====== Sebuah renungan, tentang jodoh yang sudah di takdirkan dan di gariskan. Tak perlu gelisah, apa lagi resah~
Karena jika saatnya tiba, ia akan datang menghampirimu. Tak perlu mencari hati yang lain, karena hatimu sendiri yang akan menuntunmu padanya.
Dan jika saat itu tiba, rengkuh ia dengan sepenuh jiwamu. Jangan lepaskan, atau sakiti. Karena ia yang akan melengkapimu
=======
Vote dulu biar aku seneng dan kalian bisa baca ini setiap hari.
.
.
.
.
.
.
.
.
Luacs tergtegun, ia tak pernah mendengar seseorang meminta maaf untuknya. Ia sendiri cukup senang ketika Rachel tau sedikit tentang hal yang di sukainya. Apa ini perasaan tertarik yang lebih dalam? Entahlah.
" Shawn sudah menceritakan yang sebenarnya padaku, aku memang bersalah. Sudah sepatutnya aku meminta maaf, tak seharusnya aku berpikiran buruk terlebih dahulu ... " Rachel tertunduk dan masih tak mau menatap Lucas, tapi tiba tiba ia membulatkan tekat dan memberanikan diri untuk menatap Lucas secara langsung. " Berikan aku waktu satu minggu ... " Rachel berceletuk.
" Apa maksudmu ...? "
" Berikan aku waktu satu minggu untuk mempersiapkan diriku, aku akan memberikan apa yang sudah ku jual padamu. Tapi sebelum itu, tolong jangan pernah paksa aku untuk melakukan itu. Aku belum siap ... " Rachel kembali tertunduk, sekarang Lucas mengerti apa tujuan Rachel sebenarnya. Ia tak berniat memaksakan kehendaknya kepada Rachel dari awal. Tapi Rachel sudah berspekulasi buruk tentangnya. Tapi kini, Rachel sendiri yang memberikan waktu jatuh tempo. Siap tidak siap, wanita itu akan melakukannya.
Lucas mengambil cangkir teh itu dan sedikit menyeruputnya. Air berwarna cokelat keemasan itu sukses meluncur ke tenggorokan Lucas. Ia kemudian meletakan kembali cangkir teh itu.
" Aku tak memintamu untuk melakukannya, tapi kalau kamu sendiri yang menentukannya. Aku hanya akan menyetujui apa yang sudah kamu tetapkan .... "
Rachel mengangguk mengiyakan. Ia sudah bersiap untuk pergi dari ruangan Lcuas.
" Kalau begitu, aku pergi dulu .... "
Tapi sudar Lucas menghentikan langkahnya, membuat ia refleks berbalik dan menatap Lucas lagi.
" Temani aku bermain Biola ... " Lucas mengatakan apa yang ada di pikirannya, ketika ia mengingat permainan tempo hari dengna Rachel. Ia benar benar sangat tertarik untuk bermain lagi dengan Rachel. Seolah permainan Rachel memiliki sejuta pesona yang menarik Lucas untuk terus mendekati suara itu.
" Tapi ... "
" Tak ada tapi tapi, ambil Biola manapun yang mau kau gunakan. Dan temani aku bermain Biola ... "
" Baiklah ..." Rachel mengangguk, ia tak seperti yang di bayangkan Lucas. Wanita itu keluar dari ruangannya, ia sempat berpikir kalau Rachel berbohong dan tak mau mendampinginya untuk bermain Biola. Tapi tak lama wanita itu kembali dengan Biola di tangannya. Biola yang di berikan pada Rachel tempo hari. Biola yang ia rebut dari Lucas. Ia tak pernah mengira akan merebut Biola milik Ramses itu. pada awalnya, semua ini karena kesalahpahaman. Ia mengira kalau itu adalah Biola yang ia cari. Tapi Lucas salah, Biola itu mungkin mirip. Tapi sangat berbeda jauh dengan Biola yang ia cari selama ini. Lucas bahkan sudah melupakan pikirannya jauh jauh tentang Biola yang ia cari cari. Mungkin Biola itu memang sudah tak ada di dunia ini.
" Apa yang akan kita mainkan ....? "
" Aku sedang dalam mood yang baik, aku akan memikirkan lagu apa yang akan di mainkan lebih dulu ... " Lucas mengambil salah satu Biolanya dengan acak. Ia belum meikirkan lagu apa yang akan dimainkan sekarang ini. Ia masih memilih milih. Sampai akhirnya ia kembali menggunakan Biola Rachel untuk kedua kalinya.
