Chereads / Señorita : The Evil Symphoy / Chapter 26 - The Evil Symphony

Chapter 26 - The Evil Symphony

I get goalsnya, 200 like Dan baru update~ Enjoy~

======

Sebuah renungan, tentang jodoh yang sudah di takdirkan dan di gariskan. Tak perlu gelisah, apa lagi resah~

Karena jika saatnya tiba, ia akan datang menghampirimu. Tak perlu mencari hati yang lain, karena hatimu sendiri yang akan menuntunmu padanya.

Dan jika saat itu tiba, rengkuh ia dengan sepenuh jiwamu. Jangan lepaskan, atau sakiti.

Karena ia yang akan melengkapimu

======

Sejak saat itu, Rachel bermain di temani Dion yang belajar di sampingnya. Anak laki laki yang duduk mengerjakan berbagai buku tebal dan Rachel yang memainkan berbagai improvisasi lagu dengan Biolanya. Kebersamaan yang mereka terjalin sampai mereka tumbuh dewasa,

Rachel tak pernah menganggap Dion. Lebih dari teman, saudara untuknya. Ia tak tau kalau dirinya ada di hati Dion untuk waktu yang lama. Hati yang lain, hati yang ingin Dion miliki sejak dulu.

" Aku boleh masuk....? " Dion membuka pintu sambil menjulurkan kepalanya ke dalam ruangan, ia mendapati Rachel yang menatapnya dengan tatapan sedikit kaget. Baru saja ia memikirkan masa kecil mereka berdua, Dion sudah muncul sebagai laki laki dewasa di depannya.

Seorang dokter tampan dan cerdas. Kurang apa lagi Dion ini?

" Keluar, kamu sangat mengganggu di sini ... " Rachel memalingkan wajahnya seperti tak menyukai keberadaan Dion di ruangan bersamanya.

" Kalau begitu, ini tandanya aku boleh masuk ... " Dion berjalan memasuki ruangan mendekati Rachel yang terduduk di samping ranjang. Ia bisa melihat Rachel yang nampak cantik dengan gaun biru yang ia kenakan. Ah, dia memang begitu cantik. Saat pertama kali bertemu dengan

Rachel. Dion sama sekali tak tertarik dengan Biola, ia justru tertarik dengan gadis kecil yang memainkan Biola itu. Saat itu Dion berpikir, kalau Biola adalah benda yang mudah untuk di mainkan. Ia dengan percaya diri memainkan Biola di depan Rachel, tapi itu hanya membuatnya

merasakan yang namanya malu. Tapi Rachel tak memandang sebelah mata kepada Dion. Saat itu ada satu hal yang di sadari Dion. Kecantikan bisa pudar, tapi kebaikan di hati setiap orang takan bisa pudar. Rachel tumbuh dengan segala kecantikan di dalam dirinya, tapi kebaikannya tumbuh beribu ribu kali lipat lebih besar. Itu poin yang membuat Dion tak bisa jatuh cinta kepada wanita lain.

" Aku tak lagi merawat Mamamu, dokter lain yang akan merawatnya .. " Dion langsung menarik kursi dan duduk di samping Rachel, ia baru selesai melakukan pemeriksaan dan operasi. Tapi begitu bertemu Rachel, ia langsung mencari tau dimana Ibunya di rawat.

" Tak apa, kamu sudah melakukan yang terbaik untukku dan Mamaku. Dokter Damian juga sangat baik, dia sama sepertimu. Dokter yang hebat ... " Rachel menggeser tubuhnya, kini ia tak lagi berhadapan dengan Ibunya. Ia berhadap hadapan langsung dengan Dion sekarang.

Sejenak Rachel nampak terkesima dengan sosok Dion. Anak laki laki itu sudah bertransformasi sekarang. Pipi yang dulu polos sekarang sudah berubah membentuk rahang yang kokoh. Tangan Dion yang dulu biasa biasa saja, kini begitu kekar menampilkan guratan otot yang kasar.

Dion yang dulunya hanya terpaut beberapa senti dengan Rachel. Kini Rachel lah yang harus mendongak untuk menatap Dion. Mereka sama sama sudah tumbuh dewasa, melewati masa kecil bersama.

" Apa kamu melamun ...? " Dion melihat mata Rachel yang nampak kosong barusan, apa yang di pikirkan wanita ini.

