Chereads / Secret Mission / Chapter 12 - New Job

Chapter 12 - New Job

William terbangun karena seseorang mengetuk pintunya. Tak terasa malam sudah menjelang. Matahari sudah digantikan bulan. William masih telanjang dan hanya menutupi tubuhnya dengan jubah tidurnya. William membuka matanya yang masih mengantuk. Berjalan perlahan membuka pintu kamarnya.

CEKLEK..

Mereka berbicara bahasa Inggris.

"Yes. Oh Rio. May i help you?" Ucap William kaget Rio yang muncul dibalik pintunya.

"Kau bersiaplah. Ikut aku malam ini. Kita ke Rusia." Ucap Rio serius.

William tertegun. Dia pun mengangguk. William kembali masuk membuka lemari bajunya. Rio juga ikut masuk ke dalam. William bingung tapi dia cuek saja.

Saat William akan memakai baju, Rio masih disana berdiri menatapnya memasukkan kedua tangan ke dalam kantong celana depannya. William canggung. Pintu kamar pun masih terbuka.

"Mm.. Rio. Aku mau berpakaian dulu. Kau bisa tunggu diruang tamu. Aku akan menyusulmu nanti." Ucap William sungkan.

"Kenapa? Kau bukan gay kan? Atau ada yang kau sembunyikan di tubuhmu hingga aku tak boleh melihatnya?" Tanya Rio cuek.

William tersenyum tipis. Dia pun terpaksa telanjang di depan Rio dan memakai baju serta celana di depannya. Rio hanya berdiri diam menatapnya seksama.

"Punyamu boleh juga." Ucap Rio santai menilai kejantanan William.

William tertunduk sungkan. Dia hanya tersenyum miring.

"Dia ini memang tidak waras. Apa tidak risih berperilaku seperti itu?" Batin William sembari mengancingkan celananya.

Ternyata diam-diam Sia mengintip dari balik pintu kamar William. Wajahnya merah merona dan tersipu malu. Sia pura-pura baru datang, ia pun mengetuk pintu.

"Oh.. you're here." Ucap Sia tersenyum manis.

"Hallo Sia. What happend?" Tanya Rio sembari merangkul pinggang Sia.

"Aku kira kau dimana, ternyata disini." Ucap Sia dengan senyum mengembang.

"Aku sudah siap. Kita bisa berangkat sekarang." Ucap William sembari membawa sebuah tas jinjing berisi semua perlengkapan selama di Rusia.

Rio pun menggandeng Sia dan mereka berjalan berdua menyusuri lorong menuju ke mobil. Igor sudah menunggu mereka. Segera mereka pergi ke bandara dan terbang menggunakan jet pribadi milik Rio. Sia mengajak William makan malam. Rio membahas bisnis dengan Igor di ruangannya.

Sia dan William asik mengobrol santai sembari makan malam di pesawat.

"So.. apa yang kita lakukan di Rusia nanti?" Tanya William sekalian mencari informasi.

"Ayahku butuh tambahan orang untuk pekerjaannya kali ini. Aku juga tak begitu tahu secara mendetail. Aku hanya ikut saja tapi tak terlibat pekerjaan kalian nanti. Aku hanya numpang berbelanja dan jalan-jalan." Ucap Sia santai sembari mengunyah ikan salmonnya.

William mengangguk paham. Dia makin penasaran dengan pekerjaannya nanti selama di Rusia.

"Akhirnya aku bisa terlibat langsung dengan bisnis Julius. Penantianku terbayarkan." Ucap William dalam hati yang puas.

"Oia Sia. Aku penasaran. Saat Igor mencekikku, apa yang kau lakukan pada Rio hingga dia melepaskanku?" Tanya William santai.

Sia menelan ludah. Dia tak jadi memasukkan asparagus dalam mulutnya. Dia meletakkan kembali sayuran hijau itu ke piringnya. William menatap Sia curiga.

"Mm.. aku hanya.. membiarkan Rio mengecek untuk memastikan bahwa aku tak bercinta denganmu malam itu." Ucap Sia tertunduk mengapit kedua tangan di ujung lututnya.

William bingung, dia mengerutkan kening.

"Maksudnya? Sorry.. i don't understand." Ucap William menatap Sia seksama.

Sia salah tingkah. Dia meneguk wine di depannya dan melirik William sekilas. William menyenderkan punggungnya dan menatap Sia seksama sambil mengunyah wortelnya.

"Mm.. dia menyentuh pembalutku makanya dia melepaskanmu." Ucap Sia malu.

Sontak William langsung tersedak bahkan hampir muncrat mengenai wajah Sia. Dia langsung menutup mututnya dengan serbet di mejanya. William kesulitan menelan makanan dimulutnya. Dia pun segera minum wine nya bahkan sampai habis. William mengatur nafasnya.

