Chereads / Naksir Kamu [ Hiatus ] / Chapter 5 - Bab 5 Shock!

Chapter 5 - Bab 5 Shock!

Hanya satu detik. Ya, hanya satu detik Fayra berani untuk balas menatap tatapan tajam itu lagi. Selanjutnya, ia arahkan pandangnya ke sembarang arah. Ke mana saja, asal tidak bertemu dengan tatapan orang itu lagi.

Mengabaikan Fayra yang bersikap begitu, si murid pindahan itu berjalan santai ke arahnya. Saat tepat di hadapan meja Fayra, ia ,membuka suara. "Fayra Nadhifa, ini buku punya lo kan?"

Fayra mendongakkan kepala demi menatap sosok yang menjulang tinggi di depanya itu. Ia atur mimik mukanya sepolos mungkin. "I-iya, makasih," ujarnya pelan.

Tapi kemudian, ia merasa tertegun ketika melihat wajah itu dari dekat. Dan makin tertegun lagi ketika wajah itu menampilkan senyumnya. Berbeda dari yang Fayra kira, ia kira cowok itu akan bersikap ketus padanya. Namun nyatanya, ia diberi sebuah senyuman. Ya memang hanya sebuah senyum tipis, tapi tetap saja mampu membuat rasa cemasnya tadi sektika menguap.

Fayra memasang wajah cengo ke arah cowok itu. Sepertinya ia tidak asing dengan wajah tersebut. Fayra terus menatap wajah itu, sampai-sampai tak menyadari jika orangnya sudah berbalik badan dan kembali berjalan ke depan kelas.

"Silakan perkanalkan diri kamu," ucap Bu Yuni yang kembali pusat perhatian kelas. Karena untuk beberapa saat yang lalu, kehadiran Bu Yuni seperti dianggap kasat mata oleh penghuni kelas tersebut.

Cowok itu menganggukkan kepalanya singkat, sebagai respon akan ucapannya Bu Yuni barusan. Setelah itu, ia menatap seisi kelas. "Perkenalkan nama saya Rajendra Rivay, biasa dipanggil Rivay. Pindahan dari Lampung," ucapnya lantang.

Riuh bisik-bisik kembali berdengung panjang setelah murid pindahan yang bernama Rivay itu menyelesaikan ucapannya.

Hampir semua siswi, kecuali Fayra, berbisik-bisik heboh dan memperhatikan penampilan Rivay dari ujung kaki sampai ujung kepala. Fayra sedang berusaha mengingat-ingat wajah cowok tersebut. Ia yakin sekali kalau pernah bertemu dengan Rivay sebelumnya. Tapi kapan dan di mana, ia lupa. Fayra mencoba memperhatikan dengan detail bentuk wajah dan badan Rivay.

"Bagi pin BB dong," celetuk Delia yang langsung disoraki teman sekelas. Tapi tentu juga sangat didukung oleh para siswi yang lain. Jadi mereka gak perlu repot-repot lagi meng-stalk si makhluk ganteng ini.

"Kalau gak ada pin BB, id Line juga boleh. Atau nama akun facebook, instagram, path, twitter juga boleh," sambung Kaila cepat.

"Sekalian aja mintai alamat rumahnya, Kal," timpal yang lain sambil bercanda.

"Udah punya pacar belom, Rivay?'' tanya Zia spontan yang langsung kembali disoraki murid sekelas, tapi kali ini tentu lebih heboh. Para siswi kelas tersebut berharap jawabannya adalah belum.

Melihat kelas yang jadi berisik begini, Bu Yuni berdeham keras dan menyuruh para muridnya untuk tenang. Rivay senndiri sedari tadi hanya diam saja mendengar celetukan celetukan para cewek tersebut, sama seklai tak menjawab.

Setelah kelas kembali tenag, Bu Yuni mempersilakan Rivay untuk duduk di bangku kosong yang masih tersedia di kelas itu.

Rivay tentu tidak melewatkan kesempatan tersebut. Ia lalu berjalan santai ke arah kursi di sebelah Fayra dan duduk dengan nyaman. Meskipun ia tahu ada satu lagi tempat duduk yang kosong, ia tidak mau. Fayra yang merasa ada seseorang yang duduk disebelahnya, tersadar dari pemkirannya sendiri dan menoleh ke samping kirinya.

"Hai," sapa Rivay santai.