" Aku melamun, sedikkit ... " Dion memukul Kepala Rachel dengan geram. Dia baru saja punya kesempatan untuk berbicara dengan Rachel, tapi Rachel malah menghabiskan waktunya dengan melamun.

" Sakit ... " Rachel mengusap kepalanya yang baru saja di pukul oleh Dion, meringis sedikit kemudian melanjutkan kata katanya " Aku baru saja teringat masa kecil kita dulu .. " Rachel nampak menerawang lagi, di ikuti Dion yang juga menerawang sambil mendengarkan cerita Rachel.

" Dulu kita bertemu di taman kota dan kamu belajar disana, sampai sore dan kita baru berpisah. Tapi sekarang sudah berapa lama itu? dua belas tahun yang lalu atau kapan? Waktu sudah berjalan dengan cepat. Sekarang kamu sudah menjadi dokter, aku hanya tinggal menunggu

untuk melihat lembaran hidupmu yang baru. Melihat kamu menggandeng tangan perempuan dan menikah dengannya, melihat kalian mengasuh dan membesarkan anak anak kalian nantinya .. " Rachel terus berbicara sambil tersenyum, ia tak menyadari pandangan Dion yang berubah. Pandangan Dion yang merasakan sedikit rasa ketidak ikhlasan ketika Rachel menceritakan masa depannya dengan wanita lain. Lalu bagaimana dengan Rachel? Ia akan terus mencari cinta pertamanya yang entah berada di mana itu?

" Apa kamu mau melihatku menikahi seorang perempuan ... ? " Dion bertanya dengan nada yang sedikit meniggi, ia tau. Rachel tak pernah menganggapnya lebih. Di hati Rachel tak pernah terisi laki laki lain. Ingin sekali rasanya Dion menemui sosok di hati Rachel itu. Melihat bagaimana sosoknya, menilai dirinya sendiri dengan laki laki pujaan Rachel. Aku lebih baik? Atau lebih buruk?

" Tentu saja, apa kamu mau menikah dengan laki laki nantinya. Dasar ... "

" kalau begitu aku harus pergi sekarang, aku akan mencari seorang perempuan. Aku tadi mungkin kalau tak salah melihat ada banyak perempuan yang tengah terbaring, di kamar jenazah " Dion beranjak dari kursinya dan berdiri hendak meniggalkan Rachel. Ia tak suka ketika

Rachel membahas topik ini, ia tak suka. Tanpa pikir panjang Dion langsung berjalan ke arah pintu dan hendak melenggang pergi. Rachel baru tersara, ada kekesalan di balik kata kata Dion. Ia langsung berbalik menghadap Dion yang sudah tak ada di ruangan bersamanya. Ia sudah pergi.

" Dia marah lagi ... " Rachel mendengus dan berbalik lagi, menghadap Ibunya. Seperti sebelum sebelumnya, Dion akan marah ketika ia membahas masa depan. Tapi masa depan bukanlah hal yang mustahil, masa depan adalah kepastian. Semua akan berada di masa depan, entah

masa depan seperti apa itu nantinya.

*** 000 ***

Lucas sudah sampai di apartemennya, ia sampai lebih cepat dari biasanya. Hari ini, entah mengapa ia seperti tak betah berada di kantor. Walaupun masalah belum sepenuhnya terselesaikan, tapi keberadaan Rachel di apartemennya benar benar menjadi magnet yang sangat kuat.

Menarik Lucas untuk kembali lebih cepat dan melihat wanita itu dengan kedua matanya sendiri. Tapi Rachel tak ada di apartemen. Dia belum juga pulang, padahal Lucas sudah mewanti wanti Rachel untuk pulang cepat. Ia juga sudah meniggalkan keycard kepada Rachel untuk

membuka pintu apartemen. Tapi sekarang ia bahkan belum ada disini.

Langit sudah beranjak gelap, gumpalan awan sudah tersamarkan dengan warna langit yang meredup menuju warna hitam. Lucas masih menunggu kedatangan Rachel di balkonnya. Tapi ia belum juga kembali, kemana saja perginya wanita itu. lucas berjalan masuk dengan kesal,

otaknya sudah tak waras. Sarafnya hanya bisa memprogram satu nama, Rachel. Hanya Rache. Lucas butuh pengalih perhatian, atau ia akan memaksa dirinya sendiri untuk menunggu kedatangan Rachel.

