Chapter 14 - 13

"Terima kasih," ucap Caramel tulus sesaat setelah mereka menutup pintu kamar. "Terima kasih udah menyelamatkan gue."

Arjuna menghentikan langkahnya. Dahinya berkerut. Dia barusan gak salah denger kan? Caramel berterima kasih kepadanya? "Maksudnya? Terima kasih untuk apa?"

"Terima kasih udah menyelamatkan gue dari Dave," sahut Caramel tulus.

Oh.

"Iya." Arjuna melonggarkan dasi yang dipakainya. Memorinya tentang kejadian tadi masih terekam jelas di otaknya. Ribuan pertanyaan mulai bermunculan dan memenuhi benaknya. Benarkah keputusannya untuk menikah dengan Caramel adalah keputusan yang tepat? Mampukah Caramel mencintainya seperti dia mencintainya? Mampukah istrinya itu setia hanya kepadanya? Mampukah Caramel melupakan Dave dan semua masa lalunya bersamanya?

"Aku adalah suamimu. Melindungimu adalah salah satu kewajibanku," lanjut Arjuna dingin sembari menghempaskan bokongnya di sofabed. "Semestinya kamu senang akhirnya bisa ketemu lagi sama dia, bukan malah berterima kasih ke aku. Toh selama ini kamu sendiri belum bisa lupain dia. Mungkin, kamu sedikit banyak juga berharap bisa kembali dengannya."

Caramel mengalihkan pandangannya begitu mendengar ucapan Arjuna barusan. Entah kenapa hatinya merasa terganggu dengan perkataannya. Ada apa dengan Arjuna? Kenapa sikapnya kembali dingin? Bukankah dirinya udah bertekad untuk merubah sikapnya menjadi sedikit lebih lembut?

"Jun," panggil Caramel. "Denger dulu penjelasan gue."

Arjuna menghempaskan nafasnya dengan gusar. "Aku gak bisa maksa kamu untuk mencintai aku. Aku gak bisa maksa kamu untuk menerima aku sebagai suami kamu. Aku gak bisa maksa kamu untuk menerima pernikahan kita dengan lapang dada. Tapi setidaknya kamu bisa menghargai apa yang udah terlanjur kita mulai, dengan tidak lagi berhubungan dengan Dave. Dengan tidak diam-diam menemuinya di saat aku gak ada atau lagi kerja. You know what, Mel? It hurts."

What?! Caramel memijit pelipisnya yang mendadak sakit. Siapa juga sih yang diem-diem nemuin mantan? Caramel aja gak tau dari mana Dave bisa dapet alamat rumahnya.

"Kok lo asal nuduh gitu? Gue emang belum bisa lupain Dave seratus persen, tapi bukan berarti gue seburuk yang Lo tuduh barusan!" Caramel merasa kesal sendiri jadinya. Dia yang gak tau apa-apa malah dituduh ketemu sang mantan secara diam-diam. Lah dia aja gak tau dari mana sang mantannya itu bisa dapet alamat rumah ini, padahal mereka kan baru aja tempati rumah ini semalam.

"Apa selama ini kamu merasa terkekang, Mel, hidup berumah tangga denganku?"

"..."

Caramel bergeming mendengar ucapan Arjuna barusan. Terkekang? Benarkah hidupnya selama ini terkekang semenjak mereka menikah? Caramel ,, apa sebenernya yang lo mau?

"I got it, Mel," sahut Arjuna begitu melihat respon sikap Caramel. Sikap yang sama sekali gak diharapkannya dan itu jelas menyakitkannya.

"Aku tau kamu mencintai dia dengan sangat. Tapi coba lihat aku di sini. Apa aku terlihat kayak gak bisa kasih kamu cinta yang lebih besar dari dia?" Tanya Arjuna tenang. "Aku harus berkorban gimana lagi untuk mempertahankan kamu?"

"..."

"Oke. Aku emang salah maksa kamu buat nerima perjodohan kita. Aku emang salah maksa kamu buat nikah sama aku. Aku salah besar apalagi waktu itu kamu kacau banget. Kamu baru putus dari Dave. Aku tau, itu bukan sesuatu yang mudah buat kamu terima. Akupun kalo ada di posisi kamu udah pasti berat menerima dua hal sekaligus kayak gitu. Aku tau, Mel. Makanya aku gak bisa paksa kamu. Yang aku bisa berikan ke kamu sekarang adalah kebebasan. Kebebasan yang kamu inginkan. Dan mungkin itu yang terbaik untuk kita buat saling introspeksi diri. Hatiku dan pintu rumah ini selalu terbuka buat kamu. Kapanpun kamu siap buat kembali, aku selalu nunggu kamu."

