====== Sebuah renungan, tentang jodoh yang sudah di takdirkan dan di gariskan. Tak perlu gelisah, apa lagi resah~
Karena jika saatnya tiba, ia akan datang menghampirimu. Tak perlu mencari hati yang lain, karena hatimu sendiri yang akan menuntunmu padanya.
Dan jika saat itu tiba, rengkuh ia dengan sepenuh jiwamu. Jangan lepaskan, atau sakiti. Karena ia yang akan melengkapimu =====
Lucas berjalan masuk lagi ke dalam, apartemennya memang luas. Apartemen yang di rancang untuk orang yang tinggal sendirian, tapi punya banyak kemewahan. Apartemen ini hanya di gunakan Lucas ketika ia tak mau berlama lama berkedara ke rumahnya. Maka ia akan menginap di sini. Sendirian. Bisa di bilang, apartemen ini yang mengerti sosok Lucas yang sebenarnya. Bukan lagi sosok dingin dengan
sorot mata yang tajam, tapi sosok yang suram. Sosok Lucas yang sebenarnya, ia adalah pribadi yang pendiam. Lucas tak pernah mengatakan apapun yang ia pikirkan, ia tak pernah berbagi pandangan dengan orang lain. Ia terbiasa menyelesaikan masalah apapun sendirian. Itulah yang membuat orang orang di sekitarnya tak bisa membaca diri Lucas yang sebenarnya. Ia begitu tertutup.
Lucas berjalan masuk dan masih mendapati Rachel yang terduduk kaku di sofa, tatapan Rachel kosong. Lucas bisa menebak kalau gadis itu sedang berpikir dalam diam. Sekarang ia ada di kandang singa, ia sendiri yang menyerahkan diri sebagai umpan. Pasti Rachel sedang mengutuk kebodohannya sendiri.
" Kenapa kau masih diam seperti itu? kau tak berubah menjadi patung bukan ..? "
Suara Lucas menggema di ruang apartemen yang luas dan hanya ada mereka berdua. Suaranya itu sontak membuat Rachel terkejut, ia langsung tersadar dari lamunannya. Sebenarnya, ia tengah mempersiapkan diri. Bagaimanapun, ia sudah menjual dirinya sendiri. Apa lagi yang harus di siapkan kalau bukan mental?
" Maa..f maafkan aku ... "
Ini pertama kalinya Rachel berbicara dengan nada biasa, tak ada kata kata formal seperti saya atau anda. Rachel tak membutuhkan kesopanan itu lagi, ia sudah tak ada di posisi untuk di hormati di mata Lucas.
" mandilah, kamar mandi ada di sana .. "
Lucas mengacungkan tangannya, menunjuk ke arah pintu besar berwarna hitam arang. Hitam legam. Semua are bangunan hampir berwarna hitam, di beberapa sisi di beri warna abu tua. Warna elegan untuk orang berkelas, pastilah warna hitam. Pikir Rachel. Rachel bangkit dari sofa seraya meletakan jas Lucas yang ia gunakan untuk mengeringkan tubuhnya tadi di mobil. Ia berdiri berhadapan dengan Lucas. Tak di sangka Lucas mendekatkan dirinya ke arah Rachel, membuat Rachel kaget dengan gerakan tiba tiba Lucas yang menyibakan rambut dari telinganya.
" Mandilah... aku ingin lihat, barang yang barusan ku beli.... bersih .. "
Lucas beranjak sambil tersenyum, ia menikmati setiap kegugupan Rachel. Wanita Polos yang tak bisa berakting di depan laki laki. Ekspresi yang selalu bisa di baca Lucas ketika Rachel gugup ataupun malu. Rachel benar benar seperti kaca, bayangan itu yang terpantul dan bayangan itulah yang kau lihat. Rachel di tinggalkan dengan segala kegugupannya, ia langsung berjalan dengan terburu buru. Tak ada tempat aman di apartemen ini untuk bersembunyi dari Lucas.
Rachel langsung membuka pintu kamar mandi, ia mengunci pintu rapat rapat. Mungkin hanya kamar mandi, tempat yang paling aman untuk menghindari Lucas. Rachel menempelkan punggunya ke pintu kamar mandi, menghirup nafas dalam dalam dan menghembuskannya dengan rasa sesak. Seakan beban satu telah terangkat dari pikulannya, namun beban lain datang lagi. Beban yang lebih berat telah di sandangnya
barusan.
Rachel memegang gagang pintu, memastikan kalau pintu benar benar terkunci dengan rapat. Semua ini tak menutup kemungkinan kalau Lucas akan masuk tiba tiba dan melihat Rachel yang tengah mandi. Setelah beberapa kali memastikan pintu terkunci, Rachel bernafas lega. Ia bisa mandi sekarang. Tubuhnya sudah kedinginan dan lengket karena air huja yang jatuh ke bumi dengan berbagai polusi di dalamnya.
