Chereads / Secret Mission / Chapter 17 - I Choose You

Chapter 17 - I Choose You

Sia menatap mata William dalam. Entah kenapa jantung William mendadak berdetak kencang. Tiba-tiba Sia mendekatkan wajahnya dan CUP, Sia mencium bibir William sepintas. Mata William terbelalak, ia kaget dengan yang Sia lakukan. William memundurkan tubuhnya perlahan. Ia berpaling dari Sia.

Sia mengigit bibir bawahnya. Ia malu dengan yang barusan ia lakukan.

Mereka berbicara bahasa Inggris.

"Kau takut terpotong menjadi beberapa bagian kah, William?" Ucap Sia meledeknya dan melirik William.

William menghembuskan nafas pelan. Dia masih memalingkan wajahnya. Sia kembali mendekatinya dan memberanikan diri memeluknya. William tertegun. Sia menyenderkan kepalanya di bahu William yang tak sakit. William diam saja. Dia bingung harus bagaimana.

"Aku tak akan membiarkanmu dipotong-potong oleh Rio. Aku.. aku menyukaimu, Will." Ucap Sia gugup.

William masih diam saja. Perlahan ia melepaskan tangan Sia dan menatapnya tajam. Tangan Sia berada dalam genggaman William.

"Aku bukan lelaki baik, Sia. Kau pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik dariku." Ucapnya lirih.

Sia tersenyum tipis.

"Tomy maksudmu? Sayangnya Tomy sudah tak ada. Biasanya.. orang yang mengatakan bahwa dirinya tak baik dan tak pantas, sebenarnya dia sangatlah pantas." Ucap Sia dengan tersenyum.

William masih diam dan menatap senyuman Sia.

"Aku kembali single dan gadis single ini, ingin sekali menghabiskan hari-harinya bersama bodyguardnya yang rela terluka karena melindunginya. Aku.. aku memilihmu, William." Ucap Sia sembari mendekatkan diri ke tubuh William dan kini malah duduk di pangkuannya.

William tertegun akan aksi nekat Sia. Sia melingkarkan kedua tangannya di leher William dan menatapnya dengan senyuman manis.

"Matamu sejernih lautan, kilau birunya aku suka." Ucap Sia menatap dalam mata William.

"Kau benar-benar mabuk rupanya."

"Ehem, aku mabuk kepayang padamu."

Sontak William terdiam dengan ucapan Sia. Ia tak menyangka jika Sia bisa menggombal juga. Tapi gombalan Sia terasa begitu jujur dan lugu, berbeda dengan rayuan Selena. Kembali Sia mendekatkan wajahnya dan dengan ragu mengecup bibir William perlahan. CUP. William bisa merasakan ciuman polos Sia.

"Jangan bilang ini ciuman pertamamu." Ucap William penasaran.

Sia menelan ludah. Ia memalingkan pandangannya. William terkekeh. Sia kini menatapnya kembali dan terlihat sebal.

"Kau meledekku? Aku bisa lebih baik ketimbang tadi. Aku.. aku hanya pemanasan." Ucapnya berdalih.

William merasa hal ini sangat lucu. Ia pun kini melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Sia dan menariknya hingga menempel pada dada William. Giliran Sia yang gugup kali ini. Jantungnya berdetak cepat.

"Coba lakukan lagi. Aku penasaran yang katamu "lebih baik lagi" hehe." Ucapnya menyindir.

Sia kesal. Dia melepaskan rangkulan di leher William. Tapi dengan cepat William menarik tengkuk Sia hingga kembali dalam dekapannya dan CUP.. Sia tertegun. William menciumnya dengan sangat lembut dan pelan. Sia masih membuka matanya. William menutup mata Sia dengan tangan kanannya. William tak ingin Sia gugup dengan hal ini.

Sia mulai terlena dengan ciuman William yang memainkan bibir bawahnya dan melu**tnya perlahan. Mata Sia kini terpejam. William kembali mencium seluruh bibir Sia dan mulai menjulurkan lidahnya lembut ke dalam mulutnya. Lidah Sia perlahan menyambutnya. William merapatkan pelukan Sia dan "Aw.." rintih William melepaskan ciumannya. Sia tertegun.

"Ada apa?" Tanya Sia bingung.

"Jangan sentuh lukaku." Ucapnya mengingatkan.

"Ups. Sorry." jawabnya genit.

William tersenyum lebar. Sia pun balas tersenyum. William memegang wajah Sia dan kembali menciumnya perlahan. Kini Sia menyambutnya. Sia mulai terbiasa dengan gaya berciuman William. Perlahan William memijat tengkuk Sia dan pinggulnya. Sia mulai menikmati sentuhan-sentuhan lembut William.