"Mulai hari ini aku bebasin kamu. Kamu mau berbuat apapun, sekarang terserah kamu. Kamu mau temuin si bajingan itu lagi juga silakan. Kamu mau tetap tinggal di sini dengan kamar kita yang terpisah, atau kembali ke rumah kamu, silakan. Aku gak bakal ganggu. Tapi harus kamu ingat baik-baik. Ini bukan berarti aku menceraikan kamu. Dimanapun kamu, aku bakal selalu memperhatikan kamu dari jauh. If you are happy, I'll always be happy for you."

Arjuna menyeka titik air mata di kedua sudut matanya yang hampir jatuh membasahi pipinya. Yang ada di pikirannya cuma dia gak akan pernah melepaskan wanitanya sampai kapanpun, gak peduli apapun resikonya.

Arjuna gak perlu balasan. Dia tulus pengin membahagiakan wanita di hadapannya dan membuatnya nyaman. Gak lebih. Walopun dirinya harus merelakan bukan namanya yang tertulis di hati wanitanya. Terlalu egoiskah dia sebagai seorang laki-laki yang mencintai istrinya?

*

Caramel menatap ke kejauhan, berdiri menghadap ke luar jendela dengan tatapan mata kosong. Dia merasa hampa. Cuma dengan cara itu dia bisa berdamai dengan hatinya yang berkecamuk. Kata demi kata yang tadi diucapkan Arjuna masih terngiang. Rasanya kayak mimpi buruk yang selalu mengejarnya dengan ujung mata pisau nan tajam yang berkilauan saat terkena cahaya.

Arjuna gak tau dan mungkin bakal gak pernah tau. Kehadirannya perlahan udah menyadarkannya. Kelembutannya udah menghangatkan dunianya. Sikapnya udah membuatnya perlahan melepaskan masa lalunya dan membuatnya bertekad untuk mengubah sikap menjadi lebih lembut. Tapi ,,

Kalo emang Arjuna mencintainya, kenapa dia malah melepaskannya? Kalo emang Arjuna mencintainya, kenapa dia memberinya kebebasan tanpa menceraikannya?

Caramel menghela nafas dengan gusar. Malam ini dia sendirian. Tanpa Arjuna. Caramel bakal menerima dengan ikhlas kalo memang ini takdirnya. Tapi gak bisakah takdir memberikannya, wanita yang terlalu terluka ini, sebuah akhir yang bahagia?

*

Arjuna menyalakan mobil Honda Civic terbaru kesayangannya. Cuma berbekal alamat yang ia dapat dari salah satu asisten pribadi, Arjuna meyakinkan diri untuk bisa menyelesaikan biang masalah dalam duri rumah tangganya dengan Caramel. Ini semua dilakukannya demi dirinya sendiri. Sebuah harapan sederhana dari seorang suami untuk wanita yang dicintainya. Arjuna cuma berharap bakal menjadi kebahagiaan untuk Caramel dan dirinya, kalo pada akhirnya takdir dan jodoh berdamai dengan mereka.

Cinta yang besar itu datang dalam waktu yang singkat. Entah sejak kapan Arjuna bisa merasakannya. Cinta yang datang terlalu cepat untuk seorang wanita yang enggak mencintainya.

Jalanan Jakarta udah mulai melengang malam ini. Arjuna menghentikan laju mobilnya tepat di sebuah kafe sederhana sesuai dengan alamat yang ia bawa.

Arjuna memarkir mobilnya di tempat parkir yang tersedia. Setelah menarik nafas dalam-dalam, ia bergegas memasuki bangunan itu. "Permisi, saya mau ketemu dengan Pak David. Apa beliau saat ini ada?" Tanya Arjuna pada salah satu greeter yang menyambutnya.

"Beliau ada, Pak. Apa Bapak sudah ada janji dengan beliau? Jika belum, silakan ke meja reservasi agar ditanyakan lebih lanjut apakah Pak David saat ini ada atau tidak waktu luang," sahut sang greeter.

Arjuna mengangguk dan melangkahkan kakinya menuju meja yang dimaksud. Di hadapannya berdiri seorang gadis berpakaian merah marun dengan dandanan yang flawless. "Selamat malam. Saya mau bertemu dengan David. Apa beliau saat ini ada di tempat?"

"Selamat malam, Pak. Mohon ditunggu, saya sambungkan dulu ke sekretaris beliau ya Pak. Sembari menunggu silakan Bapak duduk dan menikmati menu kami."

Arjuna mengangguk. Ia menghampiri sebuah meja kosong bernomor 8. Diedarkan pandangannya ke penjuru kafe. Meskipun terkesan sederhana, tapi sebenarnya kafe ini lumayan mewah dan nyaman. Hampir setengah dari meja yang tersedia diisi oleh pengunjung yang sekedar menikmati kopi malam atau menyantap makan malam yang tertunda. Tapi bukan itu tujuan Arjuna datang ke sini malam ini.

"Selamat malam, Pak." Terderngar suara ramah seseorang yang akhirnya membuat perhatian Arjuna teralihkan. "Pak Arjuna?"

