Fayra memarkir motornya di garasi dengan kesal. Seharian di sekolah hari ini, ia merasa benar-benar berbeda. Ia masuk ke dalam rumah dan mencari bundanya. Setelah bertemu dengan Tante Rena di ruang tamu, Fayra mengucapkan salam dan mencium tangan wanita tersebut. Tante Rena sedang duduk santai sambil membaca majalah memasak di tangannya. Fayra merebahkan tubuhnya di samping Tante Rena sambil mengembuskan napas keras.
"Kenapa?" tanya Tante Rena setelah menutup majalahnya dan memfokuskan perhatiaannya ke anaknya.
"Tadi di sekolah ketemu orang nyebelin, Bun. Capek Fayra ngadapinnya," cerita Fayra ke bundanya.
"Wah dia hebat bisa bikin anak Bunda jadi misuh-misuh gak jelas kayak gini," sahut Tante Rena yang bertolak belakang dengan respon yang diharapkan Fayra.
"Bunda kok gitu sih? Fayra sebel Bun, masa dia duduk di tempat Chesta?"
"Hehe, cowok atau cewek sih?"
"Cowok, Bun."
Tante Rena tersenyum penuh arti, "Ya udah, ngomong pelan-pelan sama dia suruh pindah."
"Udah, tapi dasar tu cowok batu! Dia gak mau pindah. Udah, Fayra capek ngomongin dia Bun. Caroline mana, Bun?" Fayra menggerakkan bola matanya untuk melihat seluruh isi ruangan ini, mencari-cari kelinci putih kesayangannnya itu.
Fayra sudah hampir empat bulan memelihara kelinci yang ia beli di salah satu pet shop. Caroline punya bulu berwarna putih yang halus dengan paduan warna kuning keemasan yang membuatnya semakin menggemaskan. Matanya bulat besar berwarna merah. Kalau tidak sedang ada pekerjaaan, Fayra hobi mengajak curhat kelincinya itu.
"Bunda taruh di kandangnya."
Fayra mengangguk mengerti. Biasanya jam seperti ini, Caroline akan tidur siang. "Bunda masak apa hari ini?"
"Masak udang saus tiram. Makan gih."
"Aaaa Bunda baik deh, tau aja kalau ananknya lagi kesel eh dimasakin makanan kesukaannya. Makasih Bunda," ucap Fayra girang sambil memeluk singkat bundanya dan bergegas ke meja makan.
"Eh ganti baju dulu Fay, baru makan," ucap Tante Rena cepat sebelum anaknya sampai di ruang makan.
"Iya, Bun." Fayra memutar balik tubuhnya dan menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampai di kamarnya Fayra melepas seragamnya dan mengganti dengan kaos kebesaran kesukaannya beserta celana jins selutut. Lalu Fayra ke kamar mandinya untuk mencuci muka, tangan dan kakinya. Setelah itu ia berjalan bersemangat ke ruang makan.
"Bunda udah makan?" tanya Fayra setelah ia duduk di kursi depan meja makan.
"Udah kok," jawab Tante Rena yang kembali membaca majalah.
"Fido mana, Bun?" tanya Fayra lagi sambil mengambil nasi beserta lauk-pauknya.
"Dia ngerjain tugas kelompok di rumah temannya."
Fayra manggut-manggut mengerti.
"Oh iya, tadi Ayah pulang sekitar jam sepuluh sama tukang. Kamar mandi di kamar kamu udah dibenerin. Mau tau gak kenapa aliran air di kamar mandi kamu bisa jadi kesumbat gitu?''
"Emang kenapa, Bun?" tanya balik Fayra di sela-sela kunyahan makannya.
"Itu sikat cucian kamu nyangkut di situ. Kok bisa sih?" tanya Tante Rena tak habis pikir.
"Hehe mana Fayra tahu, Bun," sahut Fayra cengengesan.
"Kamu ini ada-ada aja deh, Fay," kata Tante Rena menggeleng-gelengkan kepalanya atas tingkah anaknya itu. "Enak gak udangnya?"
"Enak banget, Bun! Kalah deh udang yang dijual di restoran-restoran mahal itu sama udang masakan Bunda," puji Fayra menggebu-gebu. Untung saja nasi yang di kunyahnya tidak sampai muncrat keluar.
"Kamu ini bisa aja. Ya udah makannya pelan-pelan."
