Chapter 2 - 1

Dave menggulung lengan kemejanya gusar. Diliriknya jarum jam yang berputar. Entah udah yang keberapa kali sejak dia menginjakkan kakinya di cafe ini. Bahkan demi memenuhi janjinya pada seseorang ini, dirinya sampai rela izin absen dari rapat penting yang harus dihadirinya. Dan sialnya, perutnya udah terlalu penuh menghabiskan bergelas-gelas es jeruk yang sejak tadi dipesannya.

"Maaf aku terlambat."

Dave mengangkat kepalanya. Suara lembut itu .. rasanya Dave rela menunggunya lebih lama lagi demi mendengar suara lembut itu. Ya. Suara yang telah menghipnotisnya dan membuatnya kecanduan akan roman manja sang pemiliknya.

"It's okay, Dear." Dave melengkungkan senyum terbaiknya setelah mengecup pipi Finnlay. Ya. Entah kenapa Dave ingin selalu memberikan yang terbaik untuk wanita yang sekarang duduk di hadapannya ini. Bahkan dengan nyawanya sekalipun, Dave rela.

"You look beautiful, as always. Apalagi dengan dress ini." Dan Dave memang benar. Hey Look! Sejak kehadirannya beberapa menit yang lalu, berpasang-pasang mata memandangi Finnlay dengan .. Wow!

Dave memang bangga memiliki Finnlay. Gadis itu gak cuma cantik, tapi mempesona. Apalagi dengan dress selutut berwarna sweet-dusty-pink sederhana seperti ini. Ditambah dengan parfum beraroma sweet seperti ini dan simple make up dengan bibirnya yang .. Ah! Dave mati-matian harus menahan hasratnya untuk mencium bibir gadis itu hingga lemas.

"What are you thingking, Dave?" Suara lembut Finnlay membuyarkan lamunan Dave. "Apa ada masalah?"

Dave menggeleng. "Kamu cantik banget hari ini." puji Dave. Tulus.

Finnlay bisa merasakan kedua pipinya merona. Ya, Dave memang terlalu jujur kalo untuk urusan puji-memuji.

Dengan pelan Finnlay menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga, menambah kesan manis pada wajah cantiknya yang kebule-bulean. "So, what now?"

"Seriously, Finn?"

Sekarang giliran Finnlay yang terkekeh.

Dave memandangi sepasang mata indah Finnlay lekat-lekat. Ibarat sebuah kesempatan kedua, entah kenapa Dave gak bisa mengalihkan dunianya dari wanita yang ada di hadapannya ini. Rasanya seperti .. yeah, you knew it!

Dan memang ini untuk kali kedua dia jatuh cinta. Dave tau pasti, ini adalah sebuah kesalahan. Tapi apa salahnya kalo dirinya sangat menikmati satu-satunya kesalahan terindah yang kini sedang dilakukannya?

"Ikutlah denganku Finn."

Dave mendekatkankan kepalanya ke arah Finnlay perlahan. Sejenak dipandanginya sepasang bibir merah merekah milik wanita itu lalu didaratkannya ciuman mesra untuknya. Dan yap! Gak perlu waktu lama. Finnlay pun membalas ciuman Dave dengan sama intensnya. Sabodo teuing dengan sekeliling mereka. Toh dunia milik mereka berdua, dan sisanya? Hanya mengontrak.

"I can't," sahut Finnlay sesaat setelah Dave melepaskan pagutannya.

"Kenapa?"

*

Arjuna memicingkan matanya. Beberapa meter dihadapannya terlihat seseorang yang berderai air mata, rambut acak-acakan, muka kusut, dan jujur sebenernya Arjuna benci dengan pemandangan kayak gitu. Menurutnya, cuma buang-buang waktu demi menangisi seseorang yang memang gak pantes buat ditangisi. Ngapain coba baru pacaran aja mesti nangisin cowok? Lemah banget jadi cewek.

Ya! Seseorang yang dilihatnya adalah Caramel. Seseorang yang akan dijodohkan dengannya. Ah shit! Mimpi apa Arjuna semalem sampe-sampe cewek bodoh begini yang justru dipilihkan oleh orang tuanya sebagai calon pendampingnya.

Arjuna menoleh ke arah suara klakson panjang dan matanya langsung melotot. Arjuna bergegas keluar dari mobil yang dikendarainya begitu melihat sinyal bahaya. Gak seberapa jauh dari posisinya Caramel gak menyadari jika ada sebuah mobil yang melaju kencang dan ugal-ugalan ke arahnya. Arjuna mempercepat langkahnya dan langsung menghantamkan tubuhnya ke tubuh Caramel demi bisa menyelamatkan cewek itu dari bahaya.

