Chapter 4 - 3

Arjuna harus mencuri-curi pandang dan membagi konsentrasinya antara Caramel dan laju mobil. Bukan tanpa alasan. Dari semenjak mobil melaju, Arjuna bisa mendengar dengan jelas kalo Caramel berulang kali menghela nafas. Tatapannya pun mengarah ke luar jendela. Kosong. Entah karena lelah atau memang dia berusaha mengenyahkan sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Ada apa?" Dari gelagatnya, bisa jadi memang ada sesuatu yang berusaha dienyahkan dari pikiran Caramel. "Ada masalah? Atau masih mikirin bajingan sialan itu?

Caramel menoleh. Dia terlalu berat menjawab pertanyaan Arjuna barusan.

"Kalo emang ada yang mau lo omongin, silakan. Diam bukan solusi, Mel," sahut Arjunap. "I'm listening."

"Bisa gak lo gak usah berlagak peduli sama gue? Gue kan udah bilang gak ada apa-apa. Urus aja urusan lo sendiri, gak usah urus urusan gue!!"

Tiba-tiba tubuh Caramel terhuyung ke depan. Tapi untunglah dia memakai sabuk pengaman dengan benar, jadi tubuhnya gak sampai membentur dashboard. Dan gadis itu langsung menatap tajam ke arah Arjuna. Apa-apaan coba maksudnya ngerem mendadak barusan?

"Urusan lo itu urusan gue juga, Mel. Karna elo itu bakal jadi calon istri gue. Apapun itu. Gue tau, hubungan kita cuma didasari karena perjodohan. Gak cuma lo yang rasanya pengin nolak mentah-mentah. Gue juga. Apalagi sekarang ini jaman serba modern. Kita bisa nentuin sendiri dengan siapa kita mau nikah. Pastinya dengan orang yang kita cintai dan juga mencintai kita. Gue sangat-sangat setuju soal itu."

"...."

"Tapi, kalo ditelaah lagi pake akal sehat, gak ada seorangpun yang namanya orangtua bakal menjerumuskan anaknya. Apalagi dengan sembarang orang yang dijodohkan untuk masa depan anaknya. Gak ada, Mel. Jadi, mulai sekarang, kalo ada apa-apa lo harus bilang sama gue. Dan gue harap kita bisa berkompromi dengan perjodohan ini.", ucap Arjuna panjang lebar.

"Teori emang selalu lebih mudah daripada praktek. Ngelupain orang yang bertahun-tahun lo cinta itu gak segampang menghapus namanya dari hamparan pasir di pinggir pantai.", cetus Caramel lirih. Suasana hatinya bener-bener gak butuh ceramah receh kayak gitu.

"Tapi lo mau sampe kapan kayak gini, Mel? Apa dengan lo kayak gini, trus Si Brengsek itu mau balikan sama lo? Caramel, lo masih muda. Jalan hidup lo masih panjang. Lo masih bisa bahagia walopun tanpa Dave. Dan gue janji sama lo, kalo lo sepakat untuk berkompromi dan nerima perjodohan ini, gue bakal bikin lo bahagia. Bahkan lebih bahagia dari sebelomnya. Kita buktiin ke Dave."

Sudut bibir Caramel terangkat sedikit. Dipaksakannya seutas senyum manis. Apalah arti kebahagiaan baginya sekarang ini? "Apa jaminannya lo bisa bikin gue bahagia?"

Arjuna mencengkram stir mobilnya kuat-kuat sampe buku-buku jarinya memutih. Heran. Dari awal ketemu sampe sekarang, kenapa sih Caramel berhasil mengaduk-aduk perasaannya? Antara jengkel, sebal, kesal, dan .. Ah!

"Dulu, Dave janjiin lo apa sampe elo sebodoh ini, huh?" Arjuna bener-bener jengkel. "Sorry, gue bukan pengobral janji manis, trus sepah dibuang. Makanya, gue gak bisa janjiin lo apa-apa sebagai jaminan. Tapi biar waktu yang bakal ngebuktiin hal itu sendiri ke lo, Mel."

