Chereads / Naksir Kamu [ Hiatus ] / Chapter 6 - bab 6 Crazy Boy

Chapter 6 - bab 6 Crazy Boy

Bukan hanya Fayra yang terkejut akan pernyataan tersebut, melainkan seisi kelas pun juga begitu. Kelas yang semula berisik, kini menjadi hening seketika. Mereka nampak tak mempercayai pendengaran mereka, tapi saat dilihat Rivay yang masih berdiri anteng di sana dan menatap lurus-lurus punggung Fayra itu, mereka jadi yakin.

Semua orang di ruang itu menunngu, menunggu reaksi selanjutnya dari dua makhluk tersebut. Rivay masih beriddi di sana, di tempatnya semula dengan tampang tenang tak terbacanya. Sedangkan Fayra, ia yang tadi sempat membeku sesaat, kini perlahan membalikkan badannya dan menghadap Rivay.

Wajahnya memasang ekspresi terkejut sekaligus tak terpercaya. Ditatapnya Rivay dengan tampang menilai. Lalu saat dirasa kesadarannya kembali utuh, ia mulai memecah kehening kelas.

"Dasar sinting."

Pelan. Kalimat tersebut Fayra ucapkan dengan nada pelan, seolah kalimat itu hanya ditujukan pada dirinya sendiri. Tapi nyatanya, semua orang yang ada di ruangan itu dapat mendengarnya. Dan hampir semua orang tersebut mengaga karena reaksi Fayra itu. Terlebih para siswinya.

Rivay tersenyum miring, sama sekali tak merasa terganggu akan ucapan itu.

Setelah menggeleng tak habis pikir, dengan cepat Fayra kembali membalikkan badannya menuju pintu keluar. Jelas dia menganggap Rivay itu sinting. Ini baru pertemuan kedua mereka. Dan tiba-tiba cowok itu langsung bilang suka padanya. Astaga.... 

Fayra jelas shock. Lagi-lagi ia menggeleng tak habis pikir dengan ekspresi tak percaya. Ia lalu mengembuskan napas keras. Tapi, saat ia merasa ada langkah yang menyamai di sampingnya, gerakannya menjadi terhenti.

"Lo? Ngapain ngikutin gue?" tanya Fayra judes.

"Gue mau ke kantin bareng lo," jawab Rivay kalem.

Fayra mendelik. "Gak mau," jawabnya cepat. Jangan Rivay kira setelah cowok itu bilang suka padanya, ia menjadi klepek-klepek ya, bakal jaduh dengan mudahnya pada pesona si murid pindahan ini.

"Lo lupa? Lo hutang permintaan maaf sama gue. Dan gue mau minta gantinya sekarang. Mau gak mau, lo mesti mau," sahut Rivay dengan nada tenang, namun tersirat pemaksaan di sana.

***

Fayra menatap orang di sampinya ini dengan sebal. Di sampingnyanya sekarang, ada Rivay yang sedang berjalan santai menuju kantin sekolah. Saat di koridor tadi, Rivay memaksa Fayra agar mau mentraktirnya di kantin sebagai ucapan permintaan maaf atas kejadian di kafe tempo hari.

Meskipun Fayra bersikeras gak mau ngaku, Rivay gak mau tau dan tetap memaksa Fayra. Jadi, mau gak mau Fayra nurutin juga kemauan Rivay daripada buat keributan di koridor dan jadi perhatian banyak orang.

Selama perjalanan ke kantin, siswa-siswi yang melihat mereka, Rivay lebih tepatnya, jadi krasak-krusuk sendiri. Fayra yang menyadarinya memotar bola mata kesal. Dasar norak! Kayak gak pernah liat cowok ganteng aja, gerutu Fayra dalam hati.

Setiba di kantin pun, hampir seluruh mata di kantin memandang mereka. Rivay sih cuek bebek aja dengan segala tatapan itu, ia tetap berjalan santai di samping Fayra menuju gerobak penjual makanan. Fayra juga akhirnya gak terlalu menghiraukan tatapan itu. Setelah membeli makanan dan minuman, mereka berdua berjalan ke meja kantin yang masih kosong.

Rivay yang bingung kenapa Fayra gak memesan makanan bertanya, "Gak makan Fay?"

"Kenyang," jawab Fayra singkat sambil mengaduk-aduk es teh di depannya dengan malas.