" Bisakan kamu menyalakan lampu ruangan ini? Ini terlalu gelap dan remang remang. Bagaimana mungkin aku memainkan Biola dengan kondisi gelap seperti ini ...? "
" Nyalakan saja lampunya, toh aku tak melarang .... "
Rachel berjalan menyusuri tebok, ia mencari saklar lampu dan menemukan saklar itu di balik pintu dan menyalakan lampu. Ruangan yang semula gelap namun sedikit remang remang. Kini sudah terang dan semuanya kini terlihat jelas. Rachel bisa melihat ke seluruh penjuru ruangan, Luca yang berdiri tak jauh darinya dan juga Biola biolanya yang berjejeran di etalase. Dari balik tirai jendela Rachel bisa melihat kilatan cahaya bulan purnama menembus jendela dan cahayany jatuh ke karpet bulu di lantai.
" Apa yang akan kita mainkan sekarang ...? " Rachel sudah mengambil Biola yang di berikan Lucas padanya. Ia mengambil Biola itu dan memagutnya dengan dagu sambil menunggu lagu apa yang akan di manikannya dengan Lucas.
" Apa tangannmu baik baik saja nantinya ...? " Lucas menanyakan tangan Rachel yang masih memerah, ia tak menyadari rambut Rachel yang kini di kuncir biasa. Saat itu juga Lucas tak sengaja memperhatikan Rachel. Ia begitu terkejut ketika mendapati satu hal yang tak pernah ia tau tentang Rachel.
" Dari mana kamu mendapatkan luka itu ...? " Lucas menunjuk leher Rachel yang tak tertutupi rambut seperti biasanya, ia kebingungan dengan luka yang di maksudnya barusan. Ia mengamati telunjuk Lucas dan menyadari apa yang sedang Lucas tanyakan.
" Ah ini bukan luka, ini hanya ehmm tanda lahirku. Memang terlihat seperti luka, orang orang sering salah kira kalau ini bekas sayatan atau apa. Jadi aku biasa menutupinya dengan menggerai rambutku ... "
Lucas tersentak, apa yang di katakan Rachel bukanlah sebuah kebohongan. Tak ada orang di dunia ini yang memiliki tanda lahir sama. Lucas menatap lekat lekat leher Rachel, tanda yang sama seperti yang diingatnya bertahun tahun yang lalu. Ini hanya berarti satu hal. Rachel adalah orang yang ia cari selama ini.
" Ini juga Biolamu ...? " Lucas mengankat Biola milik Ayah Rachel, mengamati lekat lekat Biola itu. Awalnya Lucas hanya membeli Biola itu karena memang terlihat mirip, sama seperti saat ia mengambil Biola milik Ramses.
" Itu milik Ayahku, dia dulu bermain Biola dan melatih anak anak yang ingin belajar bermain Biola ... "
Sama, persis. Semuanya seperti apa yang di ingat Lucas dari dulu. Yang ia tak tau adalah, kalau nama gadis itu adalah Rachel. Ia tak pernah tau nama gadis itu. Yang tak pernah ia ketahui adalah, gadis itu adalah wanita yang sama yang tengah berdiri di depannya saat ini.
" Siapa nama Ayahmu ...? " Lucas bertanya dengan nada yang sedikit bergetar, kebahagiaan yang ia rasakan sekarang benar benar menguasai kendali akan dirinya. Ia tak bisa menahan kegembiraannya itu. Ia langsung meletakan Biola yang ia pegang itu dan berjalan memeluk Rachel. Ia memeluk gadis itu erat seolah ia takan bisa hidup tanpanya.
" Shancez .... " Kata kata Rachel terpotong, ia belum menjawab pertanyaan Lucas sepenuhnya. Karena laki laki itu sudah memeluknya dengan sangat erat sekarang.
" Aku tau ..... " Lucas semakin mengeratkan pelukannya, menenggelamkan wajahnya ke punggung Rachel.