"Wait, what? Rio menyentuh apa?" tanya William lagi memastikan.

Sia terlihat kesal.

"Aku sengaja melakukannya agar Rio percaya. Jika tak begitu, kau akan dibunuh olehnya. Aku sengaja membiarkan Rio menyentuh milikku, hanya saja saat itu aku sedang memakai pembalut. Aku sedang mens." Ucap Sia kesal.

William menatap Sia tajam entah apa yang dipikirkan. Sia memalingkan wajahnya tak sanggup menatap William.

"Aku ucapkan terima kasih sudah menolongku saat itu. Jika tidak mungkin.. yah.. kau taulah.." ucap William menggoyangkan kepalanya.

Sia tersenyum.

"Kau berhutang 1 nyawa padaku. Akan aku ingat itu." Ucap Sia serius.

"Well oke." Ucap William tersenyum tipis sembari menyenderkan punggungnya

William kembali menatap Sia.

"Sebenarnya hubungan macam apa kau dengan Rio hingga kau bisa membiarkannya melakukan hal itu padamu? Kau tahu, kalian kakak beradik yang sangat aneh." Ucap William menggelengkan kepala dan menuangkan wine ke gelasnya.

Sia kembali menatap William.

"Mm.. sebenarnya.. Rio itu bukan kakakku. Maksudku, bukan kakak kandungku. Dia kakak lain ibu." Ucap Sia jujur.

William tertegun bahkan matanya sampai melotot. Wine digelasnya sampai meluap dan menggenang di meja karena dia kaget dengan cerita Sia. Segera Sia mengambil botol anggur dari tangan William. William pun baru menyadari kebodohannya. Mereka berdua sama-sama panik dan mengelap meja dengan tisu.

"Wah.. ini benar-benar kejutan, kau tahu?" Ucap William sembari mengelap meja.

Sia tersenyum kecut.

"Jangan bilang siapa-siapa ya. Semua orang tahunya aku adik kandung Rio. Hanya kau dan Igor saja yang tahu hal ini." Ucap Sia sembari mengumpulkan semua tisu lalu berdiri dan membuangnya ke tempat sampah.

William mengangguk.

"Pantas saja Rio bersikap demikian. Sepertinya Rio ada rasa dengan Sia. Tapi Sia, entahlah." Batin William menebak sembari menatap Sia seksama.

"Lalu kau dengan Tomy. Apa yang menjadikan kalian berdua harus menikah?" Tanya William yang masih penasaran.

Sia kembali duduk di depan William dan meneguk wine nya. Dia menghembuskan nafas pelan.

"Sebenarnya yang dijodohkan bukan aku dan Tomy, tapi Rio dan Selena. Tapi karena mereka berdua sama-sama menolak jadi.. ya.. akhirnya aku yang harus menikah dengan Tomy." Ucap Sia sembari menggerakkan dagunya.

William mengangguk. Dia kembali makan daging dombanya. William mengunyah sambil berfikir.

"Kenapa aku jadi kepikiran dengan kisah hidup gadis ini. Aneh. Itukan bukan urusanku. Tujuanku adalah Julius bukan Rio ataupun Sia." batin William bingung.

Akhirnya William dan Sia pun kembali ke kursi masing-masing. Sia tertidur selama penerbangan ke Rusia. William menatapnya seksama dalam diamnya.

Merekapun sampai di Rusia pagi hari. Mobil limousine sudah menjemput di bandara. Sia dan Rio duduk berdampingan dan berseberangan dengan William dan Igor. Tiba-tiba Igor menutup kepala William dengan kain hitam dan memborgolnya. William panik seketika.

"Maaf William. Kami harus merahasikan tempat ini padamu. Jadilah anak yang baik, jangan melawan. Maka kau akan selamat sampai tujuan." Ucap Rio serius.

William langsung duduk diam. Entah apa yang dipikirkannya.

"Hmm.. tadi terakhir kami melewati Stadion Krasnodar." Ucap William dalam hati.

Diam-diam William menghitung, mengingat dan merasakan arah pergerakan mobil. Hingga akhirnya mobil itu berhenti. Terdengar beberapa orang berbicara Rusia. William ditarik tangannya oleh Igor dan dituntun masuk ke sebuah rumah. William didudukkan dan dibuka penutup wajahnya.

William membuka matanya perlahan karena silau cahaya lampu. William tertegun. Tempat itu mirip sebuah markas bawah tanah. Redup dan pengap. Tak ada jendela. Dinding pun dari batu. William menatap tempat itu seksama. Dia tak mengenalinya.