"Siap, Bun. Bunda kalau mau istirahat, istirahat aja. Fayra makan sendirian gak apa kok. Kan udah gede, Bun."
"Ya udah, Bunda ke kamar ya."
"Iya."
Setelah Fayra makan, ia mencuci piring bekas ia sendiri yang di pakainya tadi. Lalu ia berjalan ke ruang tamu dan menghidupkan televisi. Ia mulai mengganti-ganti chanel tivi, mencari acara yang mungkin menarik minatnya. Ketemu! Film Mr.Bean versi kartun terpampang di layar tv-nya.
Fayra tersenyum girang lalu mengambil cemilan di atas meja dan menyilangkan kakinya di atas sofa. Sesekali ia tertawa melihat aksi konyol Mr.Bean tersebut.
Setelah film Mr. Bean tersebut habis dan ia mulai bosan menonton acara tv yang tidak terlalau menarik minatnya, Fayra beranjak berdiri ke kamar tidurnya. Sesampainya ia di kamarnya, Fayra duduk di kursi depan meja belajar. Ia mulai mengambil buku dan alat tulis yang akan digunakan untuk mengerjakan pr kimianya. Sesekali kening Fayra berkerut bingung saat mengerjakan soal-soal tersebut lalu segera ekspresinya berubah cerah saat berhasil menemukan cara mengerjakannya.
Setelah hampir satu jam berkutat dengan rumus-rumus kimia yang membingungkan itu, Fayra akhirnya selesai mengerjakan pr-nya sendiri. Ia lalu membereskan buku-buku serta alat tulis yang bertebaran di atas meja belajarnya. Fayra mengambil ponselnya dan berguling malas di atas kasurnya. Baru beberapa saat ia memainkan salah satu game di ponselnya, ponsel tersebut berbunyi tanda ada telpon masuk.
"Fayraaaaa, kangen gak sama gue?" suara nyaring dari ujung ponsel tersebut langsung menyapanya, membuat Fayra refleks menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya.
"Haha iyaaa Chesta, kangennn pake bangeett," balas Fayra tak kalah nyaring setelah merasa suara Chesta tak lagi terdengar dari ponselnya.
"Aseeeek ada yang ngangenin," ucap Chesta sambil cekikikan gak jelas di kamarnya sendiri. Sekarang Chesta sedang duduk bersila di atas kasurnya. "Eh Fay, katanya sekolah kita ada murid baru ya? Ganteng gak?" tanya Chesta bersemangat.
Mood Fayra tiba-tiba menjadi turun lagi. Chesta pasti tahu kabar terbaru ini dari Sisil. Ia menjawab malas pertanyaan Chesta, "Iya."
"Duh kok lesu gitu sih jawabnya? Kenapa? Cogannya udah punya pacar ya?" tanya Chesta yang gak tau situasinya.
"Katanya sih belom punya. Tuh cowok bikin badmood aja, Ches." Fayra mulai mencari posisi nyamannya. Ia berguling ke kanan sambil memeluk gulingnya.
"Wah lo udah ketemu ya sama cowok itu? Siapa namanya, Fay?''
"Udahlah. Sekelas gue sama dia. Namanya Rivay," jawab Fayra ogah-ogahan.
"Wah senangnya sekelas sama cogan. Namanya keren, pasti orangnya gak kalah keren juga tuh."
"Ih Chesta kok muji-muji cowok itu terus, sih? Gue kesel tau sama dia. Masa dia duduk di kursi elo sih. Kita jadi gak semeja lagi. kan,'' omel Fayra gemas.
"Apa? Dia duduk di kursi gue?" seketika nada girang dari suara Chesta tadi berubah jadi galak. "Cari gara-gara tuh. Suruh pindah dong, Fay. Atau jangan-jangan lo gak tega ngusir dia karena terpesona sama kegantengannya?''
"Ya enggak dong, Ches," jawab Fayra sewot. "Udah gue suruh pindah, eh dia malah mohon sama Bu Yuni biar tetap duduk di situ. Pake alasan gak keliatan lagi kalo duduk di belakang. Ih nyebelin." Fayra memukul-mukul gulingnya dengan kesal, membayangkan kalau itu adalah Rivay.
"Pokoknya besok bakal gue suruh pindah si Rivay itu!"