*

Caramel tertunduk. Hujan lebat yang turun membasahi bumi sukses menyamurkan air matanya. Hatinya hancur berkeping-keping. Sumpah demi apapun dia menyesali keputusan yang dia buat sendiri untuk datang ke sini demi memberikan kejutan untuk Dave. Seorang David Putra Semesta tega mengkhianatinya terang-terangan di depan mata! Oh Tuhan!

Alasan-alasan kenapa lelaki tercintanya bisa sampai mengkhianatinya terus berkecamuk di isi kepalanya. Padahal apa coba kurangnya?

Caramel masih ingat betul bagaimana sikap Dave kepada wanita itu. Lembut namun panas. Seingatnya, Dave saja nyaris gak pernah memperlakukannya seperti itu. Apalagi sampai mencumbunya sedemikian panas. Lelaki yang teramat sangat dia cintai itu bisa sedemikian mabuk mencium bibir wanita lain selain bibirnya. Bahkan dia berani bertaruh, si wanita pasti membalas ciuman itu dengan sama panasnya. Ih! Caramel jadi mengerang sendiri. Pedih. Ngenes. Menjijikan!!

Tiba-tiba ... tiba-tiba sesuatu yang keras menghantamnya dan membuatnya terhuyung beberapa langkah ke belakang. Lalu memberinya rasa sakit yang teramat sangat. Terutama di bokongnya.

"Kalo lagi punya masalah bukan begini caranya." Terdengar suara berat seseorang, dan Caramel yakin seyakin-yakinnya seseorang itu pasti laki-laki dan bukan Dave pastinya. "Bunuh diri bukan solusi memecahkan masalah."

Caramel mendongak mengangkat wajah. Seraut wajah asing nan tampan terpampang jelas di hadapannya. Untuk sesaat waktu seakan terhenti dan menikmati pesonanya. Hidung mancungnya terpahat sempurna di antara mata khas orientalnya dan terbingkai indah dengan sepasang alisnya yang lebat. Dan ... Caramel bisa dengan jelas menghirup wangi tubuhnya dengan posisinya di bawah seperti ini!

"Kalo lagi punya masalah bukan begini caranya." Katanya mengulangi. "Bunuh diri bukan solusi, Caramel."

WHAT THE ..!

Caramel cuma bisa melongo. Apa katanya barusan? "Lo siapa?" Caramel bingung. "Siapa yang mau bunuh diri?"

Lelaki itu tersenyum miris. "Gak penting gue siapa." Sahut Arjuna kemudian. "Gue cuma mau memastikan aja kalo lo emang baik-baik aja. Tapi ternyata gue salah. You're not okay, Babe."

Dasar aneh! Kenal kagak, asal maen panggil gue BABE!! Caramel merasa jadi kesal sendiri.

Sumpah ya demi apapun itu, Caramel bener-bener jengkel sama manusia tengil di depannya sekarang. Dia sama sekali gak kenal dengan lelaki satu ini. Sudah ditabrak, bukannya minta maaf eh malah memanggilnya dengan sebutan BABE?!

"Kita tuh gak saling kenal. Jadi lo gak usah sok-sok kenal gue dan manggil gue dengan sebutan itu!!" Caramel siap meninggalkan lelaki menyebalkan yang berdiri gagah di hadapannya ini. Namun sebuah cengkraman di pergelangan justru menahannya untuk berlalu.

"Saya tau, kamu mungkin tidak mengenal saya.", sahutnya datar. "Tapi saya mengenal kamu. Dan saya ingin kamu baik-baik aja sampai dengan hari pernikahan kita nanti."

Caramel menggeleng tegas. Wah beneran sakit jiwa nih orang! Kenal aja kagak, ini udah langsung bahas pernikahan.

"Lo itu pasien dari rumah jiwa mana sih? Gue kenal elo aja kagak, tau-tau nyinggung soal pernikahan. Siapa juga yang mau nikah sama cowok sarap kayak lo?!" Caramel memandangi sosok lelaki di hadapannya ini dengan sangat tajam. Hari ini hidupnya udah sangat melelahkan, jadi please jangan diperberat dengan kehadiran lelaki menyebalkan yang satu ini. "Tolong lepasin cengkraman lo!! Atau gue bakal teriak dan lo bakalan babak belur digebukin orang-orang!" tantang Caramel.

Arjuna menggeleng pelan.

"Gue gak bakal lepasin lo kalo tujuan lo cuma mau nyakitin diri lo sendiri."

"Trus mau Lo apa?"

"Mau gue? Take you home and marry you then.", sahut Arjuna sinis.

"Gak perlu! Gue bisa ..."

Belum sempat Caramel menyelesaikan kalimatnya, Arjuna sudah membopongnya masuk ke dalam mobil. Dengan telaten dipasanginya sabuk pengaman. Setelah memastikan semuanya beres, barulah Arjuna menjalankan mobilnya.

*