"Jadi seperti ini rasanya berciuman.. ahh~ terasa hangat dan lembut.." batin Sia mulai bergelora.

William perlahan menyelipkan kedua tangannya kedalam kaos Sia. Bahkan William masih sempat berfikir dimana Sia membeli kaos dan celana jeansnya? Seingat William, Sia mengenakan gaun berwarna peach saat menghadiri pesta pertunangan dengan Tomy.

William melakukannya secara perlahan dan lembut tak seperti ketika bercinta dengan Selena yang penuh dengan desahan, cakaran dan gairah hingga berkeringat hebat. William tak mau pengalaman pertama Sia ini akan menjadi mimpi buruk baginya. William berusaha menahan gairahnya untuk memanjakan Sia.

Sia pun terlena. Dalam ciumannya, William melepaskan kaos Sia dan memijat lembut punggungnya. Sia mulai mengeluarkan desahannya. Sia pun mengikuti gerakan William tapi ia sadar jika bahu William sakit, Sia pun memijat tengkuk dan kepala belakangnya. William suka cara belajar cepat Sia.

William merebahkan tubuh Sia perlahan di ranjang perlahan. Ia menciumi wajah, leher sampai ke perutnya dengan lembut. William mulai membuka kancing celana jeans nya dan melepaskannya perlahan. Jantung Sia berdebar. Ini pertama kali buatnya. William terkekeh melihat Sia gugup yang mencoba mengatur nafasnya berulang kali. Ia pun mematikan lampu dan membiarkan ruangan gelap dan hanya bersinar bulan.

William pun mulai menelanjangi dirinya. Terlihat Sia tersipu malu dan menutup wajahnya. William makin gemas melihat tingkah Sia.

Ada perasaan tak tega dalam dirinya karena William tahu benar dia lelaki seperti apa. William pun kembali mendekati Sia dan menempelkan tubuhnya hingga mereka benar-benar melekat. William membelai lembut wajah Sia. Sia menatap mata biru William dalam.

"Sia, apa benar kau ingin melakukan ini? Kau tak menyesal?" Tanya William sekali lagi untuk meyakinan perbuatannya nanti.

"Yes.. yes.." ucap Sia dibarengi anggukan berulang kali.

"Ini akan sakit. Yakin kau siap?" Tanyanya lagi karena masih tak tega melakukannya.

"Oke." Jawabnya yakin.

William menghembuskan nafas pelan. Sia tahu dengan pertanyaan William barusan, dia semakin yakin bahwa William orang baik. Sia makin menyukainya. Ia memegang tengkuk William dan kembali menciumnya. Perlahan membelai lembut kepalanya dan merapatkan ciumannya.

"Hmm.. dia benar-benar ingin melakukannya. Baiklah setelah ini aku tak segan lagi pada Rio dan Igor." Batin William.

Segera dia menyambut ciuman Sia dengan lebih agresif. Sia cukup terkejut dengan gerakan William yang menjadi liar tapi Sia menyukainya. Seakan lupa dengan luka dibahunya, William melakukan gerakan-gerakan sensual pada tubuh Sia. Ia mulai membuka kancing pada penutup dua tempurung Sia yang masih padat dan bulat itu.

Pertama kalinya dua gundukannya dijamah oleh lelaki dan Sia pun langsung reflek. Ia menggeliat dan mendesah lirih akan pijatan dan jilatan lembut William. Sia mulai kehilangan pikirannya. William dengan sigap turun ke bagian tubuh bawah Sia dan "Oh.. Will.. ahh~ emm.. pelan-pelan.." ucap Sia mulai tak bisa menahan gairahnya.

William tak menjawab dan masih asik memainkan lidahnya disana. Sia memegang kepala atas William kuat dan mengapit wajahnya diantara selangkangnya. Sia tak bisa menahannya lagi dan TESS.. "Oh," William terkejut. Sia menggigit bibir bawahnya dan terlihat malu. "Sorry.." ucapnya tak enak hati.

William tertawa. Ia segera mendatangi Sia dan menciumnya lagi. William menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah Sia.

"Kau sudah basah harusnya tak begitu sakit." ucap William.

"Are you ready?" tanyanya memberi aba-aba.

Sia mengangguk. William mulai mengarahkan miliknya ke liang Sia. Terlihat Sia begitu cemas. Perlahan William menyodokkan miliknya dan melebarkan kaki Sia. Ia pun menuruti arahan William. Sia memegang kedua bahu William pelan. Terlihat dahi Sia berkerut, ia menahan sakit dan William tahu itu. Sia makin kuat mencengkeram bahu William dan "Aw.." Sia dan William merintih bersama.