Kamar mandi itu begitu luas. Dengan hiasan marmer putih yang memenuhi dinding, membuat pencahayaan semakin maksimal. Meperlihatkan semua sudut kamar mandi yang mewah. Kamar mandi terbagi menjadi dua sisi dengan sekat pintu kaca. Shower dan bath up berada di sana, di balik pintu kaca buram. Rachel berada di sisi kamar mandi dengan wastafel dan berbagai alat mandi yang masih dalam kondisi baru. Rachel membasuh mukanya di depan kaca, membersihkan wajah sambil menutup mata. Menghapus semua bayangan buruknya.
Aku bisa, aku bisa melewati semua ini. Ini hanya sebentar, setelah Lucas bosan denganku. Aku akan bebas. Rachel terus menerus mengulang kata katanya rapat rapat di dalam hati, seolah itu dapat meyakinkan dirinya nanti. Kalau ia akan bebas. Rachel melihat pantulan dirinya kembali di cermin, wajahnya sudah segar dan bersih. Tapi bibirnya masih biru menahan dingin. Rachel langsung melepaskan kancing bajunya satu persatu, melepas pakaiannya yang sudah basah kuyup dan tak bisa di pakai lagi, menaruhnya di keranjang pakaian kotor yang teronggok kosong. Tak ada baju milik Lucas, satupun.
Rachel membuka pintu kaca, menutupnya kembali dan berjalan mendekati shower. Tubuhnya sudah telanjang bulat, tapi pikiran buruk kalau tiba tiba Lucas masuk ke kamar mandi terus terbayang di otak Rachel. Ia terus menengok tanpa alasan, hanya ingin memastikan kalau Lucas tak ada di dalam ruangan kamar mandi bersamanya. Perlahan Rachel menyalakan shower yang mengalirkan air hangat ke seluruh tubuhnya.
Air itu mengalir dan menenangkan otot otot tubuh Rachel yang sudah tegang sejak tadi, perlahan otot itu mulai tenang dan rileks. Rachel bisa sedikit menikmati waktunya ini. Waktu yang aman untuknya. Dengan sendirian tanpa Lucas.
Uap air panas mengembun di permukaan kaca, menutupi bayangan Rachel yang tengah membersihkan diri. Membiarkan Rachel dengan dunianya yang tenang. Dunianya yang damai sebelum Lucas datang.
*** 000 ***
Lucas masuk ke ruangan musiknya, melangkah masuk dan menjajakan kakinya ke seluruh penjuru ruangan. Mencari cari keberadaan Biola miliknya, entah kenapa ia tiba tiba ingin memainkan sebuah lagu sendu. Lagu sendu yang tengah terngiang ngiang di batinnya. Setelah menemukan Biola yang ia cari, Lucas langsung mengeluarkan Biola itu dari etalase. Itu adalah Biola yang di beli di lelang kemarin. Biola Rachel. Lucas sendiri masih bingung, kenapa Biola ini ada di tangan Rachel.
Lucas mengambil Biola itu dan menaruhnya di tangan kanannya, ia telah memegang Biola itu selama beberapa menit. Cukup lama. Mencoba menimang nimang, ia seperti mengenal Biola ini. Tapi tak pernah memainkannya sebelumnya. Pikiran itu membuat Lucas bimbang, apa
sebenarnya ia pernah menjumpai pemilik Biola ini sebelumnya atau tidak. Tapi Lucas membuang pikirannya jauh jauh, ia langsung memainkan lagu milik Beethoven. Fur Elise. Lagu cinta yang amat sangat pilu.
Menyayat dan menyakitkan untuk di dengar. Seakan lagu ini mewakili semua perasaan orang orang yang sakit hati dan terpisah jauh dari sang kekasih. Lagu ini membuat kita Mendengarkan perasaan seorang Beethoven yang tak beruntung dalam hal percintaan. Orang yang di elu elukan dunia, tapi miskin cinta. Tak ayalnya dengan Lucas. Ia bukannya tak ingin setia kepada satu perempuan. Tapi kisah cintanya terlalu tragis untuk di ceritakan. Terlalu miris untuk di ingat. Sejak saat itu, ia memutuskan. Tak ada lagi cinta. Namun cinta tak ayalnya perasaan yang muncul dengan sendirinya. Tak bisa di kendalikan atau di hentikan. Ia mengalir begitu saja.