"Lo aja gak bisa kasih jaminan kalo lo bisa bikin gue bahagia, jadi buat apa gue harus konspirasi sama lo buat nerima perjodohan ini dan nikah sama lo? Ya kan? Udahlah, mendingan kita bilang aja sama orang tua kita masing-masing buat batalin perjodohan ini. Toh percuma juga kan kalo diterusin? Karna gue cuma cinta sama Dave."

Hening. Semua orang yang ada di mobil itu akhirnya cuma bisa berkutat dengan pikirannya masing-masing. Dan Arjuna kembali memacu konsentrasinya mengendarai mobil Mitshubihi Expander miliknya. Percuma juga kan berdebat panjang lebar tanpa solusi? Apalagi dengan kondisi Caramel yang masih kacau balau begini.

*

Arjuna menyesap kopinya perlahan. Pikirannya bener-bener gak terpusat ke Andrew yang masih menjabarkan materi rapatnya soal rencana akuisisi perusahan baru. Pikirannya terpusat ke rencana perjodohannya dan sesosok penting yang terlibat dalam rencana itu. Entah kenapa keduanya sekarang kayak lebih penting dari persoalan akuisisi perusahaan yang udah lama diimpikannya. Ambisi dan obsesinya sekarang bukan lagi tertuju ke rencana strategis terpenting bagi perusahaannya, tetapi ke perjodohannya.

Drtdrt ...

Arjuna menghela nafas. Lamunannya tersadar begitu merasakan nada getar ponselnya dari saku celana lalu sedetik kemudian seutas senyum segaris menghias di bibirnya yang menggoda. Ternyata gak sia-sia memang dia menugaskan Kenzie dan Prabu untuk mengawasi gerak-gerik Caramel dari jauh.

"Oke." Terdengar suara lantang Arjuna memecah keheningan suasana rapat. "Rapat kita akhiri di sini, dan akan kita lanjut begitu persiapan final selesai. Jangan lupa untuk adakan press conference di momen akuisisi dengan perusahaan Golden ini. Ingat Andrew dan kawan-kawan, perusahaan Golden ini sangat penting untuk kita. Jadi, saya harap jangan sampai ada masalah sekecil apapun sampai proses akuisisi ini selesai. Saya gak mau kejadian tahun lalu berulang."

Andrew mengangguk sesaat sebelum sosok Arjuna menghilang di balik pintu ruangan rapat.

*

Arjuna memarkirkan mobilnya tepat di halaman sebuah kafe. Menurut informasi dari Kenzie dan Prabu, bisa dipastikan Caramel selalu datang ke kafe ini saat makan siang. Gak heran sih. Gedung kantor Caramel cuma bersisihan dinding dengan kafe ini. Jelas, cuma kafe inilah satu-satunya spot makan siang terdekat dari kantor.

Arjuna menoleh kiri kanan. Kayaknya jam makan siang mulai tiba dan kafe mulai ramai. Arjuna mengamati satu persatu pengunjung, berharap matanya menemukan sosok yang dicarinya. Rasanya, Arjuna bisa gila dan matanya bisa julid kalo setiap orang yang datang dan memasuki kafe itu harus terus menerus dilihatnya satu-satu demi memastikan apakah dia Caramel atau bukan.

Shit! Arjuna memukul stir kemudi mobilnya. Ini semua gara-gara perjodohan sial itu. Mana dikasih waktu cuma sebulan pula sama papanya, sekarang udah hari kedua puluh lima. Itu artinya Arjuna punya waktu lima hari lagi untuk membujuk Caramel dan bisa membuat gadis itu berkompromi menerima perjodohan mereka. Urusan setelah itu mereka bercerai atau tidak, itu urusan kesekian.

Coming home to you.. soon

I miss you...

I.....

