Chapter 6 - 5

"Ananda Arjuna Ksatria Wibawa Bin Orland Wibawa, aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandungku, Caramela Putri Haliim dengan mas kawin berupa perhiasan emas seberat dua puluh gram dan uang tunai sebesar lima ratus juta rupiah dan sebuah rumah mewah beserta isinya dibayar tunai!" Sambil menjabat tangan Arjuna, Papa Caramel bersuara lantang.

Arjuna menarik nafas dalam-dalam setelah melirik selintas ke arah Caramel. Genggaman tangan sang wali nikah erat mengait di telapak tangannya. Bulir-bulir keringat dingin mulai nampak di dahinya. Ya. Dia gak boleh sampai salah mengucapkan. Harus dalam satu hentakan nafas.

"Saya terima nikah dan kawinnya Caramela Putri Haliim Binti Yusuf Al-Haliim dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"

"Bagaimana, sah?" Penghulu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dengan ekor matanya beliau bisa melihat beberapa yang menganggukan kepala tanpa bersuara. Sebagian besar lainnya menjawab ; Sah.

"Alhamdulillah ..."

Kalo biasanya sang mempelai langsung menitikkan air mata karena terharu dan bahagia, Caramel justru langsung menitikkan air matanya karena kebalikannya. Pernikahan ini bukanlah pernikahan impiannya dan lelaki yang kini menjadi suaminya juga bukan lelaki yang dicintainya. Ditambah lagi ... Ah sudahlah!

Sepasang mata indah Caramel mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Kedua orangtua dan orang tua Arjuna terlihat sangat bahagia. Begitu juga dengan Arjuna. Entah karena make up atau memang suasana, di mata Caramel, Arjuna kelihatan ganteng (pakai banget!). Sangat berbanding terbalik dengan air mukanya yang terlihat sangat datar tanpa ekspresi.

"Terima kasih, Caramel." Sambil tersenyum dan memberikan simbolis mas kawin, Arjuna berbisik lembut. Dia yakin, cuma Caramel yang bisa mendengarnya. Caramel cuma bisa mengangguk enggan sambil memutarkan bola matanya.

Caramel berdiri tepat di samping Arjuna. Wanita itu terlihat mengabaikan kehadirannya yang udah resmi menjadi suaminya itu. Sumpah demi apapun, wanita itu sama sekali gak menyangka bakal menikah dengan Arjuna, lelaki yang sama sekali gak dikenal sebelumnya. Semua ini karena perjodohan yang dilakukan antara keluarganya dan keluarga Arjuna.

Jujur, entah hati kecilnya masih berharap bahwa Dave-lah yang menjadi suaminya. Sejahat apapun pengkhianatan yang dilakukannya, gak mengubah banyak perasaannya untuk lelaki itu. Dan Caramel mengakui, sampai kapanpun dia gak akan pernah menyesal karna mencintainya.

*

Akad nikah Caramel dan Arjuna akhirnya selesai juga. Gak pernah sekalipun terlintas di benak Caramel dia harus melewati hari ini dengan seorang CEO paling menyebalkan yang dikenalnya. Dan buat Caramel, harinya semakin terasa menyebalkan karna saat ini mereka mau gak mau harus satu ruang ganti sebelum akhirnya dipajang di pelaminan. 

"Kamu mau bulan madu ke mana?" tanya Arjuna sambil senyum dan berusaha mengalihkan perhatian Caramel. 

"Jun, do you remember?" Caramel melirik sebal ke arah Arjuna dari pantulan cermin rias di depannya.

"Remember what?"

"Pernikahan ini bukan didasari karna cinta. Pernikahan ini karna keinginan kedua orang tua kita. And you know, dari awal gue udah nentang abis-abisan. Plus, daripada lo beneran soal ancaman lo itu. Jadi, no honeymoon at all!"

"Oh gitu?" goda Arjuna. "Yakin nih gak mau bulan madu? Kapan lagi loh kita bisa pacaran halal sebebas-bebasnya."

"Yakin lah!" sahut Caramel ketus. "Lagian, siapa juga yang mau pacaran sama makhluk paling nyebelin kayak lo!"

"Kenapa?"

Caramel mengalihkan tatapannya ke Arjuna. Sorot pandangannya sangat menyiratkan kalo dia bener-bener gak setuju dengan ucapan Arjuna barusan. Heran. Suaminya itu sebenernya pura-pura gak tau atau beneran gak tau sih? Emang dia harus berapa kali bilang soal keterpaksaannya nikah sama nih cowok?

Arjuna tertawa renyah. Entah kenapa muka istrinya itu terlihat sangat menggemaskan kalo lagi digodain. Ah Arjuna gak sabar untuk menghambur diri dan menciumnya sampai lemas. Well, mungkin emang terlalu cepat. Tapi siapa coba yang bisa menolak pesona Caramel? Bener-bener bodoh kalo sampe ada cowok yang menyia-nyiakannya.

*

"Sesuai yang kamu pengen, Mel. Kita gak tinggal di rumah orang tua begitu menikah."

Suara berat dan dingin itu menyadarkan Caramel dari lamunannya, membuatnya menoleh ke arah asal suara. Caramel ingat, dia pernah berucap gak mau tinggal seatap dengan orang tuanya atau bahkan dengan mertuanya. Tapi dia sama sekali gak menyangka kalo ternyata justru Arjuna bener-bener mengabulkan syarat itu.

