Chereads / Me, After Losing You / Chapter 12 - I Miss You

Chapter 12 - I Miss You

Sudah lima hari Claire mengurung diri sejak ia melihat Darren dengan seorang wanita di taman dan sejak hari itulah ia tidak pernah lagi melihat kekasihnya.

Ia tidak pernah memikirkan kondisi perusahaan tempat ia bekerja karena ia bahkan tidak perlu mendengar panggilan telepon yang setiap hari masuk ke ponselnya. Lagipula, bukan ia yang mau bekerja di tempat itu melainkan orang tuanyalah yang memaksanya. Padahal ayahnya juga memiliki perusahaan sendiri. Cukup aneh bukan?

Yah.. walaupun orangtuanya memang mengatakan bahwa Claire tidak akan cocok bekerja di restoran. Alasannya sederhana dan terdengar klise bagi Claire, menurut mereka ia tidak akan mengerti perihal masak-memasak walau ia sangat suka menyantap berbagai macam makanan . Dengan alasan tersebut mereka memaksanya untuk bekerja di Weston Corp. Heyy.. bekerja di restoran tidak harus bisa memasak!! Menyebalkan sekali bukan?

Tapi lagi lagi alasan tetaplah alasan, itu hanyalah alasan orangtuanya. Yang sebenarnya terjadi adalah mereka ingin agar ia dan Aldrich lebih dekat dan bisa saling mencintai.

'Sampai lebaran monyet aku tidak akan pernah jatuh cinta padanya!!' batin Claire kesal.

Ia sedikit senang bahwa ponselnya hilang namun ketika ia memikirkan apakah Darren berusaha mencarinya atau menghubunginya membuat ia frustasi. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari sini untuk sekedar berjalan-jalan sekaligus membeli ponsel baru walaupun kakinya masih sedikit terasa sakit.

Memang setelah dua hari ia membiarkan kakinya membengkak, Claire takut jika ia benar-benar tidak bisa berjalan lagi. Jadi ia memutuskan untuk memanggil dokter pribadinya kesini, dr. Emma.

Sebelumnya ia telah menghubungi Diandra dengan telepon yang ada di kondominium dan mengatakan bahwa ia sakit agar Diandra mau menjenguknya, namun Diandra menolak mentah-mentah.

Hari ini sebelum Claire pergi, ia juga mengajak Diandra agar mau menemaninya untuk berjalan-jalan.

"Hallo, Diandra?" tanyanya setelah panggilan tersambung.

"Iya benar, dengan siapa?"

"Aku Claire, apa hari ini kamu sibuk, Di? Aku mau minta temenin keluar sama kamu." Walaupun ini adalah hari sabtu, Claire merasa harus bertanya terlebih dahulu.

"Maaf Claire, aku sudah punya janji dengan temanku." jawab Diandra datar.

"Kalau begitu bagaimana jika aku bergabung dengan kalian?" tanya Claire setengah berharap.

"Maaf Claire sepertinya itu juga bukan ide yang baik, setelah sampai tempat tujuan kami akan banyak berjalan sedangkan kakimu masih cedera. Lain kali saja ya?"

Sebenarnya ia bisa saja memaksa ikut dan mengatakan kakinya telah baik-baik saja, akan tetapi Claire paham bahwa Diandra tidak ingin ia ikut bergabung.

"Baiklah, sampai jumpa." Jawab Claire dengan kecewa.

"Sampai jumpa." Kemudian terdengar sambungan telepon terputus.

Entah mengapa, ia merasa bahwa Diandra menjauhinya semenjak kecelakan yang terjadi di lift. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang telah ia perbuat sampai Diandra harus menjauhinya seperti itu.

'Mungkin aku yang terlalu cepat berharap ia akan menganggapku teman.' Ucapnya dalam hati lalu menghela nafas kasar.

Dengan berat hati Claire pergi menuju pusat perbelanjaan dengan hanya diantar seorang supir tanpa satupun pengawal.

