika. Namun daripada tenang, pikirannya dibuat terpaku pada satu kalimat yang dikatakan Bagas sebelumnya.
"Ya, walaupun kita masih bisa berkencan seperti biasa, tapi siapa tahu apa yang akan terjadi esok hari. Jadi, selamat malam dan tidur yang nyenyak, sweetheart."
"Um, malam."
Telepon terputus.
Setelah menutup telepon, Bagas tersenyum ke ponsel pintarnya. Membayangkan apa yang sedang kekasihnya lakukan saat itu. Lalu dengan perasaan lega dia mulai berjalan pulang ke rumah.
Di atas ranjang, Eruin masih menatap ke ponsel pintarnya. Laptop yang ada di atas bantal juga masih menyala. Namun karena semua sudah selesai, laptop di pindahkan ke lemari kecil di samping tempat tidur dan ponsel pintar juga diletakkan di situ.
Pikiranya benar-benar kacau, tetapi tubuhnya masih bisa dia kendalikan dengan baik.
Saat itu Eruin duduk meregangkan kaki. Kedua tangannya dia gunakan untuk menepuk-nepuk dengkul. Entah kenapa dia melakukan itu tanpa sadar.
Perasaannya juga masih tenang seraya kata-kata Bagas teringat di dalam kepala.
-Nah, karena itu, aku berjanji akan berjuang keras. Sampai hari itu terwujud, jadilah gadis yang baik dan tunggulah aku. Jadi, selamat malam dan tidur yang nyenyak, sweetheart.-
Eruin yang baru saja mengingat kata-kata manis dari Bagas langsung meronta di atas ranjang. Melakukan gerakan-gerakan ekstrem seperti berguling-guling dan memukul-mukul bantal.
Padahal Bagas sudah sering menggombalinya, dan kebanyakan dari semua itu hanya untuk menyenangkan hati Eruin. Namun entah kenapa, kata-kata yang terdengar gombalan itu membuat jantungnya berdegup kencang, suhu kepalanya naik beberapa derajat, dan perasaannya kacau.
Padahal sudah empat tahun mereka bersama. Dan Eruin sudah terbiasa dengan semua sikap yang Bagas tunjukkan. Namun sikapnya yang satu itu benar-benar berkesan berbeda. Sesuatu yang sangat serius seperti benar-benar terjadi, dan taruhannya adalah hubungan mereka berdua.
Berpikir kalau Eruin hanya diminta untuk duduk diam tenang membuatnya sedikit kesal. Meskipun Bagas terdengar benar-benar akan berjuang untuknya.
"Padahal kita berjanji untuk berjuang bersama. Tapi kenapa kamu sok bertingkah keren kaya gitu."