William segera bersiap dan menuju ke parkiran mobilnya.
"Oh shit! I forgot my car was destroyed. Aghh.." gerutu William memegang kepalanya.
Dia segera menghubungi Jack dan minta dikirimkan mobil sejenis. William menunggunya disebuah cafe dekat apartment sembari sarapan. 1 jam kemudian Jack datang. William menggerutu lagi.
Mereka berbicara bahasa Inggris.
"Hai Will. Good morning." Sapa Jack dengan senyum merekah.
"Are you crazy?! This car.. agh.. this is different!" Pekik William mendatangi Jack ke mobil barunya.
"Waktunya tak cukup jika harus cari yang sama dengan Mustangmu. Hanya ada ini." Ucap Jack menunjuk Chevrolet Camaro hitam di sampingnya.


William bertolak pinggang dan mengerutkan keningnya.
"Sial! Apalagi alasanku pada Rio kali ini dengan mobil baruku. Ah sudahlah pikirkan nanti." Gerutu William dalam hati.
"Aku tahu kau kesal. Tapi.. aku sudah menyiapkan banyak fitur baru disini. Come in and take a look." Ucap Jack sembari membuka pintu mobil dan masuk ke dalam.
William menghembuskan nafas keras. Dia pun masuk ke mobil barunya dan duduk di kemudi. Jack duduk disampingnya.
"Banyak tombol tersembunyi disini." Ucap Jack menekan pada handle stir. William tertegun.
"Ini hanya bisa diaktifkan sidik jari. Nah letakkan kedua tanganmu pada setir ini. Pegang yang kuat. Biarkan komputer memindai semua sidik jari pada kedua tanganmu." Ucap Jack sembari mengotak atik menu pada layar sentuh samping kemudi.
Status : ACCEPT
William menyeringai.
Tak lama menu pada layar sentuh samping kemudi berubah menjadi fitur senjata. William terkesima. Dia mengamati menu-menu dalam layar itu seksama.
"Jika kau menekan huruf R maka.. "SEETTT" nah atap pada mobilmu terbuka." Ucap Jack menerangkan sembari menunjuk ke atas atap yang terbuka.
William menggangguk senang. Dia kembali menekan tombol R untuk menutup atap mobilnya.
"Jika kau pencet huruf J, but wait.. jangan.. ini untuk kursi pelontar. Kau akan terlontar dari dalam mobil bersama dengan kursimu dan ada parasut dibelakangnya. Tapi pastikan atap mobilmu terbuka, jika tidak ya tak akan bisa melontar. Kau paham?" Tanya Jack menatap William seksama.
William mengangguk paham.
"Bagus. Nah ini yang kusuka. G. Jika kau pencet, maka senjata dari bawah bemper mobil akan keluar disudut kanan dan kiri. Menembakkan secara otomatis dari pencetan tombol klakson ini. Hanya saja untuk isi ulang, aku belum sempat mengembangkan teknologinya. Hehe.. jadi berhematlah dalam memakai peluru." Ucap Jack meringis.
William menggelengkan kepala dalam senyumnya.
"Dan bonus. Aku beri pistol semi otomatis, sama dengan yang kau pakai sekarang beserta pelurunya." Ucap Jack dengan senyum merekah membuka dashboard di depan kursi sampingnya.
"Hmm.. thanks Jack. This is awesome. I like it." Ucap William mantab memegang setirnya.
"Mobil ini juga dilengkapi kaca anti peluru tapi hanya dibagian depan, samping kanan dan kiri mu. Bagian belakang dan tengah tidak. Jadi pastikan kau jangan duduk dibelakang jika ingin selamat. Oke?" Ucap Jack sembari membentuk simbol O pada jarinya.
William menghembuskan nafas pelan. Dia mengangguk.
"Baiklah sementara itu saja. Jaga baik-baik mobil ini." Ucap Jack sembari membuka pintu mobil dan keluar.
William membuka kaca mobil tempat Jack duduk tadi dan melemparkan kunci Mustangnya. Jack dengan sigap menangkapnya. Jack bingung.
"Nah. Tolong rapikan Mustangku dan buat fitur yang sama persis seperti Camaro ini. Oia Jack 1 lagi. Tolong bayarkan tagihan sarapanku di cafe itu. Pelayan itu sudah terlihat kesal. Oke, sampai jumpa Jack." Ucap William cuek sembari melambaikan tangan dari dalam mobil dan meninggalkan Jack sendirian.
"What?!" Pekik Jack bingung.
Jack menoleh dan melihat pramusaji di cafe itu menyilangkan kedua tangan menatap Jack kesal. Jack menelan ludah dan meringis.
"Hehe.. berapa ta..gihannya?" tanya Jack tak enak hati sembari merogoh uang dalam kantong celananya.
"William sialan. Akan kubalas kau nanti!" Pekik Jack dalam hati.
William pun segera pergi ke alamat yang ditulis dalam kertas dengan GPS dalam mobil sebagai penunjuk arah. Dia pun sampai pada sebuah pinggiran kota dan bertemu di bawah jembatan. William melihat sebuah mobil Range Rover hitam dengan orang-orang bertubuh kekar menunggunya diluar mobil.
William mengatur nafasnya dan merapikan setelannya. Dia keluar mobil dengan santai dan mendatangi para bodyguard itu.
"William?" Tanya salah seorang bodyguard.
"Yes." Jawab William singkat.