Terkadang Lucas bisa merasakan perasaan perih itu lagi, perasaan ditinggalkan seorang kekasih. Itu membuat Lucas sadar, kalau hatinya tak sepenuhnya membatu, ia masih memiliki sisi lembut di hatinya yang bisa di masuki oleh perasaan cinta. Lucas semakin memperlambat gesekan busurnya, suara yang di hasilkan semakin melengking dan memilukan hati. Nadanya lambat namun konsisiten. Konsisten menceritakan bagaimana rasa sakitnya patah hati, berjuang untuk satu hati, namun akhirnya sendiri. Beethoven benar benar tak beruntung dalam perasaan. Ia mencintai banyak wanita, sakit hati dan bangkit lagi. Jatuh cinta lagi dan sakit lagi. Begit terus sampai akhir hidupnya. Itu membuat orang orang gemar menceritakan tentang kutukan musisi.
Kutukan bagi para musisi yang takan beruntung dalam cinta, kutukan yang mungkin ada benar dan tidaknya. Jika Lucas mainkan lagu ini dalam tuts piano, tangannya akan dengan lincah memainkan tuts piano dan memberikan sentuhan A minor. Ketukan cepat namun menyayat. Lagu yang sangat sedih, sama seperti lagu lain yang berjudul Moonlight. Lagu Beethoven yang bernuansa sendu. Sentuhan tuts yang tinggi namun berat untuk di dengar. Terlalu menyentuh untuk di saksikan. Lucas terlalu larut di dalam permainannya, ia tak menyadari dunia telah berputar. Tapi Lucas masih ingin tinggal di masa lalu. Tak sadar ia menutup matanya, memainkan memori masa lalunya yang lebih indah dari masa depan. Tak ada yang tau seindah apa masa depan itu, semua hanya tinggal menunggu saat bahagia mereka.
Rachel sudah selesai memebrersihkan tubunya, ia sudah selesai dari lima belas menit yang lalu. Tapi sekarang kebingungan melanda Rachel, tak ada baju bersih untuknya. Sekarang ia hanya menggunakan sebuah handuk yang tak membantu. Handuk putih yang hanya menutupi sebagian kaki dan dada Rachel. Tak bisa menutupi ketelanjangannya sepenuhnya. Rachel tadi keluar dari kamar mandi dengan was was, takut Lucas memergokinya yang tak berpakaian, hanya menggunakan handuk. Rachel mondar mandir di kamar dan mncari cari sesuatu untuk menutupi tubuhnya. Tapi nihil. Akhirnya Rachel memberanikan diri untuk membuka lemari Lucas. Aku hanya meminjamnya, iya. Aku hanya pinjam. Rachel bergumam sambil terus mencari pakaian yang Lucas yang bisa ia gunakan.
Tapi tak ada pakaian yang berguna. Semua hanya kemeja Lucas dan setelan jas yang senada dengan celana Lucas yang akan sangat panjang jika di pakai Rachel. Rachel terus mencari sampai ia menemukan kemeja yang lumayan besar, ukurannya jauh lebih besar dari kemeja lainnya.
Tergantung rapi di lemari. Rachel menempelkan kemeja itu ke tubuhnya. Setidaknya ini bisa menutupi tangannya. Dan panjangnya sampai lutut. Tak masalah. Rachel langsung mengenakan kemeja itu dan melempar handuk yang sudah basah itu ke sembarang kursi, ia sudah berganti dengan kemeja yang kedodoran di tubuh mungilnya. Tapi ini membuat Rachel puas, justru dengan ini Lucas takan melihat tubuh telanjangnya. Rachel mengambil kembali handuk basah itu dan hendak menaruhnya ke keranjang cucian kotor.
Rachelberjalan melewati ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka. Terdengar alunan nada Biola yang sendu di malam hari. Rachel bisa mendengar lagu yang tengah di mainkan itu. lagu Bagatelle Fur Ellise. Lagu yang di dedikasikan Beethoven untuk wanita misterius bernama Elis. Namun lagu ini sampai sekarang masih menjadi misteri. Tapi setiap titik nadanya bukan lagi misteri, melainkan sebuah kepastian. Nadanya yang dengan jelas menunjukan rasa sakit karena cinta. Itu sudah terdengar jelas ketika Beethoven memainkan lagu ini untuk pertama kalinya.
Rachel mendekati pintu dan semakin mempertajam indera pendengarannya, sampai ia tiba di depan pintu, ia bisa melihat Lucas yang tengah memainkan Biola dengan khidmadnya. Ia tengah mengegsekan busur ke senar Biola dengan mata yang tertutup, menghayati setiap nada yang ia mainkan. Rachel tanpa sadar ikut masuk ke lairan lagu, ikut merasakan kepedihan lagu, dan perasaan yang ingin di sampaikan Lucas
lewat Elis. Anda wanita bernama Elis itu tau, betapa ia sangat di cintai oleh Beethoven. Pasti ia adalah wanita paling bahagia, mendapatkan perwujudan cinta yang sangat abadi. Lagu yang melegenda dan semua orang tau, betapa besar cinta Beethoven untuk Elis.