Banyak penjaga berseragam hitam dengan senjata laras panjang dan parang dipinggangnya dan sebuah simbol berbentuk bintang berwarna merah pada lengan baju para penjaga itu. William diam saja.

"William. Kau sudah kenal dengan Tuan Roberto kan?" Tanya Rio sembari menandatangani sebuah dokumen dari seorang wanita Rusia yang sexy.

Wanita itu melirik William dengan tatapan menggoda. William tersenyum tipis. Igor melepaskan borgol William. Sia tak terlihat disana entah dia ada dimana.

"Ya. Walaupun aku baru bertemu dengannya sekali." Ucap William sembari memijat pergelangan tangan yang terborgol tadi.

"Selama di Rusia, kau akan menjadi bodyguardnya. Tugasmu mendampinginya dan mengamankan Tuan Roberto selama berbisnis. Kau mengerti?" Ucap Rio tajam menatap William seksama.

William bingung.

"Lalu bagaimana dengan Sia? Bukankah seharusnya aku menjadi bodyguardnya?" Tanya William heran.

"Selama di Rusia, Sia aman. Kau tak perlu khawatir. Sekarang prioritasmu adalah melindungi Tuan Roberto. Jika kau kabur, kau akan dibunuh. Kau berkhianat, kau dibunuh, kau menolak, maka?" Tanya Rio menaikkan salah satu alisnya.

"Ya. Aku dibunuh." Ucap cepat.

"Good. Kau memang sangat cerdas. Baiklah. Kau tidur malam ini disini, besok pagi kau akan menemui Tuan Roberto bersama sekretarisku Yena. Dia akan mengawasimu dan melaporkan segala aktifitasmu bersama Tuan Roberto padaku." Ucap Rio sembari memegang bahu Yena.

Yena tersenyum tipis pada William. Rio pun pergi dengan Igor entah kemana. Yena mengantarkan William ke kamarnya. Sebuah ruangan yang cukup luas namun kurang nyaman bagi William. Terlihat dia tak menyukainya. Rena mendekatinya.

"Mau berbagi kamar denganku?" Tanya Yena menggoda.

William tertegun. Dia menolak secara halus dan sopan. Yena menatap William dari atas ke bawah dengan penuh maksud. William diam saja. Yena pun meninggalkan William dikamarnya.

"Bagaimana ini? Sekarang malah aku harus bekerja untuk Roberto. Ini diluar perkiraan." Ucap William dalam hati.

Siang itu William tertidur karena tak tahu harus melakukan apa. Dia juga tak bisa mengirimkan pesan pada Rika karena tak ada sinyal di ruangan. William tertidur pulas di kamar barunya. Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamar William yang tak terkunci. Dia masuk perlahan dan berdiri disamping ranjangnya. William tak menyadarinya. Orang itu menarik paksa selimut William saat itu juga.

SRETTT..

William bangun, dia kaget. Matanya langsung melotot dan menatap orang yang menarik selimutnya seksama. Orang itu tersenyum tipis.

"Hallo William. Good afternoon." Ucap Yena dengan senyum menawan berdiri tegak dengan selimut ditangannya.

"Oh good afternoon, Yena." Ucap William duduk diranjangnya.

"Bersiaplah. Kita berangkat sekarang." Ucapnya sembari melipat selimutnya.

William mengangguk pelan. Dia langsung beranjak dari ranjangnya dan membersihkan diri dan mengganti bajunya di kamar mandi. Yena masih menunggu di kamar William. Tak lama William keluar dan sudah bersiap. Dia terkejut.

"Wow. Apa.. apakah kau yang merapikan tempat tidurku?" Tanya William sembari memakai jam tangannya.

"Yes." Ucap Yena singkat.

"Kau tak perlu melakukannya. Aku bisa merapikannya sendiri." Ucap William sungkan sembari memakai jasnya.

"Sorry. Sudah kebiasaan." Ucap Yena santai.

William mengangguk pelan. Dia pun segera pergi dengan Yena yang tampil memukau saat itu. Rambut panjang blonde orange dan masih muda. Sangat cantik. Begitu pikir William. Mereka menyusuri lorong dengan cahaya redup dan naik ke tangga. William tak tahu jalan itu akan tembus kemana. Saat sudah diluar, William kaget. Mereka berada di depan air mancur Lapangan Teatralnaya.

William membalik badannya tapi sudah ada bodyguard Rio dibelakangnya. William kembali berjalan menyusul Yenna dibelakangnya. 2 buah mobil sudah disiapkan. William semobil dengan Yena. Mereka duduk bersebelahan.

"Jadi. Apa yang akan kita lakukan hari ini, Yena?" Tanya William penasaran.

"Transaksi bisnis dengan Roberto di dekat danau Karasun." Ucap Yena dengan senyum menawannya. William mengangguk mengerti.