Rachel sudah berada di parkiran rumah sakit, ia tengah menanti Shawn untuk menjemputnya sore ini. Langit sudah mulai gelap dan udara yang dingin menyentuh kulit Rachel, membuatnya sedikit bergidik karena menggigil. Ia mengusap lengannya yang terbuka karena ia mengenakan gaun tanpa lengan. Semua pakaian yang di siapkan Lucas hanya gaun, Rachel seperti sedang menjalani kehidupan di kastil. Dan ia seperti puteri tidur.
" Kamu kedinginan ...? " Suara maskulin itu datang dari balik punggung Rachel, suara maskulin yang berat, tapi merdu untuk di dengar. Terselip nada khataris disana. Membuat Rachel berbalik badan untuk memastikan kalau suara itu memang di tujukan untuknya.
" Kamu sudah menunggu lama ...? " Lucas tengah melepaskan jasnya dan menyampirkannya di punggung Rachel, membuat wanita itu menerima jas itu dengan ragu ragu. Tapi kelembuatan di sikap Lucas membuat Rachel diam, ia menerima uluran jas itu di punggungya.
" Tidak, aku baru selesai dan langsung keluar. Belum terlalu lama ... " Rachel membenarkan posisi jas Lucas dan merapatkan jas itu pada tubuhnya, Lucas sudah menarik tangannya dan membawanya ke mobil yang sudah terparkir di dekat gerbang.
" Bagus lah, ayo pulang ke rumah ... " Lucas masih menarik tangan Rachel dan membukakan pintu mobil untuknya. " Masuklah ... " Lucas terhenti karena Rachel yang tak bergerak dan mematung di depan pintu mobil.
" Ah ... iya " Rachel masuk mobil dengan sikap gerogi yang tak bisa di tutup tutupi, tapi Lucas malah tersenyum girang. Ia langsung memutar dan masuk ke mobil, menyalakan mesin kemudi dan melaju menjauhi rumah sakit. Dan di sana, berdirilah Dion yang tak bisa berhenti terkejut. Rachel bersama laki laki yang tak ia ketahui sama sekali, dan mereka begitu dekat. Tak ada kalimat lain yang mengganggu Dion selain menanyakan, apa hubungan mereka. Hubungan Dion dengan Rachel selama bertahun tahun tak membuat Rachel dengan mudahnya menerima perhatian Dion dengan tangan terbuka. Tapi laki laki itu dengan mudahnya menaklukan Rachel.
.
.
.
.
.
Mobil melaju dengan santainya, bahkan Rachel mendengar dengan jelas kalau Lucas bersenandung ketika mereka berhenti di lampu merah. Laki laki di sampingnya ini sudah sangat santai, ia bahkan melepaskan dasinya dan melemparkan dasi itu sembarangan ke belakang mobil.
" Minggu depan akan ada pesta, apa kamu mau ikut denganku ...? " Lucas menatap Rachel yang tengah memperhatikannya. Itu membuat Rachel gugup karena ketahuan tengah memperhatikan Lucas terang terangan.
" Ehm..? eh. Ah iya, minggu depan. Apa? Pesta ..? " Rachel langsung membuang muka ke luar jendela, ia malu karena Lucas menertawakan kebodohannya barusan. Tapi Lucas hanya merasa terhibur dengan kelakuan Rachel ini. Gugup.
" Aku tak akan memaksa kalau minggu depan kamu akan ada acara, aku tak akan datang kalau begitu ... " Lucas menjalankan kembali mobilnya, lampu sudah berubah warna. Ia melaju kembali dengan kecepatan lambat, menanti dengan santai jawaban Rachel atas ajakannya barusan.
" Apa ini pesta yang penting ..? " Rachel menatap Lucas dengan was was, ia takut kalau menolak ajakan Lucas itu akan membuat laki laki ini marah. Tapi di luar dugaan Lucas hanya tersenyum samar.
