Chapter 5 - 4

"Jun," sahut Caramel. "Pernikahan itu bukan untuk mainan. Lo gak bisa bilang kayak gitu. Pernikahan itu sakral, Arjuna! Bukan cuma perjanjian antar dua manusia, tetapi antarkeluarga besar dan antara si pengantin itu sendiri dengan Tuhan! Dan satu lagi. Gue cuma mau menikah sekali seumur hidup, Jun. Gue cuma bakal menikah dengan orang yang gue cintai, dan orang itu juga mencintai gue!"

"Kalo lo dari awal belom apa-apa udah bahas soal cerai, cerai, dan cerai, mending gak usah ada pernikahan sama sekali. Lagian juga, gue gak cinta sama lo. Jadi gue gak bisa nerima perjodohan itu."

Caramel menyandarkan punggungnya. Rasa laparnya udah menguap entah kemana dan moodnya bener-bener terjun bebas berantakan. "Please, mulai saat ini gak usah lagi lo stalking ke gue. Gue risih."

"Kalo gitu gue bakal bikin lo mencintai gue," sahut Arjuna sangat percaya diri.

HAH? WHAT?

Caramel mengerjapkan matanya berkali-kali. Takjub dengan ucapan Arjuna barusan. Cukup! Cukup sampe di sini aja dirinya harus berurusan dengan lelaki sakit jiwa macam Arjuna ini. Ini yang belum apa-apa dan belum menjadi siapa-siapanya aja Caramel udah sakit kepala. Gimana kalo mereka udah menikah? Bisa jumpalitan rasanya isi kepala Caramel!

Caramel mengibaskan tangannya, pertanda dirinya gak sekata dengan ucapan Arjuna tadi. Ia langsung bergegas meninggalkan Arjuna di tengah keramaian kafe siang ini. Caramel tetap pada pendiriannya, bahwa pernikahan bukanlah boneka yang bisa dipermainkan dengan mudah. Lagipula entah akan bagaimana rasanya kalo dia menikah dengan Arjuna tanpa didasari oleh cinta. Toh gak ada pernikahan yang indah tanpa didasari oleh cinta. Bener kan?

*

Dari kejauhan, Arjuna menghela nafas. Kata-katanya barusan masih terngiang jelas di benaknya. "Kalo gitu gue bakal bikin lo mencintai gue."

Lucu! Gak pernah sekalipun kata-kata itu bakal terlintas untuk diucapkan. Oh God!

Tapi gak ada jalan lain. Cuma itu satu-satunya, yang bisa bikin Caramel mau tidak mau, atau suka tidak suka, menerima perjodohan ini dan menikah dengannya. Kalo dengan cara halus kayak gini gak mempan untuk membujuk Caramel, maka harus dengan cara lain yang sedikit lebih keras. Apapun itu!

Arjuna mematikan puntung rokoknya ke asbak. Dia harus bergerak cepat dan jangan sampai membuang sisa waktu yang ada dengan sangat sia-sia.

*

Caramel baru aja menutup pintu ketika lampu di ruang tamu tiba-tiba menyala sempurna dan menampilkan sosok Arjuna. Lagi-lagi Caramel gak habis pikir dengan kelakuan cowok satu ini. Akalnya banyak kayak kadal. Dan satu lagi! Darimana dia bisa dapat kunci rumah ini?

"Ka -" Caramel gak bisa melanjutkan ucapannya karena kehadiran Arjuna di saat yang paling gak diharapkannya.

"Gue gak bakal keluar dari rumah ini sampai lo setuju untuk nerima perjodohan kita dan nikah sama gue. Titik!" sahut Arjuna cepat. "Apa salahnya sih, Mel, buat nerima perjodohan ini dan nikah sama gue."

"Gak cuma kamu yang pengen nikah sekali seumur hidup. Saya juga. Makanya, please kamu terima perjodohan ini dan kita sama-sama mulai belajar buat saling mencintai satu sama lain. Saya tau, awalnya memang berat. Pasti berat. Apalagi dengan masa lalu yang masih mengikuti setiap langkah kita. Tapi saya yakin, semua bakal indah pada waktunya."

Caramel terus melangkahkan kakinya meninggalkan Arjuna yang masih asyik ngoceh sendiri. Baginya, semua ucapan Arjuna barusan udah kayak angin lalu yang masuk dari kuping kiri lalu keluar di kuping kanan. Gak berarti apa-apa. Dan ya! Sekarang terserah lelaki itu mau ngapain sekarang. Caramel gak peduli. Harinya udah terlalu melelahkan, dan mungkin bakal bertambah buruk kalo masih harus meladeni seorang Arjuna.

"Mel!" panggil Arjuna. "Kok diem aja sih?!"

Langkah Caramel terhenti. Balok mana balok?! Pengin rasanya Caramel memukul kepala Arjuna biar lelaki itu diam.

Dipandanginya sosok Arjuna lekat-lekat. Arjuna tampan, tajir melintir dari lahir, cerdas, dan semestinya dengan 'aset' itu dia gak harus dijodohkan dengan perempuan pilihan kedua ortunya dong? Caramel berani bertaruh pasti banyak cewek-cewek di luar sana yang rela antre demi dapet perhatian dari seorang Arjuna.

Tapi kenapa juga harus dirinya yang dijodohkan dengannya? Emangnya gak ada perempuan lain?

"Trus gue harus jawab WOW gitu?" sahut Caramel jengkel. "Gue harus berapa kali bilang sama lo? Jangan ganggu hidup gue. Lagian juga, gue gak bisa nerima perjodohan ini karna gue gak cinta sama lo! Lo kan tau gue ini baru patah hati. Trus lo ujug-ujug dateng minta gue buat nerima perjodohan ini? Oh HELLOWWW!!! Lo pikir emang lo siapa?!"