"Aku juga sebenernya belum pengen nikah. Aku gak suka berkomitmen. Bagiku, mungkin lebih mudah memimpin perusahaan atau anak buah ketimbang memimpin dalam rumah tangga. For your information, Mel, ini semua demi papa. Mungkin, kalo bukan karena perjodohan juga aku gak bakal menikah seumur hidup."

Caramel mengangguk, setuju dengan ucapan Arjuna barusan. Kecuali satu hal. "Kalo bukan karena perjodohan juga gak bakal menikah seumur hidup." Well, dirinya gak se-frontal Arjuna sih. Memang saat ini dia belum memikirkan soal pernikahan, tadinya. Tapi bukan berarti gak bakal menikah seumur hidup kan? Satu-satunya impiannya tentang pernikahan yang pernah dibangunnya hanyalah menikah dengan David. Bukan dengan cowok lain. Apalagi dengan CEO nyebelin model Arjuna. 

Caramel melirik selintas ke arah Arjuna. Lelaki itu begitu tenang mengendarai sedan putih yang mereka tumpangi. Bahkan, Arjuna sangat taat rambu.

"Kamu bisa mengajukan gugatan cerai kalo memang gak bisa menerima pernikahan ini, Mel."

Hah? What?

Golok mana golok?! Arjuna ini tadi makan apa sih sebelum akad nikah? Kok ya ngomongnya bisa seenak jidat? Tadi aja pas baru banget selesai akad nikah ngomongnya manis banget. "Then, I'll make you in love with me." Caramel masih ingat bener kalimat ucapan Arjuna itu. Dan sekarang? Cih! Emang dasar buaya darat. Habis manis sepah dibuang. Gak jauh beda sama penjual obat. Entah mau dibawa kemana pernikahannya nanti.

Caramel terhenyak. Sesuatu yang lembut mengusap kepalanya.

"Aku bercanda, Mel. Aku gak sebrengsek Dave. Lagian, bukan tipikal aku yang kalo habis manis sepah dibuang, Mel. Jadi kamu tenang aja."

Tanpa sadar Caramel menghembuskan nafas leganya tepat ketika Arjuna menghentikan laju mobilnya tepat di sebuah bangunan bertingkat. Lekat-lekat dipandanginya sosok Caramel. Entah harus mensyukuri ataukah menyesali keputusannya menikah dengan Caramel.

*

"Kita bakal tinggal terpisah, Mel. Kita sama-sama tinggal di bangunan apartemen ini, cuma beda lantai. Apartemen kamu ada di lantai 10, sedangkan aku ada di lantai 24 karna apartemenku merangkap dengan ruang kerja. Aku harap kamu gak keberatan. Dan kalo ada apa-apa, kamu bisa telepon aku atau resepsionis."

Caramel mengangguk setuju. Kalo dipikir-pikir, lucu juga ya posisinya saat ini. Dirinya seorang istri dari seorang CEO muda sebuah perusahaan besar multinasional, tapi dirinya terpaksa harus 'pisah ranjang' karna satu dan lain hal. Mungkin dengan begini juga lebih baik.

"Good." sahut Caramel pelan, namun tegas.

Caramel mengedarkan pandangannya dengan takjub ke seluruh penjuru lobi apartemen. Setiap ornamen yang ada di lobby sangat terlihat mewah. Apartemen ini memiliki 125 kamar suite yang dirancang oleh arsitek berkelas internasional. Interior apartemen yang bergaya French-deco dirancang oleh salah satu desainer interior terkenal asal New York.

"Mel?" Terdengar suara berat khas Arjuna. "Kok ngelamun? Ada masalah?"

Caramel menggeleng.

"Nope." Sahut Caramel pelan sambil senyum. "Sudah?"

Arjuna mengangguk. Tangan kanannya merogoh saku celana dengan mengeluarkan sebuah kartu dan menyodorkannya kepada Caramel. "This is your key."

"Thanks." Caramel memasukan kartu itu ke dalam tas tangan yang dibawanya. Sepasang matanya masih takjub. Bangunan yang sedang dipijaknya ini bener-bener mewah. Sangat persis kayak mansion yang dulu sering dilihatnya di benua biru.

Caramel mengikuti langkah Arjuna memasuki lift. Lantai 10, Caramel menghela nafas. Mereka hanya berdua di dalam lift dan memang harus Caramel akui, ia masih merasa Arjuna sebagai orang asing.

Lift terbuka. Sekali lagi Caramel takjub. Jadi, lift yang barusan langsung menuju ke apartemennya? Kereeeeeeeeeen!!!

"Ini apartemen kamu," ucap Arjuna. "Ada tiga kamar di sini, dan kamu bebas mau pakai kamar yang mana. Semuanya udah full furnished. Jadi gak usah khawatir."

Caramel mengangguk.

"Oiya, tiap pagi juga bakal ada housemaid yang dateng untuk bantu-bantu bersihin apartemen. Dua hari yang lalu aku udah info beliau, kalo apartemennya mau ditempatin untuk kamu. Jadi, kamu gak usah khawatir soal bersih-bersih di sini. Aku udah bilang juga sih sama beliau, kalo bisa untuk stay di sini. Jadi kamu ada yang nemenin, tapi kayaknya beliau belum bisa."

Sekali lagi Caramel mengangguk. Pandangannya beralih ketika ia merasakan dekapan tangan Arjuna di bahunya.

"Baik-baik ya di sini, istriku."

"Thanks," sahut Caramel dingin yang disambut tawa Arjuna sebelum meninggalkannya sendiri.

*