"Eh...hm hai juga," balas Fayra dengan sedikit ragu. Ia masih sibuk berpikir tentang makhluk di sebelahnya ini. Tanpa sadar, Fayra masih tetap memperhatikan wajah Rivay dengan detail, tidak peduli kalau pelajaran sudah akan dimulai.

"Kenapa ngeliatin gue terus, heh? Papan tulisnya di depan, bukan di muka gue,'' ucap Rivay dengan fokus pandang ke depan, tidak menoleh ke samping.

Ucapan tersebut segera menyadarkan Fayra dari lamunannya. Ya ampun, Fayra gak merasa kalau ia sudah cukup lama memandang wajah Rivay. Cepat-cepat ia alihkan pandangnya. Ia lalu sibuk menyiapkan buku dan alat tulisnya dan mulai mengikuti pelajaran dengan baik. Tapi sepertinya itu gak bertahan lama. Karena rasa penasaran yang sangat besar, Fayra akhirnya bertanya pada Rivay.

"Kayaknya kita pernah ketemu deh, tapi di mana dan kapan ya?"

Rivay tersenyum penuh arti. "Kita emang pernah ketemu, beberapa hari yang lalu. Cheesecake , ingat?"

Jawaban kalem Rivay tersebut tentu sangat mengejutkan untuk Fayra. Seketika tubuh Fayra menegang dan wajahnya memucat. Tentu saja Fayra ingat. Gak mungkin lupa akan kejadian tersebut, kejadian yang merupakan salah satu aksi mempermalukan untuk dirinya sendiri.

Pantas saja Fayra gak merasa asing dengan wajah Rivay, apalagi tatapannya yang seperti menghipnotis itu. Rivay itu ternyata adalah cowok yang waktu itu Fayra tempelkan mukanya dengan cheesecake. Fayra tidak habis pikir, dari sekian banyak sekolah di kota ini, kenapa Rivay harus pindah ke sekolah yang sama dengannya. Sekelas pula. Betapa sempitnya dunia ini.

'Oke Fayra, tenang. Pura-pura gak ingat aja. Jangan sampai lo mempermalukan diri lo lagi di depan cowok ini. Tetap stay cool dong,' ucap Fayra dalam hati berusaha menenangkan diri.

"Ah masa sih? Gue gak ingat tuh," jawab Fayra bohong.

Dahi Rivay sedikit mengerut saat mendnegar penuturan itu. Ia sangat yakin kalau Fayra ini adalah cewek itu, tapi ya sudahlah kalau Fayra tidak mau mengakuinya sekarang. Fayra yang menyadari ada hal yang salah kembali menatap Rivay dengan tajam. Ia lupakan sejenak rasa malu yang sempat dirasakannya tadi. Toh setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, kan?

"Eh lo kok duduk di sini sih? Kursi yang lo dudukin itu, kursi teman gue. Pindah sana."

"Gak mau. Bangku ini kan kosong. Jadi boleh gue duduk di sini."

"Teman gue lagi gak masuk. Udah pindah sana. Masih ada satu tempat duduk lagi kok di belakang. Pindah gih."

Rivay menoleh, menatap Fayra dengan tatpan tajamnya yang sektika mampu membuat Fayra terdiam. Lalu, lambat-lambat dia berkata, "Eng-gak ma-u.'

Fayra yang lagi-lagi tertegun ditatap oleh mata itu, kembali sadar saat mendengar kata yang diucapkan Rivay. Ia yang merasa kesal dengan kekerasan kepala Rivay tersebut merasa jengkel. Ia tidak terima dong, tempat duduk sahabatnya, Chesta, didudukin sama ni cowok batu. Dia dengan Chesta kan dekat banget. Kalau Chesta duduk di belakang, mereka kan jadi jauh. Gak bisa ketawa haha hihi lagi kalau lagi jam pelajaran yang membosankan. Ini semua gara-gara Rivay. Pokoknya ia harus pindah. Peduli amat deh dengan rasa malu atas kejadian di kafe waktu itu.

"Bu, kok Rivay duduk di sini? Ini kan tempat duduk Chesta, Bu. Masih ada satu tempat duduk lagi kok di belakang," adu Fayra kepada Bu Yuni yang sedang sibuk menulis materi pelajaran di papan tulis. Bu Yuni menghentikan aktifitasnya dan menghadap ke Rivay dan Fayra. Tapi sebelum Bu Yuni sempat berkata, Rivay sudah duluan memotong.