"Trus mau kamu gimana? Kita udah gak punya waktu lagi, Mel. Papaku ngasih waktu satu bulan, Mel, buat kita saling kenal.", tambah Arjuna. "Dan sekarang tinggal sisa lima hari lagi. Please, Mel. Terima perjodohan ini."

"Atau .."

Caramel mengerutkan keningnya. "Atau apa? Lo mau ngancem gue, gitu? Silakan! Gue gak takut!! Apapun ancaman lo itu sama sekali gak ngaruh buat gue."

Arjuna tengangkat sudut bibirnya.

"Oke kalo itu mau kamu." jawab Arjuna sambil melangkahkan kakinya mendekati Caramel.

Caramel mulai diserang rasa panik. Langkahnya mundur teratur. Ekspresi  muka Arjuna saat ini gak lebih dari dare devil yang siap mengoyak nyawanya.

Arjuna berdiri tegap di hadapannya, dengan kedua lengannya yang mengurung langkahnya dan membuatnya gak bisa kemana-mana.

Caramel bisa merasakan hembusan nafas dan wangi tubuh lelaki itu, membuat jantungnya seketika berdegup kencang. Seumur hidupnya gak ada seorangpun yang bisa membuat jantunya deg-degan kayak gini, selain Dave. Dan sekarang Arjuna.

"Sorry to say, saya terpaksa harus ngehamilin kamu!"

Gleg! Apa? Arjuna barusan bilang apa?

*

Sekarang giliran Arjuna yang mendesah pelan. Sudut bibirnya terangkat beberapa derajat. Dia menyeringai. Cukup! Cukup udah Caramel memainkan emosinya gak karuan. Memangnya siapa dia sampai berani mempermainkan emosinya?! Caramel itu bukan siapa-siapa, DAN DIA GAK BERHAK MEMPERMAINKAN EMOSINYA! Tanpa sadar Arjuna mendekatkan kepalanya dan berbisik pelan.

"Sekarang semua pilihan ada di kamu, Terima perjodohan ini dan kita menikah, atau kamu harus menanggung malu karna hamil di luar nikah karna menolak perjodohan ini? Dan satu lagi, saya gak terima penolakan!"

"No!" Caramel berteriak histeris. Entah kenapa air matanya langsung bercucuran. Rasa panik langsung menyergapnya tanpa permisi. Apa kata orang nanti kalo dia sampe hamil di luar nikah? Bikin malu aja. 

"Please, jangan! Oke. Lo boleh lakuin apapun ato hukum gue apapun, kecuali yang barusan lo bilang! Please."

Got you!!

Arjuna tersenyum simpul. Akhirnya.

"Oke. Gue mau nerima perjodohan ini dan nikah sama lo." Caramel menundukkan wajahnya.

Akhirnya Arjuna tersenyum lebar begitu mendengar jawaban Caramel barusan. Well, sebenernya dia gak sungguh-sungguh dengan ancaman bakal menghamili Caramel, tapi kayaknya ucapan itu berpengaruh juga padanya.

"Thanks for your decision, Mel."

Caramel mengangguk pelan. "Tapi ada beberapa syarat yang harus lo setujuin."

"Pertama, gue minta mahar hafalan surat Ar-Rahman dan mas kawin berupa perhiasan emas 100gram. Kedua, selama pernikahan lo dilarang keras untuk menyentuh gue apapun alasannya. Ketiga, begitu selesai acara pernikahan, kita langsung tinggal terpisah dari ortu dan mertua dan kita juga bakal tidur pisah kamar. Dan kelima __" Belum sempat Caramel menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Arjuna udah membungkam mulutnya dengan ciuman panasnya dan gak memberikan celah Caramel untuk menyela.

Semestinya Caramel menolak. Semestinya Caramel mendorongnya atau bahkan menamparnya. Entahlah, otaknya mendadak tumpul dan gak bisa berkutik. Sepasang kakinya pun mendadak seperti jelly, lemas gak karuan. Seumur hidupnya baru Arjuna yang berani menciumnya sepanas ini. Dulu Dave gak pernah begini kalo mencium bibirnya.

"Kita ini nikah beneran, Caramel," sahut Arjuna begitu melepaskan ciumannya. "Bukan kawin kontrak. Gak perlu syarat sebanyak itu. Jadi, tolong jangan persulit saya untuk menikahimu."

Caramel mendesah pendek. Sepasang matanya lekat-lekat memandangi Arjuna. Ada ketulusan yang tersirat di sorot mata lelaki itu. Entah kenapa hatinya mulai bimbang. Bisakah dia menerima dan mencintai Arjuna seiring berjalannya waktu? Ataukah dia harus memanfaatkannya demi memuaskan rasa pelariannya dari sakit hatinya?

"Saya berjanji akan mencintai dan bahagiain kamu setulus hati, Caramel."

"Oke, mungkin lo bisa mencintai gue setulus hati dengan cara lo sendiri. Tapi gue? Gue bukan tipe cewek yang gampang jatuh cinta. Apalagi gue ini habis patah hati, Juna. Lo pasti paham kan maksud gue! Sakit, Jun! Remuk!" Tanpa sadar Caramel menepuk dadanya secara dramatis.

Arjuna meraih kedua tangan mungil Caramel dan menggenggamnya. "Saya juga janji gak bakal bikin hati kamu patah untuk kali kedua. Apalagi sampe duain kamu. Saya gak bakal berpoligami, Caramel, walaupun diperbolehkan. Kebahagiaan kamu adalah prioritas saya."

Caramel sadar, ucapan Arjuna barusan secara gak langsung menyindirnya. Rasanya, Caramel pengin memukul kepala lelaki itu dengan stiletto yang dipakainya. Bener-bener deh nih orang satu.

*