Chapter 11 - 10

Arjuna mengendarai mobilnya dengan sedikit nggas. Smartphonenya daritadi gak berhenti berbunyi. Mungkin udah puluhan panggilan telepon dan pesan yang belum dibukanya. Dia bener-bener berusaha mendinginkan emosinya setelah kejadian di lobby hotel barusan. Dia emang salah berulang kali mengungkit topik soal perceraian di hadapan Caramel, dan istrinya benar. Kalo dari awal udah berpikir soal cerai mungkin lebih baik dia gak memaksa Caramel untuk menikah dengannya. Arjuna sadar, memang pernikahan bukan untuk dimainkan dan pernikahannya dengan Caramel masih seumur jagung. Masih banyak badai-badai lain yang harus dilaluinya bersama dengan Caramel.

Drtdrt ...

Arjuna merasakan smartphonenya bergetar lagi. Naya's Calling ..., begitulah yang tertera di layar.

Arjuna memasang headset bluetooth dan menerima panggilan itu. "Ya halo?" Terdengar suara bass khas Arjuna membuka perbincangan via telepon dengan lawan bicaranya. "Ada apa, Nay?"

"Sore, Pak. Maaf ganggu waktu Bapak. Saya mau laporkan ke Bapak, kalo kantor cabang kita yang di Jogja sedang dalam masalah serius Pak, dan nama Bapak ikut terseret," sahut Naya dengan suara agak ketakutan.

"Masalah serius apa, Nay?"

"Mark-up anggaran proyek, Pak. Saya baru tau pas barusan selesai rapat dengan auditor, Pak. Kita harus bergerak cepat karna kalo enggak, cabang kita yang di Jogja mau gak mau bisa bermasalah Pak."

Hah? Mark up anggaran?! Arjuna memijit keningnya. Buat apaan juga dia capek-capek mark up anggaran proyek. Toh aset-asetnya gak bakal abis dimakan dalam tujuh turunan dan tujuh tanjakan!

"Kebetulan saya lagi di Jogja. Kita selesaikan besok ya dan kita adakan rapat tertutup. Tolong suruh semua VP dan manajer juga besok hadir." Arjuna memberi instruksi penting sebelum akhirnya dia menepikan mobilnya di sebuah pantai yang sepi.

*

"BRAK!!"

Arjuna menggebrak meja kerjanya yang dilapisi kaca dengan penuh emosi sampai-sampai kaca tersebut pecah. Di hadapannya berdiri deretan staffnya yang menduduki jabatan-jabatan krusial di sini, tapi gak ada satupun yang berani beradu pandang dengan Arjuna. Bahkan ekspresi mereka setengah kaget dan setengah takut. Untuk kali pertama mereka menyaksikan sendiri gimana murkanya seorang Arjuna di kantor.

"Kalo kalian gak bisa kerja, mending pulang aja! Masalah begini aja sampe harus bawa-bawa nama saya! Kalian tau akibatnya?!" Arjuna bener-bener murka. Wajah gantengnya kini terlihat memerah menahan amarah. Nafasnya memburu. "Harusnya kalian bisa lebih teliti lagi urus dokumen sebelum kalian serahkan ke saya buat saya tanda tangan, apapun itu! Apalagi soal dokumen proyek!!

Hening. Gak ada satu orang pun staff Arjuna yang berani menanggapi ucapan Arjuna barusan. Bahkan beberapa di antaranya sampe ada yang menahan nafas, takut kalo-kalo dirinya diterkam.

"Burhan!" tiba-tiba suara Arjuna menyentak seisi ruangan. "Tolong periksa kembali dokumen proyek ini dari awal!"

"Ba ... Baik, Pak." sahut Burhan.

"Agnes! Tolong kamu koordinasi dengan divisi legal dan persiapkan langkah dan strategi untuk pelaporan balik. Koordinasi juga dengan lawfirm dan konsultan legal kita. Jangan lupa cek keaslian dokumen dan tandatangan!"

"Baik, Pak." sahut Agnes sambil menahan nafas.

"Oke, kalo gitu yang lainnya boleh keluar dari ruangan saya sekarang! Kecuali Naya." Arjuna menghempaskan pantatnya di kursi kerja direkturnya dan disambut dengan hempasan nafas penuh kelegaan dari para staffnya. "Ada beberapa hal yang saya perlu bicarakan dengan Naya."

"Baik, Pak." sahut cewek manis berwajah oriental bernama Naya Clarissa itu.

*

"Nay, tolong kamu hubungi aspri saya dan sewa beberapa detektif untuk menyelidiki masalah ini." Arjuna menatap lekat-lekat wajah sang sekretaris kantornya. "Usahakan biar jangan sampe karyawan yang lain tau. Mungkin bisa aja salah satu dari staf kita yang silau pengin hasil lebih untuk dirinya sendiri."

"Baik, Pak." sahut Naya. "Saya juga merasa begitu pak. Emang sih saya kurang yakin sama si pelakunya, tapi kemungkinan besar ini sabotase dari internal kita sih, Pak."

Mendengar jawaban Naya barusan, ekspresi Arjuna sedikit berubah. Walaupun gak semarah tadi. "Memangnya ada staf kantor kita yang tindak tanduknya mencurigakan?"

Naya mengangguk. "Ada beberapa. Beberapa kali saya juga sempat melihat mereka diam-diam ada informal meeting dengan salah satu staf di divisi perencanaan dan keuangan, dan saya sempat gak sengaja dengar omongan mereka plus nemuin beberapa note aneh yang sama sekali gak terkait proyek ini."

Arjuna mengangguk-angguk pelan. Ternyata dugaannya benar. "Oke kalo gitu, kamu langsung koordinasi aja sama asisten pribadi saya. Minta Prabu untuk langsung calling detektif ya."

Naya mengangguk. "Baik, Pak."

"Laporkan ke saya ya, setiap ada perkembangan," lanjut Arjuna yang kemudian disahut dengan anggukan kepala dari Naya.

*

Arjuna merenggangkan otot-otot tubuhnya yang tegang daritadi setelah sesaat melirik arloji yang melingkar erat di pergelangan tangan kanannya. Udah tengah malam dan cuma dia satu-satunya penghuni kantor yang tersisa. Seluruh stafnya udah pada pulang daritadi. Di antara semua kasus yang terjadi di kantornya, baru ini yang bener-bener membuat dirinya nyaris gila.

Gimana gak nyaris gila coba? Untuk pertama kalinya seorang Arjuna terseret kasus korupsi penggemukan dana proyek!!! Padahal sepeserpun gak ada dana yang dia mark up! Awas aja kalo sampe pelakunya ketangkep. Arjuna gak bakal kasih ampun pokoknya. 

Arjuna melirik selintas jam digital yang teronggok di meja kerjanya. Entah kenapa dirinya baru menyadari kalo masalah pekerjaannya malah membuatnya melupakan Caramel. Istrinya pasti kebingungan dan mencarinya kemana-mana. Memang, setelah meninggalkannya di lobby penginapan, sebenernya niat Arjuna cuma mau menenangkan pikiran. Bertengkar dengan Caramel bikin dirinya sempat tersulut emosi. Tapi sialnya, emosinya malah beneran makin tersulut gara-gara kasus pekerjaannya. Ditambah pula urusan tiket pulang.

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrgggggggggggggggggghhhhhhhhhhhhh !!! Arjuna mengacak-acak rambutnya sendiri. 

Arjuna harus segera pulang. Dia gak mau Caramel semakin kebingungan mencarinya. Toh biar gimanapun, mendiamkan istri adalah dosa.

*