Semenjak pertunangan sialan yang membuat Darren tidak bisa dihubungi, Claire juga mengusir semua pengawal suruhan Darren yang berjaga di sekitar apartemennya sehingga tidak ada pengawal suruhan Darren yang mengikutinya sampai kemari. Ia sangat kesal karena tidak satupun mereka mau menghubungi Darren dan membiarkan Claire berbicara dengannya.

Lagipula ia tidak merasa harus dijaga setiap waktu mengingat musuhnya yang bisa dibilang tidak ada. Claire hanya tidak menyadari bahwa musuh Darren akan menjadi musuhya juga.

Setelah sampai di pusat perbelanjaan terbesar di Sydney, Claire hanya berkeliling gedung raksasa tersebut tanpa tujuan yang pasti. Hingga ia melihat seorang wanita yang ia kenali sedang berdiri dengan anggun di depan sebuah toko tas.

'Sedang apa ia disana?' batin Claire. Walaupun wanita itu berpenampilan modis dan tampak luar biasa seksi, Claire tau persis bahwa ia bukanlah wanita yang akan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak penting seperti tas maupun perhiasan dan semacamnya.

"Arletta?" ucap Claire dengan nada yang teramat datar.

"Wow… Mrs. Edith, kebetulan sekali kita bertemu disini." Jawab wanita itu dengan keramahan yang terlihat dibuat-buat.

"Aku punya nama." Ucap Claire terlihat kesal mendengar panggilan yang selalu wanita itu gunakan setiap kali mereka bertemu.

"Oh.. baiklah." Ujarnya dengan tersenyum sopan sebelum menunduk untuk mendekatkan dirinya

dan berbisik, "Kau juga harus tau bahwa nama itu adalah namaku sekitar dua bulan yang lalu."

Wanita itu menjauhkan dirinya dan melanjutkan dengan kalimat "Perkenalkan namaku Caroline,"

tanpa perlu mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan.

Claire hanya mendengus mendengar semua ocehan wanita di depannya, jika bukan karena ia membutuhkan bantuan wanita ini, sudah pasti ia akan menjauh sejauh mungkin.

"Baiklah nona Carol, mengapa anda berada disini? Bukankah tas merupakan salah satu hal membosankan seperti yang pernah anda katakan kepada saya?"

Lagi-lagi wanita tersebut menunduk dan berbisik di telinga Claire, "Sebenarnya aku tidak suka berbasa-basi," kemudian ia melirik sebentar ke dalam toko tas tersebut, "kau lihat wanita itu, aku yakin kau tau apa yang aku lakukan disini."

Claire mengikuti arah pandang wanita yang mengaku bernama Caroline tersebut, di dalam toko tersebut hanya ada beberapa karyawan dan pengunjung yang salah satu diantaranya terlihat sedikit... berbeda, mungkin.

"Penampilan kalian tidak jauh berbeda." Claire menanggapi santai.

Claire tidak salah, pakaian wanita yang dimaksud Caroline tidak jauh berbeda dengan dirinya sendiri, terbuka disana-sini. Bedanya mungkin hanyalah pada rambut mereka, rambut panjang wanita di dalam sana terlihat asli sedangkan rambut panjang Caroline adalah palsu. Claire jelas yakin karena ia tau persis wanita di depannya ini berambut pendek, seperti rambut polisi wanita yang membosankan, tentu saja hal ini menurut Claire.

Namun secara keseluruhan, tidak akan ada yang tau bahwa wanita ini adalah salah satu petugas dari Stanley Security. Tubuh indahnya sudah cukup menarik perhatian orang-orang sehingga mereka jelas tidak akan pernah berpikir bahwa apa yang ada di dalam tas wanita itu adalah senjata dan mungkin peledak. Belum lagi stilleto setinggi lima belas sentimeter yang ia gunakan membuat kaki jenjangnya semakin menggoda.

"Oh.. ayolah Mrs. Edith, kau tau persis siapa aku." Wanita ini malah mendesah kecewa yang terdengar menjijikkan di telinga Claire. Belum lagi sebutan yang masih ia gunakan untuk memanggil Claire membuat Claire hampir habis kesabaran.

