Suara jam beker yang sedang berbunyi nyaring tersebut tidak sanggup membuat Fayra membuka matanya. Ia berguling bergeser mendekati nakas tempat jam beker tersebut berada dan meraba-raba di mana letaknya. Setelah dapat, segera ia matikan jam beker itu dan kembali melanjutkan tidurnya. Fayra masih mengantuk, semalam ia begadang menonton drama korea kesukaannya. Tidak dihiraukannya kalau besok pagi ia harus sekolah.
Baru saja akan kembali ke 'pulau kapuk', tiba-tiba ia merasa tempat tidurnya bergerak naik turun. Masih sambil menutup mata dan memeluk guling kesayangannya, ia meraba tempat di sebelahnya. Benda apa yang membuat tempat tidurnya bergoyang ini. Ehm salah bukan benda, melainkan seseorang. Ia mendapati kaki seseorang di sampingnya.
"Kakak, ayo bangun. Udah pagi ini. Bangun, bangun, ayo bangun Kakak!" teriak Fido yang merupakan penyebab tempat tidur Fayra berguncang-guncang.
"Apa sih Dek, Kakak masih ngantuk. Sepuluh menit lagi deh," sahut Fayra malas dengan suara serak khas bangun tidurnya.
"Gak bisa, Kak! Ini udah jam berapa coba. Ayo bangun. Jadi cewek kok suka bangun siang sih? Masa cepetan bangun adiknya daripada kakaknya sih. Jadi kakak itu harus memberikan contoh yang baik kepada adiknya," omel Fido sok bijak sambil masih setia loncat-loncat di atas kasur Fayra.
Fayra menggeram kesal. Pagi yang indah ini sudah dirusak oleh ocehan bawel Fido, adiknya yang baru kelas lima SD tapi songongnya minta ampun.
Fayra pun segera beranjak dari posisi tidurnya. "Bawel kamu, Dek, ini Kakak udah bangun nih." Ia beranjak duduk dengan mata setengah terbuka.
Fido menghentikan aksi loncat-loncatnya dan melompat turun ke lantai, di samping ranjang Fayra. "Berdiri dong Kak, mandi sana."
Fayra menggerem kesal atas tingkah adiknya yang sok dewasa itu. Sebenarnya di sini siapa yang adik, siapa yang kakak sih? Rencananya setelah ia berkata seperti itu, ia berharap Fido keluar dari kamarnya sehingga ia bisa melanjutkan tidurnya kembali. Tapi sayang gagal, sepertinya adiknya ini makin cerdas saja. Kalau sudah begini, Fido pasti gak bakalan keluar dari kamarnya sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi.
Dengan berat hati, Fayra segera beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi yang memang terletak di dalam kamar tidurnya. Ia tidak peduli dengan bajunya yang berantakan dan rambut yang seperti sarang burung tersebut. ''Nih Kakak udah mau mandi, sana kamu juga mandi gih Dek," perintah Fayra balik ke Fido.
Fido tersenyum puas dan menuju pintu kamar Fayra untuk keluar. Ia sempat menoleh sebentar dan melihat Fayra yang akan masuk ke dalam kamar mandinya. "Kak, bukannya kamar mandi Kakak lagi rusak ya, aliran airnya kesumbat kan?"
Fayra menepuk pelan dahinya. Bagaimana ia bisa lupa sih? Hm mungkin karena efek ngantuk. Ia menoleh ke arah Fido dan mendapati adiknya itu sudah berlari keluar kamarnya sambil berteriak, "Fido pake kamar mandi yang bawah ya Kak, haha Fido duluan yaaaa. Oh ya Kak, kamar mandi di kamar Bunda sama Ayah juga lagi rusak." Ya letak kamar Fayra dan Fido berada di lantai dua rumahnya.
Hah apa-apaan Fido itu? Dengan refleks Fayra segera berlari menyusul Fido, hilang sudah rasa ngantuknya. Ia berusaha agar sampai lebih duluan ke kamar mandi di lantai satu dekat dapur. Di rumahnya ada tiga kamar mandi, yaitu di kamarnya, dekat dapur, dan satu lagi tentu saja di kamar kedua orang tuanya. Dan kata Fido tadi, kamar mandi yang terletak di kamar tidur kedua orang tuanya juga rusak. Jadilah sekarang ia dengan Fido berebut kamar mandi di dekat dapur.