Tiba-tiba kaca kursi tengah terbuka. William meliriknya. Dia terkejut. Lelaki di dalam mobil itu salah satu mafia paling dicari oleh CIA. Roberto asal Argentina yang rumornya menyelundupkan senjata ilegal dengan kamuflase pengiriman atlet sepak bola ke negara-negara diluar Amerika. William menatapnya seksama.
"Jika kau sekali lagi berani membuatku menunggu. Akan ku gorok lehermu saat itu juga dan kulemparkan kepalamu untuk dijadikan bola mainan anjingku. Kau mengerti, William?" Ucap Roberto keji.
William menelan ludah. Dia mengangguk sopan.
"Sorry Mr. Roberto. This will not be repeated again." Jawab William sopan.
Roberto kembali menutup kaca mobilnya. Bodyguard Roberto memberikan sebuah koper pada William. Mereka lalu kembali ke dalam mobil dan pergi meninggalkan William. Dia penasaran akan isinya tapi tak bisa membukanya karena ada nomor kombinasi di dalamnya. William pun membawanya ke mansion Rio.
Sebelum pergi, William mengirimkan pesan kepada R tentang nama keluarga Tomy dan kegiatannya hari ini dimana dia bertemu Roberto. William mengirimkan pesan langsung dari menu layar sentuh di mobilnya. Segera William bergegas agar tak dicurigai Rio.
William sampai di mansion sore hari. Dia menenteng koper pemberian Roberto. Rio sudah menunggu di pinggir kolam renang bersama Igor dan para wanitanya yang sedang pesta koktail dan bikini. William sempat tergoda tapi dia menahan diri.
"Ini barangmu Rio." Ucap William sembari memberikannya pada Rio.
Tapi Rio meminta Igor yang menerimanya. Igor mengambil koper itu dan membuka isinya. William penasaran. Dia juga kaget karena Igor tahu nomor kombinasinya.
CEKLEK!
Koper itu terbuka. William mengerutkan keningnya. Ternyata isinya narkoba dan ganja yang sudah dijadikan rokok. William menatap Rio tajam.
"Hey girls. Come here! it's party time!" Ucap Rio santai sembari merentangkan tangannya menyambut para gadis yang mendatanginya dengan centil.
Mereka memeluk Rio dan duduk dipangkuannya. Igor juga ikut pesta narkoba dan ganja. Mereka berdua terlihat asik dengan barang haram itu. William hanya menatap mereka heran.
"William jangan diam saja. Sini ikut bersama kami." Ucap Rio memberikan sabu padanya.
William tertegun.
"Ah no thanks Rio. I'm tired. Can i just go back to my room? Please." Ucap William memasang muka letih.
"Okay." Jawab Rio santai.
William pun segera pergi dari pesta narkoba itu dan kembali ke kamarnya. Ternyata Sia mengikutinya dari belakang. Saat William membuka pintu ia kaget setengah mati Sia menepuknya dari belakang.
"Oh my god, Sia! You shocked me!" pekik William memegang dadanya dan terkejut melihat Sia.
Sia malah tertawa gembira.
"Hahaha.. your face.. so funny.. hahahaha.." tawa Sia sampai berlinang air mata.
William diam saja. Ia kesal.
"Ada apa kau mencariku?" Tanya William datar.
"Tak ada. Hanya saja aku heran kau tak mau ikut bergabung dengan pesta kakakku. Bukannya kau suka gadis-gadis dan alkohol ya?" Ledek Sia.
William menghembuskan nafas pelan.
"Aku lelah mau istirahat." Ucapnya malas.
"Mmm.. Camaro hitam di depan punyamu? Kenapa ganti mobil?" Tanya Sia penasaran.
William menelan ludah. Jantungnya berdebar-debar. Dia berfikir keras.
"Itu karena peyok atas kejadian semalam. Kau tak ingat? Tadi aku membawanya ke bengkel temanku. Dia meminjamkan mobilnya padaku. Kita bertukar sementara sampai mobilku bagus seperti semula." Ucap William kembali berbohong.
"Oh begitu. Ya sudah. Istirahatlah. Aku juga mau tidur. Bye William." Ucap Sia manja sembari melompat kecil meninggalkannya.
"Apa dia mencurigaiku? Wah ini gawat." Batin William kembali panik.
William segera masuk kamar dan menelanjangi dirinya. Dia minum beer dingin seusai mandi dan duduk di bingkai jendela menatap pemandangan pantai dari dalam kamarnya.
"Sampai kapan aku akan bekerja seperti ini. Berbohong, membunuh dan bercinta." Batin William dengan polosnya.
William teringat akan kata ibunya dulu saat dia masih miskin. Ibunya berkata "William, jika kau nanti sudah dewasa. Hiduplah sewajarnya. Menikahlah dan miliki anak. Hidup dengan sebuah keluarga adalah kebahagiaan hidup sesungguhnya. Meskipun kini keluarga kita sudah tak lengkap karena tak ada ayah bersama kita, tapi ibu masih bahagia karena memilikimu." Ucap ibu William kala itu sembari mengusap pipinya.
Hati William tiba-tiba sesak, sedih dan pilu mengingat hal itu. Dia segera menghabiskan beer dinginya dan langsung merebahkan diri di ranjang, telanjang tak berpakaian. Dia hanya menutupi tubuh bawahnya dengan selimut.
William melipat kedua tangannya dan menjadikan bantal untuk kepala belakangnya. William menatap langit-langit kamarnya. Dia menghembuskan nafas pelan. Perlahan William menutup matanya dan ia pun tertidur pulas.