Chereads / Secret Mission / Chapter 6 - Different

Chapter 6 - Different

Sia dan William sampai di mansion Rio. Dia sudah menunggu kepulangan Sia. Rio sudah merentangkan tangannya menunggu sambutan pelukan Sia. William menatap Rio curiga.

"Sepertinya memang ada yang salah dengan hubungan mereka ini." Ucap William dalam hati.

Sia pun mendatanginya dan memeluknya erat. Rio merangkul pinggul Sia dan mengajaknya masuk ke dalam. Rio membelikan sebuah gaun untuknya. Sia sangat senang. Mereka berbicara dalam bahasa Inggris.

"Oh my god. This is beautifull. I like it, Rio. Thank you." Ucap Sia mengangkat gaun barunya dan menempelkannya di badannya dengan senyum merekah.

"Try it. I wanna see." Ucap Rio berdiri menatap Sia dengan senyum tipis.

"Okay." Ucap Sia ceria. Dia pun segera naik ke atas masuk ke kamarnya. Rio dan William mengikutinya.

"Ada masalah di kampusnya?" Tanya Rio menaiki tangga tak melirik William sedikitpun.

"Nothing. All safe." Ucapnya sopan.

"Good."

Rio mengetuk pintu Sia. Dia sudah tak sabar melihat gaun pembeliannya. Sia membuka pintu. William dan Rio terkesima. Sia terlihat cantik dan sexy.

"How? Do i look beautiful?" Tanya Sia berputar-putar memamerkan gaun warna peach selutut dengan rok merekah dan atasan tanpa lengan.

Rio mendatanginya dan merapikan rambutnya. Sia hanya diam dan tersenyum menatap Rio. William menatap mereka dengan seksama.

"Yes. Beautiful as always." Ucapnya sambil memegang dagu Sia.

"Apakah ada acara khusus hingga kau membelikanku gaun?" Tanya Sia penasaran.

"Ya. Nanti malam ada acara di mansion Tomy. Kau dan aku diundang kesana." Ucapnya santai. Sia langsung diam dan bermuka asam.

"Kenapa? Bukankah dia pacarmu." Ucap Rio bingung.

"Dia brengsek. Aku sudah putus dengannya. Dia sudah punya pacar baru lagi." Ucapnya kesal memalingkan muka dari Rio dan William.

Terlihat Rio marah. Dia mengepalkan kedua tangannya. William melirik Rio tajam.

"Hmm jadi begitu. Baiklah nanti aku jemput jam7 malam. Berdandanlah yang cantik. Aku pergi dulu." Ucap Rio pergi meninggalkan Sia. Sia mengangguk.

"William. Jangan sampai Sia terlambat." Ucap Rio sembari berjalan pergi.

"Yes, Sir." Jawabnya lantang.

Sia langsung masuk ke kamarnya. William diam berfikir keras.

"Hmm.. Tomy. Siapa dia? Sepertinya mantan pacar Sia. Apakah lelaki yang di kelas tadi?" Batin William menebak.

Dan malam pun tiba. Sia sudah berdandan cantik dan rapi. William sudah menyisir rambut dan memoles sepatunya hingga mengkilat ditambah dengan stelan jasnya yang terlihat mahal menunggu di mobil. Rio juga sudah menunggu di sofa ruang tamu. Dia mengkuncir rambut gondrongnya seperti ekor kuda diatas tengkuknya. Dia dan Sia menaiki mobil yang sama. Igor duduk di kursi depan sebelah William.

"Ayah kapan pulang, kak?" Tanya Sia.

"Ayah masih ada urusan di Jerman. Mungkin minggu depan. Ada apa?" Tanya nya sambil memegang tangan Sia.

Sia hanya menggeleng kepalanya dan tertunduk. William melirik mereka berdua dari kaca spion tengah mobil. Mereka pun sampai di mansion Tomy. Terlihat banyak tamu yang hadir. William mengikuti Sia dibelakangnya. Igor berjalan di samping Rio. Rio di sambut oleh banyak orang dan menyalaminya. William menatap semua tamu undangan dengan seksama.

"Wajah-wajah ini. Aku tak pernah melihat mereka sebelumnya. Siapa mereka-mereka ini?" Tanya William dalam hati.

