"Hiks… hiks… kasihan banget sih cowoknya, ditinggal mati oleh ceweknya, hiks…," tangis kecil Fayra setelah beberapa lama yang lalu ia memutuskan membaca salah satu novel yang menarik minatnya.
Fayra memang sudah memutuskan untuk membeli novel itu, jadi ia meminta izin kepada penjualnya untuk memperbolehkannya membuka bungkus plastik novel tersebut dan segera membacanya di salah satu kursi yang memang disediakan untuk pengunjung. Sebenarnya Fayra belum membaca secara keseluruhan isi novel itu, ia tadi baru membaca beberapa halaman depannya saja dan pertengahannya, lalu karena penasaran akhirnya Fayra langsung membuka beberapa halaman terakhir novel itu.
Baru saja Fayra ingin mengusap air matanya, tiba-tiba sebuah sapu tangan berwarna biru terulur di depannya. Tanpa menoleh kepada si pemilik sapu tangan itu, Fayra mengambil sapu tangan tersebut sambil mengucapkan kata terima kasih. Ia segera mengelap air matanya yang sempat jatuh ke pipinya dan sisa air mata yang masih ada di sekitar pelupuk matanya.
Setelah itu, ia mulai menaruh sapu tangan tersebut di depan hidungnya yang sedari tadi ingin mengeluarkan cairan bening berlendir, ingus. Tanpa merasa diperhatikan, Fayra tidak segan mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mendorong semua cairan berlendir tersebut agar keluar dari hidungnya.
"Sudah?" ucap pemilik sapu tangan tersebut yang sejak tadi memperhatikan tingkah Fayra. Fayra sontak menoleh kaget ke sebelah kanannya. Di sana ada Rivay yang sedang duduk manis sambil satu tangannya menopang kepalanya menghadap Fayra. Rivay sepertinya sedang berusaha menahan tawanya.
"Elo?" tanya Fayra kaget.
Beberapa hari ini, ia memang sedang menghindari Rivay. Ia masih kesal dong soal tempat duduk itu. Selama beberapa hari ini, menutut penglihatan Fayra, Rivay sudah cukup dekat dengan beberapa teman cowoknya di kelas. Tapi kalau dengan cewek, Rivay ini gak ramah-ramah amat. Kayaknya Rivay malas deh ngeladenin cewek-cewek yang berusaha pedekate kepadanya.
Fayra pernah nih gak sengaja liat Rivay lagi didekati sama salah satu siswi di sekolahnya.
"Riv, boleh nebeng gak?" ucap cewek itu sambil memilin-milin rambutnya.
"Gue naik angkot. Gak bawa kendaraan sendiri," ucap Rivay datar.
Fayra tahu sebenarnya Rivay bohong, karena setelah itu ia pergi ke parkiran dan keluar dengan motor matic hitamnya.
Kadang juga ada beberapa cewek yang berusaha mengajak Rivay ngobrol. Tapi saat diminta respon, Rivay ngejawab kayak gini, "Sori, tadi kalian ngomong apa?"
Uh pokoknya tuh cowok sok kecakepan banget dah menurut Fayra. Didekati cewek bukannya seneng malah dicuekin. Percuma cari-cari perhatian di depan Rivay, gak bakalan ditoleh deh. Bahkan ada salah satu siswi yang nekat pura-pura jatuh di depan Rivay. Jangankan dibantuin, dilirik aja kagak! Akhirnya para cewek-cewek centil itu capek sendiri dicuekin sama Rivay. Tapi ada keuntungan tersendiri juga sih bagi kaum adam lain di sekolahnya, mereka jadi gak perlu takut kalau-kalau Rivay bakalan ngelirik cewek atau gebetan mereka.
Ya meskipun sedang malas menanggapi Rivay, Fayra harus tetap up to date dong tentang kejadian di sekolahnya. Rivay kan sekarang jadi salah satu trending topik di sekolahnya. Makanya Fayra diam-diam tetap merhatiin Rivay sambil pasang kuping lebar-lebar.
Tetapi sekarang, orang tersebut malah muncul tiba-tiba di hadapannya. Rivay merespon pertanyaan Fayra dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Ngapain lo di sini?'' tanya Fayra sewot.
"Tadi gak sengaja dengar suara kayak suara kucing kejepit. Karena penasaran dengan kemungkinan ada seekor kucing yang sedang kejepit di toko buku ini, gue cari asal suara tersebut. Gak nyangka kalo suara itu berasal dari elo," ucap Rivay enteng tak terpengaruhi dengan Fayra yang sedang melotot kesal ke arahnya.