Lucas langsung berjalan menuju dapur, membuka raknya dan mengambil sebotol wine untuk di minumnya sendiri. Berjalan masuk ke kamarnya dan berdiam diri di sana. Perlahan Lucas membuka tutup botol kayu itu dengan tanganya sendiri, menuangkan cairan anggur pekat itu ke dalam gelasnya. Menghirup aroma manis itu, memenuhi setiap rongga pernafasannya. Menyesap sedikit demi sedikit dan menenggaknya sekaligus saat wine tersisa setengah.

Dalam kesendiriannya itu, Lucas tiba tiba mendengar langkah kaki yang kian mendekat. Tiba tiba pintu kamar terbuka dan meneroboskan cahaya dari luar kamar. Sosok Rachel masuk dengan santainya, masuk ke kamar tanpa menyadari keberadaan Lucas di dalamnya. Kamar masih gelap dan sedikit temaram. Tapi sosok Lucas tak terdeteksi, ia tengah duduk di sofa di pojok kamar. Sedangkan Rachel berada di sisi ranjang, kini mata Lucas dengan tajamnya memperhatikan setiap gerak gerik Rachel.

Menatap Rachel dalam diam dengan hanya kegelapan yang menyelimuti mereka berdua, tanpa tau keberadaan salah satunya. Gerakan tangan Rachel tiba tiba menarik perhatian Lucas, gerakan tangan Rachel yang memegang tengkuknya hendak melepas pakaiannya. Lucas justru

terpaku dan hanya bisa diam, tak di pungkiri. Ia menantikan tahap selanjutnya, menanti Rachel melepas semua kain yang menempel di tubuhnya. Tapi itu justru membuat Lucas seperti seorang pengintip di apartemennya sendiri. Beberapa detik sebelum Rachel melepas pakaiannya Lucas bangkit dari sofa, berjalan mendekati saklar lampu dan menyalakan lampu.

Rachel kaget ketika semua penjuru ruangan tiba tiba di terangi cahaya lampu tanpa tau siapa yang menyalakannya, ia sontak melihat ke belakang punggunya dan melihat sosok Lucas berdiri di sana. Menatapnya dengan sedikit amarah di matanya, tangannya memegang gelas

kosong. Rachel langsung melihat sekeliling dan mendapati botol wine di meja. Ia langsung beringsut menutupi punggungnya yang sedikit telanjang. Nalarnya memperingati Rahcel akan sebuah bahaya. Apa jangan jangan Lucas tengah mabuk?

" Sejak kapan kamu di sini...? " Rachel bertanya dengan nada yang sedikit tinggi, ia langsung beringsut menjauhi Lucas dengan berjalan mundur ke belakang, mendekatkan dirinya ke tembok.

" sejak kapan? Apa aku perlu memberi tau jam kerjaku dan kapan aku akan pulang ke rumahku sendiri..? " Lucas berjalan mendekati meja sambil meletakan gelasnya dengan sedikit di hentakan. Entah mengapa sebagian dirinya merasa kesal ketika menghentikan Rachel barusan,

sejak kapan ia menjadi laki laki yang baik. Benar benar sebuah paradok yang sangat menggelikan. Rachel masih menatap Lucas dengan was was, ia takut kalau Lucas benar benar mabuk sekarang. Ia tak boleh memprvokasi orang yang sedang mabuk, atau ia sendiri yang akan celaka. Tapi Lucas sadar, sadar sepenuhnya. Meminum wine takan membuat kesadarannya hilang begitu saja.

Lucas justru berjalan mendekati pintu, tangannya memegang gagang pintu hendak keluar dari ruangan. Sebelum berlallu ia berbalik badan dan mengatakan sesuatu.

" cepat ganti bajumu dan ikut aku ke suatu tempat, ada hal yang harus kau lakukan denganku. Hanya kita berdua yang melakukannya ... " setelah mengatakan itu, Lucas berjalan keluar dan menutup pintu rapat rapat. Meninggalkan Rachel dengan banyak tanda tanya di otaknya.

Rachel langsung cepat cepat berganti pakaian. Tak mau membuat Lucas marah, karena menyadari Lucas yang berdiam diri di pojokan berselimutkan kegelapan, itu sudah cukup untuk membuatnya merasa ketakutan. Ia berganti pakaian dengan gaun lain yang ia dapat dari Lucas pagi tadi. Ia berganti dengan dress berwanra hijau dan langsung keluar kamar untuk menjumpai Lucas.