'BRAK'. Pintu kamar mandi tertutup tepat di depan wajah Fayra. "Ah rese kamu, Dek, Kakak duluan dong yang mandi. Fido bangun tidur duluan kenapa gak mandi duluan juga sih sebelum bangunin Kakak? Buka gak? Keluar. Kakak duluan aja yang mandi.''
"Gak mau. Siapa cepat, dia yang dapat duluan dong Kak.''
Tante Rena dan Om Surya –orang tua mereka– yang telah duduk di kursi makan hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah kedua anak mereka. Keributan kecil yang merupakan kebiasaan rutin yang selalu membuat suasana pagi rumah ini menjadi ramai. Sambil menata piring untuk mereka sarapan, Tante Rena berkata, "Pake kamar mandi yang lain aja, Fay.''
"Kamar mandi Fayra kan lagi rusak, Bun. Ayah sih belum sempat panggil tukang tuk benerinnya."
"Lho kok Ayah sih yang disalahin? Iya deh nanti Ayah sempatin pulang sebentar sambil bawa tukang tuk benerin kamar mandi Fayra,'' ucap Om Surya. Fayra yang mendengarnya tersenyum lebar dan berucap terima kasih.
"Ya udah kamu pake kamar mandi yang di kamar Ayah sama Bunda aja," ucap Tante Rena.
"Bukannya kamar mandinya lagi rusak juga, Bun?'' tanya Fayra yang langsung dijawab gelengan oleh Tante Rena. Fayra yang sadar kalau ia sudah dibohongi oleh Fido menggeram kesal sambil menendang pintu kamar mandi di depannya. Ia bergegas menuju kamar mandi yang terletak di kamar mandi orang tuanya. Fayra sempat mendengar suara tawa Fido dari dalam kamar mandi itu. Dasar!
Selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah lengkap, Fayra bergabung dengan Tante Rena, Om Surya, dan Fido yang sudah duduk manis di kursi makan. Fayra memberikan tatapan lasernya kepada Fido yang hanya dibalas cengiran tak berdosa dari Fido. Mereka pun sarapan dengan tenang, meskipun terkadang Fayra dan Fido berebut makanan yang ada.
Selesai sarapan, Fayra segera berpamitan kepada Tante Rena dan Om Surya untuk segera pergi sekolah. Ia juga sempat mengacak rambut Fido sebentar sebelum bergegas ke garasi di mana motor matic hijaunya terpakir. Fido tentu saja mendumel sebal karena rambutnya yang sudah disisir rapi diacaki Fayra. Fayra ketawa girang lalu segera menghidupkan motornya dan berjalan keluar garasi.
Sebelum keluar gerbang rumah, Fayra sempat berteriak, "Dek, sepatu kamu Kakak gantungin di atas pintu kamar mandi Kakak, hahaha.'' Fayra sempat mendengar Fido berteriak kesal ke Fayra sebelum ia pergi. Fayra tertawa puas sambil mengendarai motornya karena berhasil membalas tingkah jahil Fido tadi.
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, Fayra sampai di sekolah tercintanya. SMA Purwacaraka, salah satu sekolah menengah atas favorit di kotanya. Meskipun sekolahnya ini salah satu sekolah swasta, tapi bukan berarti ia bisa masuk dengan mudah. Ada berbagai serangkaian tes yang perlu ia ikuti juga. Tapi untunglah akhirnya ia bersama tiga sahabatnya yang lain bisa masuk bersama di sekolah ini.
Fayra, Chesta, Dira, dan Sisil memang sudah bersahabat sejak SMP. Keempat sekawan itu pun akhirnya kembali bersama di SMA. Meskipun pada awalnya Sisil sempat berkeinginan untuk menuju sekolah lain saja yang lebih dekat dengan rumahnya, tapi pada akhirnya karena bujukan mendalam dari Fayra dan Chesta, Sisil mengurungkan niatnya tersebut. Kalau Dira? Oh tentu dia tidak mau ikut-ikutan dalam hal tersebut.