"Makan gih Fay, kita ini masih di tahap pertumbuhan, jadi butuh acupan gizi yang banyak," ucap Rivay sok bijak yang disambut delikan oleh Fayra. Rivay dengan santai dan tanpa merasa bersalah makan bakso pesanannya tadi dengan nyaman.

"Gue udah kenyang, Riv. Lo makannya cepetan ih."

"Makan itu harus dinikmatin, gak boleh cepat-cepat," jawab Rivay kalem.

"Serah lo deh."

"Oh ya Fay, kenapa teman lo gak masuk?" tanya Rivay tiba-tiba setelah menelan makanannya.

"Kesiangan dia."

"Ternyata kesiangan teman lo bermanfaat buat gue. Nanti kalau dia masuk, gue bakalan ucapin terima kahsih ke dia."

Fayra memutar bola matanya sebal.

Suasana kembali hening. Fayra menggerakkan bola matanya ke kanan dan ke kiri, melihat-lihat isi kantin ini. Beberapa kali matanya bertemu tatap dengan murid-murid yang menatap pensaran ke arah mereka. Fayra memutar mata jengah.

Pergerakan mata Fayra tiba-tiba terhenti saat ia tak sengaja melihat Regan berjalan di kantin ini. Regan sepertinya sedang mencari-cari kursi kosong yang bisa ia duduki. Di tangannya terdapat sepiring batagor dan satu gelas es jeruk. Awan mendung yang sempat menghampiri Fayra tadi segera berubah menjadi pelangi. Rivay yang melihat itu menjadi mengerutkan dahi bingung. 

"Kak Regan!" seru Fayra sambil melambaikan tangan kanannya ke arah Regan. Regan pun mencari asal suara tersebut dan menemukan Fayra sedang melambaikan tangan bersemangat ke arahnya. Regan segera menghampiri meja Fayra.

"Hai Fay, wah sama siapa nih? Kayaknya baru lihat," tanya Regan setelah berdiri di samping Fayra.

"Murid pindahan, Kak," jawab Fayra sambil menatap lurus ke Regan dengan tatapan berbinar-binar.

"Oh... pindahan baru. Hai, salam kenal. Gue Regan Abinaya," ucap Regan sambil mengulurkan tangan kanannya ke Riivay setelah menaruh batagor dan es jeruknya di atas meja tersebut.

"Gue Rajendra Rivay," Rivay pun menyambut tangan Regan yang terulur kepadanya, mereka berjabat tangan sebentar. Rivay melihat Regan dari ujung kaki sampai ujung rambat, memberi tatapan menilai. Sejak Fayra tiba-tiba memanggil Regan ke sini, Rivay hentikan aktifitas makannya dan meneliti si senior ini.

Regan sama sekali tidak menyadari tatapan tersebut. "Selamat datang di SMA ini ya. Semoga lo kerasan," ucap Regan ramah setelah melepas jabatan tangan mereka.

"Oke, thanks,'' jawab Rivay singkat yang hanya disertai senyum tipis. Senyum yang bukan terlihat tulus, tetapi lebih menyerupai jenis senyuman yang hanya untuk formalitas saja.

"Kakak mau makan ya? Gabung aja sama kita," tawar Fayra bersemangat, tidak dipedulikannya tatapan tak suka dari Rivay.

"Wah boleh, kebetulan lagi nyari tempat kosong nih." Regan segera duduk di samping Fayra. Fayra senang bukan main akan hal itu. Makan bareng Kak Regan, akhirnyaaaaa, girang Fayra dalam hati.

"Sori, kita udahan kok makannya. Fayra mau nemenin gue keliling sekolah ini dulu," ucap Rivay mematahkan semangat Fayra. Fayra memandang kesal ke arah Rivay. Baru saja Fayra ingin menyanggah ucapan Rivay, tangannya sudah ditarik paksa oleh Rivay. Fayra pun mau tak mau beranjak berdiri dan mengikuti langkah Rivay.

Hanya dari tatapan Fayra ke Regan, Rivay tahu kalau Fayra itu naksir sama Regan. Hawa panas langsung saja menggeragapi seluruh badannya saat ia menyadari itu. Rivay melangkah lebar meninggalkan kantin tanpa menoleh dan juga tanpa melepaskan genggaman tangannya di pergelangan tangan Fayra.