" Maafkan aku, aku takan seperti ini lagi. Aku senang kamu berdiri di sini sekarang dan ada di depanku, sekarang ini .... "
Lucas terus berbicara dan Rachel tak mengerti apa yang di bicarakan Lucas ini. Ia bingung dan tak tau apa yang harus di lakukan, ia memutuskan untuk diam saja dan menerima pelukan Lucas ini. Butuh waktu lama bagi Lucas untuk mencerna kebahagiaanya ini dalam waktu singkat. Ia akhirnya bisa melepas pelukannya.
" Tidurlah, aku tak mau tangannmu terluka. Kita akan bermain kalau tanganmu sudah sembuh, aku takan memaksamu untuk melakukannya jika kamu tak mau .... "
Lalu Lucas pergi, ia meniggalkan Rachel tanpa kata kata lagi. Meniggalkan Rachel dengan banyak tanda tanya besar karena perubahan sikap Lucas dalam sehari. Perubahan yang sangat mencolok.
.
.
.
.
.
.
Lucas pergi, mengendarai mobilnya dengan kecepatan tak wajar. Ia harus mencari Shawn. Data yang di berikan Shawn padanya tak mungkin salah. Tapi data yang di berikan Shawn tentang Rachel, tak lengkap. Ia tak mencantumkan nama orang tua kandung Rachel. Andai Lucas tau itu dari awal, ia takan pernah berbuat hal kasar kepada Rachel. Takan pernah. Sekarang semua beban berat di punggun Lucas seolah terlepas sendirinya. Ia sudah menemukan ketetangan jiwanya. Menemukan Rachel. Gadis kecil yang memperhatikannya ketika bermain Biola di balik pohon.
Ia masih memperlambat laju mobilnya ketika melihat sosok yang tak asing di matanya. Lucas mengikuti kemana sosok itu mengendarai mobilnya, menjaga jarak sampai ia tak bisa di curigai. Sosok itu tak seharusnya ada di sini. Mobil Philip semakin jauh kesebrang sana. Mengarah ke pinggiran kota ke sebuah pelabuhan terbengkalai yang tak pernah di pakai lagi. Mobil Philip berhenti di sana, menyembunyikan diri di balik semak semak. Lucas menghentikan pengejaranya. Karena ia melihat kerumunan laki laki yang berpakaian layaknya bodyguard, Ia tak seharusnya mengikuti Philip tanpa persiapan yang matang. Ada yang di sembunyikan Philip darinya, itu pasti. Ia tak seharusnya di sini, bertemu dengan seseorang di tempat yang tak sewajarnya. Seharusnya dia juga mengurus semua kekacauan di Bali. Bukan bertamasya ke area yang tak sewajarnya.
Lucas segera memundurkan mobilnya, ia terus menjalankan mobilnya dengan kondisi mundur. Sekali saja ia lengah dan mengalihkan pandangannya. Bisa saja orang orang di dalam sana melihatnya dan menembaknya tanpa pikir panjang. Lucas semakin menjauhi pelabuhan itu, ia sudah cukup jauh untuk mempercepat laju mobilnya. Suata mesin menderu keras di udara malam yang sunyi. Lucas tak ingin buang buang waktu, begitu keberadaanya di ketahui, ia tak punya waktu lama untuk meloloskan diri. Ia melaku cepat sampai tak tau berapa lama ia berkendara. Ia sudah ada di pusat kota lagi sekarang. Meniggalkan pelabuhan terbengkalai dengan suasana mencekik barusan.
Lucas mengambil ponselnya dan menghubungi Shawn tengah malam seperti sekarang, sambungan cukup lama. Shawn belum mengangkat panggilannya. Lucas menanti dengan cemas dan tak sabaran.
" Malam Tuan .... " Shawn menjawab dengan nada yang sedikit mengantuk, ia baru saja bisa tertidur ketika memastikan Tuannya tak membutuhkannya lagi. Tapi itu justru salah. Harusnya ia tidur saja.
" Aku melihat Philip barusan, sepertinya ia melakukan sesuatu di belakangku ... "
Shawn terdiam. Ia mencerna perkataan Lucas dengan kondisi setengah sadar karena mengantuk.
" Philip tidak berada di hotel yang ada di Bali? Bukannya hotel yang di pegangnya yang mendapatkan reputasi paling bururk ...? "
Lucas menghela nafas kasar, tak seharusnya ia berpikir pendek seperti ini. Bagaimanapun, Philip sudah sangat dekat dengannya. Ia salah, Philip sepertiya melakukan sesuatu yang tak ia ketahui di belakangnya.