Rachel masih melihat sosok Lucas yang buran, karena penerangan yang minim dan temaram. Membuat Lucas seprti sosok misterius yang tengah memainkan lagu cinta untuk kekasihnya. Rachel masih menikmati permaian Lucas sampi tiba tiba Lucas berhenti bermain. Membuat Rachel was was kalau keberadaanya telah di ketahui Lucas. Rachel langsung bersembunyi di balik dinging, menajamkan telinga andai saja
telapak kaki Lucas mendekatinya. Tapi Rachel salah, Lucas tak berhenti bermain. Ia melanjutkan permaiannya dengan lagu lain. Ini membuat Rachel bernafas lega. Kemudia Rachel tersadar, kalau ia tak bisa di sini lebih lama lagi.
Rachel langsung berlari dan menaruh handuk basah itu dengan asal ke dalam keranjang. Ia langsung berlari dan masuk ke dalam kamar, Rachel tak tau ada berapa kamar di apartemen ini. Tapi ia hanya menemukan satu, dan ruangan lainnya? Tak ada yang berpintu kecuali ruangan Lucas barusan. Hanya kamar mandi dan kamar. Ini berarti ia hanya bisa ada di kamar ini. Rachel terus menatap ke arah pintu,
mengantisipasi kedatangan Lucas. Rachel menunggu dengan siaga, tak tau kapan Lucas tiba tiba masuk. Entah dia akan diserang? Atau apapun itu. Rachel harus tetap waspada.
Rachel terus menerus menunggu sambil menatap pintu, pintu masih tertutup dan tak kunjung terbuka. Apa Lucas pergi? Ini sudah pukul sepuluh, kemana perginya dia malam malam begini. Apa dia tak akan datang kesini? Semua pertanyaan itu berkelibat di otak Rachel. Ia masih waspada dan terus waspada. Tapi sekarang sudah tengah malam, tubuhnya tak bisa bertahan dengan kesadaran penuh. Rachel bisa merasakan kantuk yang mulai membuat matanya terasa berat untuk di buka. Dan tanpa sadar Rachel sudah terbaring meringkuk di atas kasur. Menekuk kakinya seolah tangannya hendak menyentuh kaki. Posisinya mirip seperti janin yang melindungi diri.
Tepat pukul dua dini hari, Lucas baru memasuki kamarnya. Ia akan seperti itu, ketika ia tengah gundah. Ia takan ingat waktu, waktu seperti terhenti di dimensi Lucas. Ia bermain Biola tanpa sadar waktu sudah berlalu berjam jam. Kini ia memasuki kamarnya dan mendapati Rachel yang tengah meringkuk di atas kasur, meringkuk seperti bayi yang melindungi diri. Lucas tersenyum kecil, tangannya menggapai selimut dan menutupi tubuh Rachel yang dingin karena terpaan AC. Lucas menyadari Rachel tengah menggunakan kemeja miliknya.
" Kamu cukup pintar dengan menggunakan pakaianku, walaupun lebih menarik jika aku melihatmu telanjang ... "
Lucas berbicara sendiri sambil menutupi tubuh Rachel rapat rapat, memberikan perlindungan untuk tubuh kecil itu dari Ac. Lucas beringsut ke atas kasur, merebahkan diri di samping Rachel. Ia belum pernah mengajak perempuan manapun ke rumah maupun apartemennya. Rachel yang pertama. Melihat sosok Rachel yang ada di sampingnya, membuat Lucas sedikit merasa tenang. Ia mendekati Rachel dan mendekap
tubuh mungil itu dengan pelukannya. Lucas memeluk punggung Rachel dengan erat. Mencium leher Rachel yang menguarkan aroma wangi yang membuat Lucas tenang.
Tak sadar Lucas juga ikut tertidur di samping Rachel, entah mengapa. Berada di samping Rachel, Lucas bisa merasakan sedikit kedamaian. Seperti beban di pundaknya bisa ia tinggalkan sejenak dan ia bisa melemaskan ototnya sebentar. Selama puluhan tahun hidupnya, mungkin ini tidur paling damai yang pernah Lucas rasakan. Ia tertidur dengan sulas senyum di bibirnya, dengan tangannya yang memeluk Rachel.
Tidurlah, hidup terkadang terlalu hitam pekat menutupi warna lain Rachel, tapi tak berarti warna lain itu hilang. Hitam mungkin adalah hidupku, tapi bukan berarti aku hanya punya hitam di dalam hidupku. Aku punya banyak warna yang bisa ku tunjukan padamu, jika kamu mau melihatnya. Melihat warna itu jauh di dalam diriku. Tidurlah, Rachel. Tidurlah.