I miss you

Arjuna tersenyum miring. Alunan lagu yang terputar dari MP3 Player mobilnya adalah kisah tentang seseorang yang merindukan kekasihnya. Oh man, seriously? Gak. Gak mungkinlah ya dia merindukan Caramel. Memangnya siapa wanita itu? Caramel cuma wanita biasa yang kebetulan memang dijodohkan ortunya untuknya.

Lalu tiba-tiba mata Arjuna berbinar. Setelah sekian lama dia menunggu di mobil akhirnya sosok yang dicarinya datang juga. Arjuna bisa melihat Caramel datang dari kejauhan. Dan ,,, sesuatu membuat Arjuna mengerutkan dahinya. Raut wajah gadis itu jauh berbeda dengan beberapa hari yang lalu saat dia menemukannya di tengah guyuran hujan. Caramel terlihat jauh lebih tenang. Lebih bahagia. Dan .. terlihat lebih cantik.

Damn! Ada apa denganmu, Arjuna?

"Mel!" Arjuna langsung membuka pintu begitu Caramel melintas di hadapan mobilnya. Lalu tatapan Arjuna beralih ke lelaki di samping Caramel. Dia yang dari tadi membuat Caramel tersenyum?

"Siapa dia?" tanya Arjuna sambil menunjuk ke sosok di sebelah Caramel.

Caramel terus melangkah dan mengabaikan pertanyaan Arjuna barusan, membuat Arjuna berasa ingin meledakkan kepalanya saat ini juga. Seumur hidupnya, baru sekali ini ada cewek yang mengacuhkannya. Biasanya justru mereka yang meleleh ketika dipanggil olehnya.

Dan langkah Caramel baru berhenti ketika sebuah tangan menggenggam pergelangan tangannya yang kecil.

"Kenapa? Ada apa?" sahut Caramel dingin. Cowok ini lagi?

Caramel menoleh ke arah cowok yang daritadi bersamanya dan ikut menghentikan langkah ketika Caramel berhenti. Sorot matanya mengatakan "Duluan aja." Dan si lelaki itupun berlalu. Sekarang urusan Caramel tinggal satu Laki-laki yang ada dihadapannya dan masih menggenggam pergelangan tangannya itu harus diberi pelajaran, biar gak sesuka jidat menganggu hidupnya.

"Kenapa sih lo selalu ngikutin gue? Emang lo gak capek apa tiap hari ngejar-ngejar gue? Kenapa sih lo gangguin gue terus? Salah gue apa sama lo?!" Caramel gak tau harus gimana lagi. Kepalanya udah nyaris mendidih dan rasanya dia pengin banget nggampar makhluk di hadapannya ini. Andaikata ada penghargaan dengan nominasi "The Best Stalker", Caramel yakin, Arjuna pasti udah memenangkan penghargaan itu.

Somehow, Caramel harus mengakui satu hal. Kehadiran Arjuna membuatnya sedikit melupakan Dave - Ralat. Melupakan rasa sakitnya terhadap Dave.

"We need to talk," sahut Arjuna pelan. "Please."

Caramel menghela nafas pelan. Diliriknya selintas kondisi sekitar. Kupingnya menangkap omongan-omongan kecil dari orang-orang di sekitar mereka. "Oke."

Caramel melangkahkan kakinya menuju sebuah table yang berada tepat di pojok kafe. Di sekitarnya hanya ada dua table lain yang masing-masing terisi satu orang. Suasananya jauh terlihat lebih tenang dan cozy. Sangat cocok dipakai sebagai spot untuk berdiskusi empat mata dengan makhluk menyebalkan bernama AR-JU-NA!

"You have to help me, Caramel," ucap Arjuna sebelum menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. "Please terima perjodohan ini. Urusan nanti kita pisah setelah menikah, itu urusan lain."

WHAT THE ...! Caramel cuma bisa speechless. Dia pikir pernikahan itu sebatas boneka yang bisa dimainkan dengan mudah kali ya? Oh God! Iya kali gitu ya? Setelah nikah dua hari trus langsung bercerai gitu aja karna mereka menikah cuma demi perjodohan dari kedua orangtua mereka, dan seketika status Caramel menjadi janda.

*