William pun menyalakan kamera mata-matan mininya yang terhubung dengan jam tangannya. Dia memotret wajah-wajah yang ia curigai.

Tiba-tiba Sia mendekatinya. William kaget.

"William. Aku haus. Ambilkan aku minum." ucap Sia manja. William mengangguk dan langsung menonaktifkan kamera di jam tangannya.

Dia pun ke meja bartender dan memesan segelas Martini untuk Sia dan dirinya. Saat William akan menyerahkannya kepada Sia, dia melihat Rio di datangi seorang gadis. Dan itu adalah gadis yang sama saat dia berada di hotel Mexico. William panik. Dia mencoba menghindar.

Dia memunggungi wanita yang menemaninya selama 3 hari di Mexico. William memberikan Martini pada Sia. Sia menerimanya dengan senyuman menawan. Saat asik mengobrol dengan Rio dan rekan bisnis Rio, tak sengaja wanita itu menyenggol William hingga Martininya tumpah. Wanita itu minta maaf.

"Sorry, Sir. I am sorry." Ucapnya mendatangi William mencoba melihat wajahnya. Wanita itu terkejut.

"William? What are you doing here?" Tanya wanita itu kaget. William diam saja. Dia panik.

Sia, Rio dan rekan bisnisnya menatap Willim.

"Kau kenal Selena?" Tanya Rio penasaran. William diam saja. Selena berdiri menyilangkan kedua tangan di dadanya.

"Dia ini jahat sekali. Meninggalkanku begitu saja dan memberikan segepok uang. Ia pikir aku seorang pelacur. Dasar bajingan." Ucap Selena sinis.

"What?" Ucap Rio terkejut.

William menelan ludah. Sia menatapnya kebingungan.

"William. Apa kau tahu siapa Selena? Dia ini kakak Tomy. Wah aku tak menyangka kau bisa menaklukkan Rita." Ucap Rio memujinya.

Selena menoleh dan menatap Rio tajam. Selena kesal dan dia menampar William keras PLAKK!

"I hate you." Ucap Selena kesal. Ia pergi meninggalkan William dan yang lainnya.

William tertegun. Rio dan rekan bisnisnya menertawainya. William hanya memegang pipinya dan menaikkan kedua alisnya menghela nafas pelan.

"Bagus William. Tak kusangka kau bisa membuat Selena jatuh dalam pelukanmu. Bagaimana gaya bercintanya? Apa.. menggairahkan?" Tanya Rio penasaran.

William hanya diam saja dan tersenyum tipis.

Sia meletakkan gelas Martininya dan berpaling pergi. William dan Rio bingung. William pamit mengikuti Sia. Rio kembali berbincang dengan rekan bisnisnya dan bersalaman dengan tamu lainnya.

Sia berdiri di pinggir pagar balkon. Dia terlihat kesal. William mendekatinya dan diam saja. Sia menoleh ke arahnya. William balas menatap.

"Ku kira kau berbeda. Ternyata sama saja." Ucapnya dengan wajah kecewa. William bingung.

"Maksudmu?"

"Kau pasti bercinta dengan wanita lainnya juga kan selain Rita?" Tanyanya frontal. William kaget. Dia hanya tersenyum miring.

"Apa ada yang salah?" Ucapnya santai.

Terlihat Sia menahan air matanya. William berkerut kening.

"Huh. Aku memang naif. Pantas saja Tomy meninggalkanku. Kau ternyata sama saja sepertinya." Ucapnya tertunduk dengan senyum sinis. William makin bingung.

Sia pergi meninggalkannya dan menghapus air matanya dengan kasar. William mengejarnya lagi tapi tiba-tiba Selena menangkap tangannya. William kaget. Selena menggoda William dan merangkul lehernya.

"Aku marah padamu tapi aku juga merindukanmu. Apakah.. malam ini kau mau menginap ditempatku?" Tanya Selena menggoda. William tersenyum miring.

Sia berhenti. Dia menoleh ke arah William dan Selena. Dia makin sakit hati. Dia berjalan cepat pergi keluar dari pesta. William kembali melihat ke arah Sia. Dia tertegun Sia menghilang. Dia melepaskan rangkulan Selena. Dia berlari mencari Sia. Selena kembali dibuat kesal William.

"Laki-laki itu benar-benar dingin sekali." Ucap Selena emosi mengepalkan kedua tangannya.