"Bu, saya duduk di sini aja ya. Mata saya sakit kalau duduk di belakang," pinta Rivay dengan wajahnya yang... ugh harus akui kalau ekspresinya sekarng benar0benar bikin orang gak tega untuk menolak permintaanya. Tapi segera Fayra tepis pemikiran itu.

"Bohong Bu!" sahut Fayra cepat.

"Enggak kok Bu. Kepala saya suka pusing dan mata saya sakit kalau melihat tulisan terlalu jauh. Boleh kan Bu saya duduk di sini aja?"

Bu Yuni menatap bingung kepada dua muridnya ini. "Tapi itu kan tempatnya Chesta, Rivay...."

"Nanti saya bilang baik-baik sama Chesta, Bu," ucap Rivay dengan tampang meyakinkannya.

"Ya sudah, kamu boleh duduk di situ." Akhirnya Bu Yuni mengambil keputusan yang menguntungkan Rivay. Sedang Fayra hanya misuh-misuh gak jelas di tempatnya, tapi ia juga gak bisa protes lagi. Bu Yuni ini terkenal tegas dalam mengambil keputusan. Sekali bilang iya ya tetap iya, begitu pula sebaliknya.

"Makasih, Bu," ucap Rivay sambil tersenyum penuh kemenangan menghadap Fayra.

Bel istirahat yang ditunggu-tunggu akhirnya berbunyi juga. Fayra rasanya tidak nyaman duduk berdua dengan Rivay. Selain karena rasa kesalnya terhadap cowok itu, ia juga merasa gerah karena merasai sedari tadi menjadi pusat perhatian kelas. Tentu saja, di sampingnya ini ada cogan baru yang jadi bahan perbincangan sekolah. Semua mata kini pasti sedang tertuju padanya –ehm atau lebih tepatnya Rivay– yang berimbas ke dia juga karena ia berada paling dekat dengan cowok itu.

Entahlah, bukan rasa senang yang ia dapat karena bisa duduk berdua dengan Rivay, melainkan rasa kesal. Fayra akui Rivay memang mempunyai tampang yang lumayan, tapi baginya tetap masih okelah Kak Regan. Dia yang awalanya tadi sempat merasa takut-takut dengan cowok ini, sekarang tidak lagi. Rasa kesalnya sekaligus sikap untuk menutupi rasa malu tempo hari, lebih besar.

Fayra merasa mood-nya hari ini sedang buruk. Bergegas ia menutup buku dan merapikan alat tulisnya. Setelah itu, ia bersiap akan bangkit, berjalan keluar kelas, meninggalkan tempat yang kemungkinan akan diserbu oleh para siswi di kelasnya karena untuk mendekati si murid pindahan.

"Mau ke mana?" tanya Rivay yang sedari tadi memerhatikan gerak-gerik Fayra.

Pertanyaan tersebut menghentikan gerak Fayra sebentar. Fayra menoleh dengan tampang kesalnya. "Kantin," jawabnya tidak bersahabat.

Di antara siswi satu kelas yang mungkin akan memasang tampang manis, hanya Fayra yang memasang tampang juteknya. Tapi hal tersebut tidak berpengaruh pada Rivay. Ia masih tetap bersikap tenang.

Rivay pun segera menutu bukunya cepat, lalu ikut beranjak.

Fayra yang merasa gerak Rivay agak mencurigakan, segera bertanya judes. "Lo mau ke mana?"

Rivay bangkit berdiri, ditolehkannya kepala menghadap Fayra. "Kantin. Sama lo," ucapnya kalem yang membuat Fayra mengernyit.

Fayra menggeleng tegas. "Nggak. Kenapa mesti sama gue? Sama yang lain aja." Setelah itu, Fayra balikkan badannya, melangkah lebar-lebar menuju pintu kelas.

Rivay menatap punggung yang menajuh itu dengan sudut kiri tertarik ke atas.

"Fayra."

Fayra terus melanjutkan langkahnya tanpa sama sekali berniat menoleh.

"Fay, gue suka sama lo," ucap Rivay kalem yang seketika membuat susasana kelas menjadi hening. Ucapan tersebut tidak diucapkan dengan suara yang keras, tapi efeknya samapi menjalar ke seluruh telinga di kelas itu. Kini hampir semua pasang mata menatap Rivay dengan tampang terkejut.

Sedangkan Fayra, ia membeku di tempatnya.