"Kurang asem lo," omel Fayra. Ia kehabisan kata-kata untuk menangkis ucapan Rivay tersebut. Karena memang menurut dirinya sendiri, suara tangisannya itu gak banget. Tapi masa disamai kayak suara kucing kejepit sih? Asdfghjkl.
"Ngapain lo di sini? Ngikutin gue ya?" Fayra mengalihkan topik pembicarann. Ia memicingkan mata curiga ke Rivay.
"Pengen banget diikutin sama gue," jawab Rivay kalem. "Gue lagi cari buku lah yang pasti di sini, gak mungkin kan gue cari bubur ayam di sini." Rivay tersenyum geli.
"Ya bukan gitu maksud gue. Capek ngomong sama elo." Fayra mengerucutkan bibirnya.
"Jelek tau kayak gitu."
"Biarin."
"Elo ngapain nangis di sini, heh?"
"Abis baca novel ini." Fayra menunjukkan novel yang sedari tadi di bacanya. "Sedih tau!"
"Cengeng."
"Bukan cenngeng, tapi terharu, Riv," ucap Fayra keki. Fayra lalu bangkit berdiri menuju rak yang banyak tersusun novel.
Rivay mengikuti langkah Fayra. "Suka banget ya baca novel?"
"Yep," ucap Fayra singkat sambil sibuk memilih-milih novel mana yang akan dibelinya. Fayra yang menyadari kalau ia masih menggenggam sapu tangan Rivay, segera membalikkan tubuhnya menghadap cowok tinggi itu. "Oh iya, nih sapu tangan lo.Makasih."
Rivay mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum tipis, "Buat lo aja deh. Kayaknya tuh sapu tangan udah nggak higenis lagi," candanya.
Fayra membenarkan kata-kata Rivay dalam hati. Sapu tangan itu kan bekas ingusnya. "Oh, ehm i-iya deh entar gue balikin pas udah dicuci."
Rivay mengangguk saja mendengarnya, tidak mempermasalahkan. "Elo sendirian aja ke sini?" tanyanya sambil terus memperhatikan Fayra yang kelihatan serius memilih novel mana yang akan dibelinya.
"Menurut lo?" tanya Fayra balik. Sekarang ia sudah memilih tiga novel untuk dibawanya pulang.
"Habis dari sini mau ke mana?"
"Jemput Adek gue les." Fayra melirik jam tangan doraemon yang ia gunakan.
"Astaga!" pekik Fayra. Ia menepuk pelan dahinya karena sudah terlalu lama berada di toko buku ini. Sekarang sudah jam setengah enam tepat. Semoga Fido belum kelar lesnya, doa Fayra dalam hati. "Gue duluan ya," pamit Fayra cepat meninggalkan Rivay.
Rivay tersenyum. Sebenarnya ia memang sengaja sih ngikutin Fayra ke sini. Tadi ketika lagi di jalan, Rivay gak sengaja lihat Fayra sedang berhenti di depan gedung khursus bahasa Inggris. Melihat Fayra yang kembali melajukan motornya, ia pun mengikuti Fayra sampai sini.
Ia juga dari tadi sudah mengawasi Fayra selama berada di toko buku ini. Fayranya aja yang gak sadar. Setelah ia melihat Fayra keluat dari toko buku ini dengan tergesa-gesa, ia mengambil asal buku yang berada di dekatnya lalu berjalan ke kasir dan segera keluar dari toko buku ini.
Saat sedang akan memakai helmnya, tiba-tiba ponsel Rivay bergetar panjang. Ia segera mengambil ponsel yang terletak di saku belakang celananya. Seketika raut girang di wajahnya Rivay berubah dingin.
"Ck. Ngapain ni orang nelpon-nelpon gue?" Rivay segera melepas baterai ponselnya dan kembali menaruhnya di saku.
Fayra sedang mengabadikan gambar Regan yang sedang main basket di lapangan sekolah. Fayra menghentikan sebentar aktifitasnya lalu menghadapkan kamera digitalnya kembali ke arahnya, melihat hasil potretannya. Aduh Kakak kok makin hari makin ganteng aja sih, batin Fayra sambil menggigiti bibir bawahnya. Fayra sekarang sedang duduk di bawah pohon pinggir lapangan. Regan sedang bermain bola basket dengan beberapa teman kelasnya menggunakan seragam olahraga sekolah. Kelas Regan memang ada jam pelajaran penjaskes sebelum jam istirahat saat ini.