William pergi keluar mencari keberadaan Sia.

Tiba-tiba..

CITTT! "Get her!"

Sia dibawa masuk paksa ke sebuah mobil hitam dan dibius. William kaget. Dia langsung berlari mengejar mobil itu tapi dengan cepat mobil hitam yang menculik Sia menghilang ditengah kerumunan mobil yang sejenis. William panik. Dia segera berlari masuk ke tempat jamuan dan menarik tangan Rio kasar. Rio kaget.

"Sia.. Sia diculik!" Ucapnya cepat.

"What?!" Pekik Rio.

Segera Rio meminta Igor dan William untuk mengejar Sia dengan mobilnya. Rio langsung pergi meninggalkan jamuan dan ikut bersama mereka berdua.

"Rio. Lain kali biarkan aku membawa mobil sendiri. Ini sangat merepotkan." Ucap William kesal karena Rio tak memberinya kepercayaan lebih.

Rio diam saja dan terlihat sibuk mengotak atik ponselnya.

"Aku sudah menemukan lokasi Sia." Ucapnya santai dan memberikan ponsel itu pada William agar menjadi navigator.

Igor pun menginjak full gas mobilnya melaju pesat mengejar mobil Sia.

"Apa kau tahu siapa orangnya?" Tanya Rio.

"Tidak. Tapi aku lihat plat mobilnya. Aku juga mengenali suara penculiknya." Ucap William serius.

"Baik. Kita selesaikan mereka setelah Sia ditemukan." Ucap Rio santai duduk di kursi belakang.

William menatap Rio tajam yang terlihat santai mengetahui adiknya diculik. William curiga. Akhirnya mereka sampai pada sebuah bangunan tua dimana sinyal Sia berhenti berkedip. William dan Igor turun dari mobil dan menyiagakan pistolnya. Rio menunggu di dalam mobil dengan santai sembari meminum wisky nya.

William mengendap masuk. Dia lewat pintu depan dan Igor menyelinap dari pintu belakang. William mengintip dari balik pintu. Terlihat Sia diikat di kursi dan mulut disumpal. William perlahan masuk ke dalam mengendap agar tak ketahuan. Tapi tiba-tiba..

"BRUAKKK!" Igor mendobrak pintu dengan kasar hingga pintu itu roboh.

"DOR! DOR! ARRGHH.. JLEB! BRUAKK! KRAKK! ARRGHHH.. DOR! DOR! DOR!"

Igor menghabisi mereka semua tanpa bersuara. Tanpa mengintrogasi dan melakukannya tanpa ekspresi. Sia menatap Igor dengan panik. Igor segera melepaskan ikatan dan sumpalan dimulutnya. Semua penculik habis dibunuh Igor tanpa tersisa.

William mendekati mereka yang masih bingung dan shock dengan apa yang terjadi. Sia dan Igor melihat kedatangan William yang melongo melihat mayat-mayat itu bergelimpangan tak bernyawa di lantai.

"Kau kenapa?" Tanya Sia bingung.

"Kenapa kau membunuh mereka semua? Kenapa kau tak mengintrogasi salah satu dari mereka dulu?" Tanya William menatap Igor bingung.

Igor memberikan isyarat tangan pada William tapi ia tak mengerti. Sia angkat bicara.

"Kata Igor. Caramu terlalu lambat seperti seorang polisi." Ucap Sia memandang William seksama.

William tertegun. Dia menelan ludah. Mencoba menenangkan diri.

"Itu karena biasanya bosku minta agar mengintrogasi mereka dulu sebelum dibunuh. Kita kan juga harus tahu siapa dalangnya." Ucap William berdalih.

Sia tersenyum miring.

"Bosmu yang dulu pasti sangat lemah dan seorang pengecut. Dia bertanya karena dia takut diserang lagi kan? Tapi kami tidak. Jika berani menyerang kami, siapapun itu akan langsung kami bunuh. Jika datang lagi ya tinggal bunuh lagi. Simple." Ucap Sia santai. William melongo.

Igor dan Sia berjalan melewati mayat-mayat itu dengan cueknya. Gaya mafia keluarga Sia tidak sesuai perkiraan dan pengalaman William. Dia kini makin waspada dan berhati-hati. Dia merasa Igor mulai mencurigainya.