Rachel berjalan menyusuri ruangan mencari cari keberadaan Lucas, sampai ia mendapati Lucas tengah berdiri di balkon. Ia tengah menatap langit malam. Sekelumit rasa muncul di hati Rachel, ia seperti mengenali sosok itu. tapi bayangan itu langsung di tepis Racel kuat kuat. Tak mungkin Ia langsung mendekati Lucas dengan langkah kaki yang sangat pelan dan hati hati. Ia masih menjaga jarak aman, begitu jarak di antara mereka hanya tersisa satu meter. Di situlah Rachel berhenti.

" Aku sudah selesai .... "

Lucas berbalik ketika mendengar suara Rachel, ia langsung bertatapan dengan Rachel yang kini sudah berganti pakaian. Berdiri di depannya langsung dengan dress yang ia beli tadi pagi. ia langsung bergegas mencari butik yang sudah buka, mencari pakaian untuk di kenakan Rachel. Dan pilihannya benar benar tepat. Semua pakaia yang di pilih Lucas satu ukuran, kini dress itu nampak menyatu dengan Rachel, pas dan cantik di kenakan olehnya.

" kalau begitu, ayo ikut denganku ... "

Lucas langsung berjalan menyambar tangan Rachel dan menggandengya, ia berjalan sedikit terburu buru karena waktu yang sempit. Sudah tak ada banyak waktu yang tersisa. Ia langsung keluar apartemen dan menuju parkiran, mobilnya sudah terparkir rapi dan siap meninggalkan gedung apartemen. Rachel hanya mengikuti Lucas dalam diam, menahan detak jantungnya yang entah mengapa berpacu begitu cepat saat tangan Lucas menyentuh tangannya saat ini.

" masuk " Lucas membuka pintu mobil dan menyuruh Rachel masuk, duduk di sebelahnya saat ia menyetir. Rachel mengikuti arahan Lucas, ia lansgsung masuk dan duduk manis di kursi mobil, di ikuti Lucas yang tak lama kemudian masuk ke mobil. Dengan tenang namun juga cepat, Lucas langsung menyalakan mesin mobil dan meniggalkan apartemen.

Menyetir di tengah jalanan yang sangat ramai, membelah jalanan dengan santainya meski raut wajah Lucas sangatlah serius saat ini. Rachel tak berani memandang Lucas terlalu lama, ia takut terpesona wajah itu.

" kenapa berhenti memandangku..? bukankah wajahku ini tak membosankan ... ? " Lucas menyadari kalau Rachel beberapa kali memandang ke arahnya, tapi gadis kecil itu tak berani memandang terlalu lama. Rachel sendiri gugup sekarang, ia tertangkap basah dan tak bisa mengelak. Berbicara dengan Lucas tak ayalnya seperti tak bisa bernafas namun juga tak memiliki kesempatan berbicara. Akhirnya Rachel hanya diam, ia mengitarakan pandangannya keluar jendela mobil sekarang. Menghindari Lucas agar ia tak lagi tertangkap basah.

Mobil melaju lumayan lama sampai langit sudah gelap gulita dan hanya di terangi lampu lampu jalanana. Rachel semakin bingung, keman mereka akan pergi sebenarnya. Semakin jauh mereka berkendara, ia semakin tak tau keberadaanya. Atau jangan jangan Lucas berniat membuangnya? Pikiran buruk itu tiba tiba melintas di otak Rachel. Membuatnya panik sesaat, tapi sebelum itu. ia melihat bangunan yang menjulang tinggi. Mobil semakin mendekat ke arah bangunnan itu, semakin dekat dan akhirnya mobil memasuki gerbang. Betapa terkejutnya Rachel ketika menyadari, ia kenal dengan bangunan ini.

Mobil berhenti dan Lucas pun keluar dari mobil, ia langsung menyeret Rachel untuk keluar. Mereka berjalan memasuki rumah itu dan di sambut dengan banyak pelayan yang membungkukan punggung mereka sambil menyapa dengan sopan kepada Lucas.

" Selamat malam Tuan ... "

Kalian ada yang pake webnovel? Kalau ngga may nunggu review dari Mangatoon, kalian bisa baca di webnovel