"Fayra…."
"Kayak ada yang manggil gue," gumam Fayra sambil menengokkan kepalanya ke kanan kiri. Tak jauh dari tempat Fayra berdiri, Rivay melambaikan tangan ke arahnya. 'Abaikan, Fayra, abaikan,' batin Fayra.
Fayra kembali menghadapkan kameranya ke arah lapangan, mencari-cari objeknya. Ketemu. Regan sedang bersiap-siap mengangkat bolanya untuk di masukkan ke dalam ring. 'CKREK'.
"Elo?" pekik Fayra kaget. Rivay berdiri di hadapannya dengan tampang sok polosnya. Di layar kamera Fayra, bukannya gambar Regan yang ada, eh malah gambar Rivay yang sedang tersenyum lebar sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengah membentk huruf V.
"Bagus gak?" tanya Rivay masih sambil berdiri berusaha mengintip layar kamera digital pink yang dipegang Fayra.
"Jelek," ucap Fayra bohong. Di situ Rivay manis banget. Matanya agak sipit saat ia sedang tersenyum lebar seperti itu. Gigi-giginya terlihat tersusun rapi mirip iklan pasta gigi.
"Masa sih?" tanya Rivay gak percaya.
"Iya."
"Coba lihat dong." Rivay membungkukkan badannya sedikit di depan Fayra agar kepalanya sejajar dengan kepala Fayra. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya.
Saat itu Fayra mendongak. 'GLEK'. Fayra menelan ludah dengan susah payah. Saat ini jarak mukanya dengan muka Rivay hanya tinggal sejengkal. Rivay menatap tepat ke dalam mata Fayra. Tiba-tiba Fayra merasa jantungnya berdegup kencang. Ia berharap semoga makhluk di depannya ini gak sampai mendengarnya.
Fayra yang segera tersadar segera memundurkan kepalanya, "Ja-jauhan dikit napa?" ujar Fayra setengah sewot setengah gugup.
Rivay menegakkan badannya kembali. "Gak mau ah jauh-jauh dari elo."
Fayra mencebik, berusaha bersikap senormal mungkin.
Rivay duduk di samping Fayra, merebut kamera yang sedang dipegang cewek itu. "Bagus gini dibilang jelek," komentar Rivay saat melihat fotonya.
Fayra tak menghiraukan ucapan Rivay. Ia lalu menarik kembali kameranya dan mengarahkan ke lapangan, mencari-cari sosok Regan.
"Mau moto apa, Fay?" tanya Rivay pura-pura gak tahu. "Mending moto gue aja, objek langka nih."
"Kenapa gak masuk museum aja sekalian, heh?" ucap Fayra sinis. Ia masih berusaha mengatur degup jantungnya.
Rivay hanya tersenyum miring mendengarnya.
'Mana sih Kak Regan?' batin Fayra. Teman-temannya masih pada main kok, tapi kenapa ia belum menemukan sosok itu. Fayra menggerakkan kameranya ke kanan kiri, berharap menemukan objek yang sedari tadi dicari.
'Bruk!'
Fayra menjauhkan kameranya, melihat apa yang terjadi. Tepat di hadapannya, Rivay berdiri dengan santainya dengan tangan masih setia dimasukkan ke dalam saku celana. Tak jauh dari kaki Fayra ada bola basket yang masih menggelinding.
"Mata elo ke mana sih? Masa gak lihat kalau ada bola yang mengarah ke elo?"
Mata Fayra mengerjap-ngerjap bingung.
"Ya ampun, sori. Gue gak sengaja ngelempar bolannya ke arah kalian. Lo gak apa-apa?" tanya kakak kelas mereka, teman kelas Regan.
"Lain kali hati-hati. Untung gak kena Fayra," ucap Rivay dingin.
"Maaf ya. Gue bener-bener gak sengaja," ucap Kakak itu lalu pergi setelah mendapat anggukan dari Rivay dan mengambil bolanya.
Fayra yang baru menyadari apa yang terjadi, memekik tertahan. "Ya ampun, Riv! Punggung lo gak apa-apa, kan?" Fayra bangkit berdiri untuk melihat punggung Rivay.
"Gak apa-apa. Gue kan strong," ucap Rivay sambil memamerkan senyum tipisnya.
"Makasih ya," ucap Fayra gak enak hati.
"Sama-sama. Masuk kelas yuk! Udah mau bel ini."
Fayra pun menganguk dengan canggung.