Keduanya saling berkerut kening dan memandang. "Sakit" jawab mereka berdua bersamaan. Sia dan William tertawa bersama. Sia sakit karena milik William menerobos dindingnya sedang William kesakitan karena Sia menekan luka dibahunya. Sia memeluk kepala William dan menempelkan di dadanya. Entah kenapa bagi William, bercinta dengan cara seperti ini terasa menyenangkan untuknya.

Kembali William menyodokkan miliknya dimana kepala mungilnya sudah berhasil menembus dinding kepera***an Sia. Antara sakit dan nikmat sudah tak bisa Sia bedakan. Dia hanya bisa mendesah dan merintih di waktu bersamaan. Desahan Sia yang begitu lugu dan polos membuat William makin bergairah karenanya. Liang Sia makin basah dan licin. William sampai lupa rasa menjebol kepera***an seorang gadis.

Hanya dengan satu gaya bercinta saja sudah membuat William mencapai klimaks. Ini tak seperti biasanya dimana dia harus melakukan setidaknya 5 gaya agar membuat dirinya puas.

Tapi malam itu liang Sia yang masih begitu sempit membuat William ikut merasakan dia seperti perjaka lagi. Sia pun sudah mencapai klimaks. Wajahnya sudah merah padam. Cengkramannya makin kuat, rambutnya sudah berantakan dan tubuhnya sudah berkeringat.

Desahannya pun makin kuat ditambah geliat tubuhnya yang tak mampu menahan sodokan William yang makin dalam dan CROOT! "Agh.. ahh.." William mengeluarkannya di perut Sia. Sia menutup wajahnya rapat karena semburannya sampai ke wajah dan rambutnya.

"Aaa.. William!" Teriak Sia.

William hanya terkekeh karena ia juga tak bisa mengendalikannya.

"Haha.. maaf.. maaf.. akan ku bersihkan." Ucapnya.

Saat William akan beranjak, Sia memegang tangannya. William menatapnya seksama.

"Kita mandi bersama saja. Bagaimana?" ucapnya genit.

William mengangguk. Mereka berdua pun segera masuk ke kamar mandi. William membantu menggosok tubuh Sia dan menghilangkan cairan spermanya di bawah guyuran shower yang lembut. Mereka pun berendam bersama dengan air hangat dalam canda tawa. Terlihat senyum merekah di wajah Sia dan William. Mereka terlihat begitu bahagia.

William ikut mengeringkan rambut Sia yang basah dengan handuknya. Sia tersenyum lebar sembari memegang pinggul William. Merekapun membungkus tubuh masing-masing dengan handuk milik Roberto. Saat akan kembali tidur, Sia diam seketika. William menatap Sia seksama.

"Ada darah diatas ranjang. Apa lukamu kembali terbuka?" tanya Sia dengan polosnya.

William terkekeh. Dia menarik sprei di kasur itu dan mengelap darah yang berlendir itu dengan tisu dan membuangnya ke tempat sampah.

"Ini darahmu bukan darahku." jawabnya sembari berjalan melewati Sia membawa sprei putih yang sudah terkena noda darah kepera***an Sia.

Sia tertegun. Mulutnya terbuka lebar. William kembali mendekatinya dan memeluknya dari belakang. Sia balas memegang kedua tangan William.

"Kau menyesal?" tanya William lagi.

"Tidak. Apa dengan ini berarti.. aku sudah menjadi milikmu?" tanya Sia sembari menoleh dan menatap wajah William seksama.

William meletakkan dagunya di bahu Sia. Ia mengangguk. Sia tersenyum senang. Ia pun mengecup pipi William sekilas dan melepaskan pelukannya. Sia mengambil sprei baru di lemari Roberto dan memasangkan ke kasurnya. William ikut membantu. Sia merebahkan tubuhnya ke ranjang Roberto yang sudah rapi.

William berjalan menuju pintu utama yang belum ditutup itu. Ia melihat sekeliling mengecek keadaan. Dirasa aman, iapun menutup dan mengunci pintunya. Malam itu Sia dan William tidur bersama berselimut tebal menutupi tubuh telanjang mereka.

"Besok.. apa yang akan terjadi ya, William?" Tanya Sia yang tidur dibawah ketiaknya dan memeluk perut William seperti guling.

"Entahlah. Tapi.. jangan salahkan aku jika aku harus menghajar Rio dan Igor jika mereka berniat memutilasiku." Ucap William serius menatap langit-langit di kamar Roberto sembari mengelus lembut rambut Sia yang masih sedikit basah.

Sia tersenyum manis memejamkan matanya.

"Tak akan kubiarkan." Ucapnya santai.

William tersenyum tipis dan memegangi bahu Sia lembut. Tak lama mereka berdua pun tidur terlelap.