Fayra segera memarkir motornya di tempat parkir sekolah, tepatnya di bawah pohon mangga yang rindang ini, yaitu tempat biasa ia parkir. Menurut penelitiannya, tempat ini adalah tempat yang paling pas buat dia naruh motor. Motornya gak bakal terkena sinar matahari langsung.
Dan baiknya lagi, kalau pohonnya sedang berbuah, Fayra bisa mengambil keuntugan lagi. Dia akan rajin mengambili buahnya untuk dimakan. Kan sayang kalau hasil bumi tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Itu pendapatnya saat Dira mengomeli Fayra yang tidak segan-segan untuk manjat langsung ke atas pohon.
Ia lalu membuka helmnya dan berkaca sebentar untuk mengecek penampilan. Gak ada belekan kan di mata gue? Fayra bertanya sendiri dalam hati. Bulu hidung, bulu hidung? Gak ada yang keluar kan? Tenang, gak ada kok, Fay, jawab Fayra sendiri. Ia lalu menarik kedua ujung bibirnya untuk melihat gigi putihnya yang tersusun rapi. Hm gak ada sisa cabe yang nyangkut kok bekas sarapan tadi pagi, sambung Fayra. Ia harus tampil oke dong di depan sang gebetan nanti.
Semenjak SMA ini, Fayra sudah banyak berubah. Sudah mulai memperhatikan penampilan. Gak dekil lagi kayak waktu SMP dulu. Dia juga udah mau kalau diajak Sisil ke salon atau melakukan perawatan diri. Kalau dulu mah boro-boro. Dia bakal lebih milih tidur dibanding ngikutin Sisil yang hobi melakukan perawatan. Kadang juga kalau lagi sebal sama Sisil yang hobi ngerecokin dia buat merawat badan, Fayra suka ngumpetin alat-alat andalan Sisil itu. Yang pada akhirnya membuat Sisil kapok sendiri mengajak Fayra. Tapi untunglah hal itu tidak terjadi lagi semenjak SMA ini.
Merasa sudah cukup berkaca, cewek dengan kulit kuning langsat itu segera berjalan ke kelasnya, 11 IPA 3. Dari tempat parkir, Fayra harus berjalan sedikit ke gedung tiga tingkat tersebut. Setelah itu menaiki tangga menuju lantai dua, tempat semua kelas sebelas berada. Lantai satu dan tiga merupakan wilayah kelas sepuluh dan dua belas.
Sekolah Fayra terdiri dari dua gedung utama, yaitu tempat semua kelas, dan dua gedung lainnya yang berwarna cokelat muda. Satu merupakan gedung khusus kepala sekolah, ruang guru, dan tata usaha. Satunya lagi merupakan gedung dua tingkat yang lantai satunya terdiri atas laboratorium Biologi, Fisika, Kimia, Bahasa, serta perpustakaan dan musala, sedang lantai duanya merupakan aula sekolah. Terdapat tiga lapangan di sekolah tersebut, yaitu lapangan basket, voli, dan bulu tangis.
Selama perjalanan menuju kelas, Fayra tak sengaja mendengar percakapan teman-temannya yang duduk bahkan berdiri di depan kelas mereka masing-masing.
''Katanya murid pindahan itu ganteng banget!" seru salah seorang siswi antusias.
"Wah stok cogan di sekolah kita bertambah lagi."
"Kalau dia masuk kelas gue, bakalan gue kosongin bangku di sebelah gue. Biar bisa duduk dekatan gitu."
"Nanti bakal gua ajak kenalan ah," ucap salah satu siswi lainnya sambil senyum-senyum girang.
"Nanti bakalan gua ajak keliling sekolah deh, kalau dia mau, hehe.''
Ada juga yang bilang kayak gini, "Pokoknya nanti gue bakal usaha buat gebet dia," kata salah satu siswi centil di sepanjang koridor tersebut.
Fayra hanya geleng-geleng kepala mendengar percakapan para teman-temannya tersebut. "Murid pindahan? Cogan? Duh, terserah deh, gak peduli gue," gumam Fayra.
***