" Tidak, ini bukan pesta yang terlalu penting. Tapi akan menyenangkan kalau kamu bisa menamaniku di pesta itu nantinya dari pada aku di ganggu terus ... " mereka melaju dan semakin mendekati apartemen, tapi Rachel masih belum menjawab ajakan Lucas.
Lucas juga masih sabar menunggu, toh pesta hanya alasannya untuk berduaan dengan Rachel. Tanpa pesta pun ia bisa berdua dengan Rachel di apartemennya. Mobil memasuki bangunan apartemen, memasuki basement dan langsung terparkir rapi. Skill mengemudi Lucas memang patut di acungi jempol. Di kemacetan mobil yang kendarainya bisa meliuk meliuk mencari jalan dan akhirnya bisa keluar dari kerumunan mobil yang merayap lambat itu.
Lucas keluar dari mobil di ikuti Rachel yang masih terdiam, otaknya terus diajak berdebat untuk menerima ajakan Lucas atau malahan menolak ajakan itu. Tapi pilihan Rachel sudah bulat.
" Tunggu ... " Rachel menghentikan langkah Lucas yang sudah berada di depan pintu lift, membuatnya mematung di tengah pintu lift yang sudah terbuka itu. " Aku akan menemanimu ikut ke pesta minggu depan ... " Lucas tersenyum puas dan senyuman itu
terpantul dari dindingn lift. Senyuman itu terlihat jelas di mata Rachel, wanita itu ikut masuk ke dalam daya tarik Lucas. Ia juga tersenyum entah mengapa. Kalaupun mereka saling berhadapan sekarang dan saling melempar senyum, mungkin jantung Lucas akan melonjak dan meloncat setinggi mungkin.
" Baiklah, ayo masuk ... " Lucas mendahauli Rachel masuk ke dalam lift, membuang wajahnya agar Rachel tak melihat sisa sisa senyumannya yang tak bisa di hilangkan itu. Wanita polos itu juga berjalan memasuki lift. Sunyi diantara mereka tak lagi menegangkan seperti sebelumnya, ada pancaran aura yang berbeda. Aura yang lebih hangat yang membuat Rachel merasa lebih nyaman saat bersama Lucas. Aura yang aneh.
.
.
.
.
.
.
Rachel sudah berkutik di dapur, ia masih memegang panci penggorengan memasak dendeng seperti yang ia janjika kepada Lucas sebelumnya, tangannya dengan sangat lincah mengaduk dan menaburkan segala bumbu masak ke dalam makananya. Roti
baget sudah terpanggang dengan warna kecokelatan dan lelehan butter yang masih panas.
Lucas? Ia pergi dan masuk ke kamar mandi setengah jam yang lalu dan belum keluar dari sana sampai sekarang. Rachel tau itu, karena kamar mandi letaknya tak berada di dalam kamar utama, hanya dua ruangan berpintu di apartemen ini. Semuanya bisa Rachel amati dari sudut dapur. Tapi suara langkah kaki mengusik Rachel, langkah santai di iringi semerbak aroma sandalwood khas Lucas, sandalwood dengan kesegaran lemon dan mint. Wangi yang benar benar harum dan candu. Langka kaki itu semakin dekat dan aroma wangi itu juga semakin kuat. Tiba tiba tangan kekar itu memeluk Rachel dari belakang. Jantungnya melonjak kaget dengan peluka Lucas yang tiba tiba itu membuatnya tangannya berhenti membalik dendeng.
" Apa kamu benar benar memasak dendeng untukku ...? " Wajah Lucas sudah menelusuk ke leher Rachel, titik air menetes ke leher perempuan itu. Rambut Lucas yang basah menyentuh telinga Rachel dan membuat wanita itu melemparkan pandangan ke
lain arah.
" Aku... iya, ini dendeng untuk makan malam ... " Aroma sandalwood itu semakin memenuhi penciuman Rachel, dengan Lucas yang berada di balik punggungnya dan tengah memeluknya.