" Shawn, aku minta padamu untuk segera mencari tau apa yang di lakukan Philip. Siapa saja orang yang terlibat di dalamnya. Lakukan itu segera ... "
" Baikl Tuan .... "
Sambungan terputus. Semua menjadi lebih rumit dari apa yang ia perkirakan sebelumnya. Aliansi pemberontakan bisnisnya ternyata melibatkan orang orang dalam yang tak Lucas duga sebelumnya. Sekarang, ia tak bisa mempercayai siapapun di dalam perusahaannya sendiri. Norwest corporation harus bisa bertahan dan melewati krisis ini. Harus.
.
.
.
.
.
Pagi hari yang masih sedikit berkabut dan hitam. Tapi Rachel sudah bangun karena mendengar suara bising dari dapur. Kesadarannya terpanggil ketika memikirkan kalau itu adalah pencuri yang masuk ke apartemen Lucas. Rachel langsung mengendap endap dan mengintip lewat pintu, ia tak melihat sesuatu yang aneh. Keanehan pagi ini hanya satu. Lucas yang sedang memegang spatula dan meloncat ketakutan menjauhi wajan. Rachel terkiki pelan melihat reaksi Lucas yang lucu ketika menghindari percikan minyak. Pencuri itu adalah tuan rumah ini sendiri.
Rachel keluar dari balik pintu, ia kasihan melihat Lucas yang terus menutupi wajahnya untuk menghindari minyak panas. Ia berjalan mendekati meja dapur yang sudah berantakan. Sayuran yang terpotong tak karuan, ada yang di cincang tapi juga ada yang di potong dadu. Tapi ada juga yang di potong sembarangan.
" Kamu sudah bangun ...? " Lucas menunduk mematikan kompor saat melihat Rachel yang berjalan mendekatinya " Aku tak tau kalau minyak panas sama bahayanya dengan senjata tajam. Sejak tadi minyak ini terus berterbangan di udara ... "
Lucas berbicara tanpa di tanya, ia menjelaskan kejadian itu dengan wajah was was seakan minyak itu masih akan menyerangnya walaupun kompor sudah matikan.
" Menjauhlah dari wajan ini, memasak benar benar mengerikan. Aku akan membuat pesanan untuk di antar kesini untuk sarapan .... "
Lucas melepaskan celemek yang ia kenakan. Ia sudah bergegas pergi untuk mengambil ponselnya sebelum Rachel menghentikannya.
" Jangan, biarkan aku saja yang membuat sarapan. Ini takan lama .... " Rachel menyakinkan Lucas.
" Tapi .... "
" Tak apa, laki laki memang tak seharusnya mengambil urusan dapur ... " Rachel meraih celemek yang di pakai oleh Lucas barusan. Tangannya dengan sangat terampil memotong sayuran yang berserakan di atas meja, menucuinya dan keajaiban. Keajaiban tangan perempuan.
Semua bahan yang terlihat seperti harus di buang tadi, kini sudah menjadi hidangan lezat di piring. Semua ini berkat tangan Rachel.
.
.
.
.
" Mari kita sarapan .... " Rachel sudah membuat salad dan beberapa roti panggan, ia juga sudah membuat coffe bun.
" Aku suka dendeng dan juga roti panggang ... " Lucas berceletuk dan menarik kursi untuk duduk. Itu makanan favoritnya. Makanan rumahan sederhana yang ia makan saat sarapan dulu. Rachel sedikit kaget, apa Lucas sedangmembicarakan makanan kesukaanya? Ia ingin di
masakan makanan itu besok besok?
" Ah, aku juga suka dendeng. Kalau ada waktu aku akan membuatkan itu juga lain kali .... "
Mereka berdua sarapan dengan tenang, tapi Lucas sedikit terburu buru. Ia punya banyak masalah yang harus di selesaikan sekarang juga.
" Apa kamu mau ke rumah sakit? Aku akan pergi, aku bisa mengantarmu untuk menemui Ibumu hari ini ... " Lucas menawarkan tumpangan, itu hal yang wajar andai yang menawari Rachel itu bukan Lucas. Sejenak Rachel nampak kebingungan, ia sulit menolak tapi juga sulit untuk
menerima ajakan Lucas. Tapi pada akhirnya, ia juga yang memutuskan.
" Iya, terima kasih mau mengantarkanku ke rumah sakit ... "