"Silakan Ches, gue dukung tindakan lo," ucap Fayra sambil mengepalkan tangannya ke atas. "Pokoknya besok ki..." ucapan Fayra terputus saat dilihatnya Fido datang nyelonong masuk ke kamarnya sambil senyum-senyum gak jelas. Biasanya nih, kalau Fido kayak gini pasti ada yang gak beres. "Bentar ya Ches, ada gangguan datang," ucap Fayra pada Chesta lalu menaruh ponselnya di atas kasur tanpa mematikan sambungan telpon mereka. Fayra bangun dari posisi gulingnya dan duduk bersila menghadap Fido.
"Kenapa, Dek?" tanya Fayra menatap curiga ke Fido.
"Ayah bawa tiramisu kesukaan Kakak lho," ucap Fido setelah duduk di kursi depan meja belajar Fayra.
"Yang bener ?" tanya Fayra memastikan.
"Iya," ucap Fido dengan mimik muka semeyakinkan mungkin.
"Kok tumben sih ngasih tau, biasanya juga langsung dimakan sendiri tuh."
"Dikasih tau salah, enggak dikasih tau salah. Jadi, apa sih maunya Kakak? Apa di mata Kakak, Fido ini selalu salah?" ucap Fido sambil memegang dadanya sok mendramanisir keadaan. Fayra yang jengah melihat itu, segera melempar Fido dengan salah satu bantal yang ada di kasurnya.
"Lebay."
"Hehe," cengir Fido kembali. "Jadi gimana? Mau gak tiramisunya, Kak? Kalo enggak, ya udah buat Fido aja semuanya." Fido beranjak dari tempat duduknya dan berpura-pura ingin meninggalkan kamar Fayra.
"Eh tunggu!" seru Fayra menghentikan langkah Fido. Fido menoleh kembali ke Kakaknya sambil senyum-senyum minta di tabok. Ia duduk kembali di kursi tadi. Fayra mengambil kembali ponselnya, "Bentar ya Ches, nanti kita lanjutin lagi teleponannya," ucap Fayra kepada Chesta yang sempat mendengar obrolannya dengan Fido tadi, ya walaupun gak begitu jelas.
"Ya ampun. Udah dikacangin tadi, eh sekarang ditinggal pergi. Dari tadi kek kalau mau mutusin sambungan telepon," omel Chesta kesal di sebrang sana. Fayra hanya cengengesan gak jelas sambil menggumankan kata maaf lalu memutuskan sambungan telepon mereka.
"Ayok Dek ke bawah," ajak Fayra ke Fido. Fido menggeleng, "Kakak duluan aja deh, Fido masih kenyang."
"Tumben. Awas jangan gangguin tidurnya Caroline ya?"
"Iya."
Fayra lalu berjalan keluar kamarnya dan menuju dapur dengan girang. Ia membuka kulkas dengan semangat. Ia menelusuri setiap isi kulkas tersebut tapi sama sekali tidak menemukan apa yang dicarinya. Fayra menutup kulkas dengan sebal. 'Mungkin ada di meja makan,' batin Fayra.
Ia lalu berjalan ke meja makan dan membuka tudung sajinya. Tapi tetap saja tidak ditemukannya tiramisu itu. Merasa tak tahu di mana letak tiramisu yang di carinya, Fayra menghampiri ayah dan bundanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga sambil menonton tv.
"Yah, tiramisunya mana?" tanya Fayra langsung saat sudah berdiri di samping ayahnya.
"Tiramisu apa, Fay?" Om Surya balik bertanya dengan bingung.
"Tadi kata Fido, Ayah bawa tiramisu," Fayra menjelaskan dengan polosnya.
"Enggak kok."
Fayra cemberut mendengar jawaban ayahnya.
"Ayah beneran gak bawa tiramisu?" tanya Fayra lagi memastikan.
Om Surya menggeleng. "Tanya aja Bunda, Ayah gak bawa tiramisu kok."
"Beneran, Bun?"
"Iya sayang," jawab Tante Rena. "Nanti besok minta beliin aja sama Ayah, ya," ucap bundanya yang dibalas anggukan ragu oleh Fayra.
"Ih dasar Fido rese. Ya udah, Fayra balik ke kamar, Yah, Bun." Fayra menailki tangga sambil menghentak-hentakkan kakinya sebal. Astaga. Nggak di sekolah, nggak di rumah, ada saja yang membuatnya kesal.