" Aku akan berganti pakaian, aku menunggu makan malammu ... " Lucas melepas pelukannya itu dan mengecup punggung Rachel dengan lembut. Lalu dengan santainya memasuki kamar tanpa mengunci pintu, hanya menutup pintu sembarangan. Lucas
pergi dan Rachel bisa bernafas lega, ia bisa bernafas normal tanpa harus terus terusan mencium aroma Lucas yang benar benar maskulin dan segar untuk di hirup. Benar benar candu.
Lucas keluar dari kamar dengan pakaian santai, celana katun pendek selutut dan kaos putih polos seperti saat Rachel bertemu Lucas di studionya. Rambut Lucas sudah tak sebasah tadi, tetesan air sudah berhenti tapi rambut Lucas masih lepek dan membuat figur Lucas semakin terlihat tampan.
" Sudah selesai ...? " Lucas bertanya heran kepada Rachel, ia bergegas berganti pakaian karena ingin membatu Rachel menyiapkan makan malam, tapi meja makan sudah tertata rapi dengan makanan dan secangkir teh yang wangi. Teh camomile.
" Sudah ... " Rachel tersenyum puas dengan dengan hasil kerjanya tak mendengarkan nada kekecewaan di pertanyaan Lucas. Lucas acuh, ia menutupi kekecewaanya dan langsung duduk di kursi, menghadap piring yang penuh makanan lezat. Sayuran yang di rosting dengan tambahan minyak zaitun dan lada. Shawn memberi tahu kepada Rachel kalau Lucas tak memakan makanan kebanyakan, tentu saja. Karena itu Rachel tak memasak makanan berbumbu menyengat. Toh darah asing di wajah Lucas sudah menjadi standar makanan untuknya.
Lucas menatap makanan di piringnya yang terlihat dua kali lipat lebih lezat dari makanan yang biasa di santap olehnya, Rachel benar benar membawa semua energi positif itu ke dalam diri Lucas. Ia langsung melahap semua isi piringnya tanpa jeda, makanan itu terasa seperi hidangan surga. Entah karena masakannya atau orang yang memasaknya. Lucas hanya tau kalau ia menikmati makanannya ini.
" Apa kamu benar benar lapar ... ? " Rachel sejak tadi baru memakan seperempat makanan di piringnya tapi Lucas sudah tandas satu piring dan Rachel sudah menambahkan ekstra dendeng ke dalam piring Lucas, ia khawatir kalau laki laki ini kelelahan dan kelaparan karena bekerja seharian di akhir pekan.
" Aku terlalu menimati makan malam ini ... "
Rachel justru tertawa renyah mendengar jawaban konyol Lucas barusan, ia tak bisa membandingkan makanan koki Lucas dengan makanan buatanya ini. Tapi jawaban spontan Lucas benar benar tak masuk akal.
" Aku serius Rachel, ini memang enak. Makanan rumahan adalah yang paling enak ... " Lucas mengangkat garpu berisi dendeng sapi dan langsung memakannya dengan lahap. " Aku laki laki yang menyukai makanan rumahan, tapi malah tak makan makanan rumah setiap hari. Aku juga manusia, aku tak selalu harus makan makanan koki ... "
" Bagaimana kalu tak harus meminum teh camomile ...? " Rachel bergurau, ia sudah melihat banyak stok teh camomile di rak dan itu benar benar membuat Rachel terkejut. Ia tak pernah melihat orang yang menyukai teh camomile seperti Lucas.
" Ini ..? " Lucas mengangkat cangkir tehnya yang sudah tak terlalu panas tapi masih nikmat untuk di seruput " Ini tak boleh di pisahkan, teh ini bukan hanya untuk di nikmati. Tapi juga bisa ya, kamu tau. Rileksasi, membantuku tidur dan jauh dari mimpi buruk .... "