"Aku punya nama!" Claire sedikit menaikkan suaranya.

"Baiklah baiklah, apa sekarang aku harus memanggilmu Mrs. Wetson?" mendengar kata terakhir tersebut, Claire melotot tajam sebagai peringatan terakhir yang bisa ia lakukan, "bukankan sebentar lagi kalian akan menikah?" kali ini bahkan wajahnya memerah menahan amarah.

Caroline hanya mengulum senyum melihat wajah Claire yang memerah, entah mengapa ia sangat senang menggoda kekasih atasannya ini. Ia sangat tau bahwa Claire selalu cemburu bila melihatnya berada di dekat Darren, padahal ia tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Oleh sebab itulah ia sangat menikmati kecemburuan Claire, menyenangkan bukan?

"Baiklah, Nona Claire. Ada yang bisa aku bantu? Tidak biasanya kau menyapaku." Tanyanya dengan senyuman yang tidak dapat ditafsirkan Claire.

"Ehemm.." Claire berdeham sejenak sebelum menjawab, "Ponselku hilang sehingga aku tidak bisa menghubunginya, kau tau.. tentu saja dia.. kekasihku." Jawabnya dengan sengaja menekan kata 'kekasih' sebagai tanda kepemilikan.

Sebenarnya, Caroline masih ingin menggoda kekasih atasannya ini namun saat ini ia sedang menjalani tugas sehingga ia tidak bisa berlama-lama 'bersenda gurau' dengan perasaan Claire.

Caroline memandang ke dalam toko sejenak untuk memastikan bahwa target yang sedang ia intai masih disana.

"Tentu saja aku hafal nomor ponselnya dan mencoba menghubunginya dengan ponsel lain, tapi kau tau ia tidak akan…" kalimat Claire terputus ketika Caroline menjejalkan ponselnya ke tangan Claire.

"Cepatlah berbicara dengannya, aku akan masuk kedalam sebentar." Setelah itu ia melangkah ke dalam toko tanpa perlu melihat kekagetan di wajah Claire.

What? Mengapa ia begitu baik sekarang? Bukankah ia sering membuatku kesal jika tidak ada Darren? Sebelum Claire selesai dengan pikirannya, tanpa sadar ia melirik layar ponsel yang menampilkan panggian tersambung ke nomor… Mr. Lee.

Siapa ini?!! Damn Caroline!! Atau siapapun nama wanita itu Claire tak peduli.

Tanpa pikir panjang Claire langsung menempelkan layar ponsel ke telinganya dan mendengar suara dengan nada khawatir yang cukup jelas.

"Eve?? Apakah semuanya baik-baik saja? Kau ada dimana? Apa kau baik-baik saja sekarang?" tanpa perlu berpikir dua kali Claire tau ini adalah suara kekasihnya.

'Eve? Mungkinkah itu nama aslinya?' pikir Claire.

Sebenarnya Claire sangat ingin marah melihat Darren yang terdengar mengkhawatirkan bawahannya, sedangkan dirinya sebagai kekasih hampir tak pernah dipedulikan. Seriously?!!

Darren bahkan tidak pernah peduli ketika Claire marah dan pergi dengan membanting pintu apartemen milik Darren dan bersembunyi di apartemennya sendiri, berharap kekasihnya akan datang dan meminta maaf. Pada akhirnya, Claire sendiri yang akan datang kembali dan meminta maaf.

Isn't that a toxic relationship?!!

"Eve, apa kau mendengarku?" tanya suara di seberang telepon.

"Eh.. sayang, ini aku." Jawabnya dengan mata yang telah berkabut.

"Claire?" hanya itu yang Claire dengar dan ia cukup kecewa.

Claire mengangguk sebagai jawaban karena ia tidak mampu menahan air mata yang telah jatuh begitu saja, ia bahkan lupa bahwa Darren tidak bisa melihatnya.

"Hey.. kau menangis? Are you okey?" tanya Darren lagi yang mulai khawatir.

"I miss you badly.." jawab Claire dengan suara serak menahan isakan tangis.