"Dah, Kak Regan!" seru Fayra di sela-sela perjalanannya. Regan membalas lambaian tangan dari Fayra dengan bingung lalu segera duduk di bangku yang tadi diduduki Fayra.

Fayra berusaha melepaskan genggaman tangan Rivay dari pergelangan tangannya. Sekarang mereka sudah cukup jauh dari kantin, tapi tetap saja Rivay tidak melepaskan genggaman tangannya itu. Beberapa pasang mata yang mereka temui di sepanjang koridor sekolah menatap mereka penasaran. Tapi Rivay pura-pura gak tahu. Ia masih tetap terus berjalan. 

"Riv, lepasin dong. Sakit tau!''

Rivay berhenti mendadak sehingga membuat Fayra yang gak fokus sama jalannya menabrak bahu Rivay. "Eh kalau mau berhenti jalan, bilang-bilang dong!" omel Fayra.

"Eh maaf, maaf," kata Rivay melepaskan genggaman tangannya lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, seolah baru menyadari perbuatannya.

"Sakit nih tangan gue," omel Fayra ke Rivay sambil mengusap-usap pergelangan tangannya yang sedikit memerah. 

Tatapan Rivay melembut. "Sini gue lihat," kata Rivay hendak menarik tangan Fayra.

"Gak perlu," jawabnya langsung. 

"Ayo ke UKS!" ajak Rivay ke Fayra.

"Eh nggak usah, gak apa kok." Fayra buru-buru menjawab. Dia yang tadi memsang ekspresi kesakitan, kini menormalkan kembali ekspresinya.

"Tadi katanya sakit?" goda Rivay sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Kan tadi. Sekarang udah enggak kok,'' sanggah Fayra.

"Masa?'' goda Rivay kembali sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam celana abu-abu yang ia pakai.

"Aduh kepala gue pusing nih, kalau Fayranya gak mau di bawa ke UKS, gue aja deh," alibi salah satu siswi di koridor tersebut yang sejak tadi tengah memperhatikan mereka. Siswi tersebut sengaja memijat-mijat pelipisnya menandakan ia sedang pusing kepala. Fayra kenal orang itu, tapi gak terlalau dekat.

"Siapa ya?" ucap Rivay gak pake hati ke siswi tersebut.

Kontan saja ucapan Rivay itu membuat Elsa, si artis amatiran dan dadakan terdiam. Hal itu mengundang gelak tawa teman-temannya. Gagal total aksi capernya. Elsa hanya merengut sebal, tapi ia juga gak tersinggung banget kok. Niatnya memang hanya ingin menggoda Rivay dan Fayra yang sejak tadi menjadi perhatian para murid di sepanjang koridor itu. Fayra menahan tawanya lalu segera beranjak pergi meninggalkan Rivay.

"Mau ke mana?" tanya Rivay yang setia mengikuti langkah Fayra.

"Toilet. Kenapa? Mau ikut?" sahut Fayra galak.

"Kalau gak keberatan sih, gue mau-mau aja," jawab Rivay sambil tersenyum miring.

Asdfghjkl. Jawaban Rivay benar-benar membuat Fayra kesal sekaligus malu. Lagian Fayra ngapain juga coba pake tanya mau ikut apa enggak ke Rivay. Tuh anak kan kemungkinan otaknya ketinggalan separuh di rumah. Fayra jelas saja ngomel-ngomel gak jelas sambil beranjak pergi meninggalkan Rivay setelah sempat memberikan tatapan tajamnya ke cowok itu.

"Tadi katanya mau nemenin gue keliling sekolah, Fay?" tanya Rivay yang menghentikan langkah Fayra. 

Fayra berbalik menhghadap Rivay, "Gue gak pernah bilang kayak gitu kok. Udah ah capek gue sama lo. Kalau mau keliling sekolah, minta temenin aja sana sama yang lain. Pasti pada mau kok." Fayra pun benar-benar pergi meninggalkan Rivay yang masih setia berdiri santai di tempatanya.

Rivay tersenyum geli melihat tingkah Fayra itu. Sebenarnya emang dia aja yang asal ngomong sama Regan tadi kalau Fayra mau nemenin dia keliling sekolah. Habis Rivay gerah sih lihat Fayra yang berusaha pedekate ke senior itu. Rivay pun berjalan dengan santai menuju kelasnya, tidak ia pedulikan para siswi yang bertebaran di koridor yang berusaha menarik perhatiannya.