Arjuna mengangguk. "Sorry, Dave, gue gak punya waktu banyak. Ada seauatu yang mau gue bicarain sama lo."

Dave mengangguk ramah. "Silakan."

"Kita mencintai wanita yang sama, Dave," sahut Arjuna. "Sebenernya sangat menyakitkan buat gue bilang ini ke lo, tapi biar gimanapun gue harus sampein ke lo."

"Perlu lo tau, sangat menyakitkan buat seorang suami saat harus mengatakan, bahwa istrinya masih mencintai cowok lain dari masa lalunya. Yaitu elo. Dan gue gak tau bakal sampe kapan cinta Caramel buat lo bakal berakhir."

"Gue menikahi Caramel emang karna perjodohan yang sama sekali gak kami tau sebelumnya. Ironisnya, saat itu Caramel dalam kondisi kacau. Dia menyaksikan sendiri perselingkuhan lo dan sempat beberapa kali mau bunuh diri."

Dave membelalakan matanya lebar-lebar. Dia kaget dengan ucapan Arjuna barusan. Sebegitu hancurkah hati Caramel sampe berpikir melakukan bunuh diri? Tuhan ..

"Gue gak bisa menyalahkan Caramel kalo sampe sekarang dia masih belom bisa move on dari lo. Dan gue juga gak bisa menyalahkan kalo rasa cinta dia ke lo lebih besar dari rasa sakit hati yang lo kasih buat dia. Tapi gue harap mulai detik ini lo gak usah lagi hubungin Caramel dan balik lagi di kehidupan dia. Dia udah lepasin lo dan membiarkan lo memilih wanita selingkuhan lo sebagai pengganti Caramel. Itu artinya, lo juga harus lepasin dia dan membiarkan dia bahagia dengan pernikahan kami. Kalo sampe gue tau dan lihat sendiri lo ganggu kehidupan dia dan pernikahan kami, gue gak bakal segan-segan buat ancurin hidup lo dan jeblosin lo ke penjara. Paham?" Arjuna menegaskan intonasi suaranya. Dia gak bersungguh-sungguh mengintimidasi Dave. Dia cuma pengen bajingan itu menyingkir selamanya dari kehidupan Caramel dan dirinya.

Dave mengangguk pasrah.

*

Hari udah hampir menjelang fajar tapi Arjuna belom juga pulang. Dari semalem Caramel menunggu suaminya. Arjuna pergi gitu aja tanpa pamit. Sebegitu marahnyakah Arjuna karna kejadian kemarin?

Rumah itu terasa sangat dingin menusuk tulang karna ketidakhadiran Arjuna. Caramel terlihat gelisah. Ini kali kedua Arjuna pergi meninggalkannya setelah pertengkaran mereka.

Tepat pukul 03.00 Caramel mendengar suara deru mobil memasuki pelataran garasi rumah. Seketika itu juga Caramel bergegas menuruni anak tangga dan membuka pintu, penuh harap suaminya yang datang. "Kamu pulang," bisik Caramel sembari menghambur diri memeluk Arjuna. Enyah semua perasaan sunyinya seiring dengan kedatangannya dan berganti dengan perasaan lega. "Kamu pulang."

"Jika .. Jika Dave kembali untukmu dan melepaskan wanitanya, apa kamu bakal kembali kepadanya dan meninggalkanku?" tanya Arjuna. Ditatapnya sepasang mata indah Caramel dalam-dalam. "Meskipun aku bertekuk lutut di hadapan kamu dan memohon memintamu buat tetap tinggal di sisiku, apa kamu bakal tetap pergi untuknya?"

Caramel bergeming. Mulutnya terlalu rapat untuk sekedar berucap sepatah kata. Hatinya bergetar begitu mendengar ucapan Arjuna barusan. Jika gak sedemikian mencintainya, lelakinya gak bakal berucap demikian.

"Caramel," panggil Arjuna lembut. Caramel memandangi sepasang mata Arjuna dalam-dalam. "aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. Aku rela melakukan apapun demi kebahagiaan kamu."

Caramel langsung memejamkan matanya begitu mendengar ucapan Arjuna. Perlahan tetapi pasti air matanya mengalir deras. Dia tau, ini semua gak adil buat Arjuna. Demi cinta lama yang terus dikenangnya, dia torehkan luka baru bagi sang lelakinya. Demi keegoisannya yang berlarut dengan kisah masa lalunya, dia acuhkan Arjuna. Sebegitu jahatnya kah dirinya?

"Leave me alone, Jun. Please." Sahut Caramel lirih dan dijawab dengan anggukan oleh Arjuna.

*

Caramel menatap ke kejauhan, berdiri menghadap ke langit yang muram tanpa gemintang, dengan tatapan mata kosong dari balkon kamar. Dia merasa hampa. Cuma dengan cara itu dia bisa berdamai dengan hatinya yang terasa hampa.

Berhari-hari lalu dia selalu mendapati wajah tenang Arjuna saat terlelap di sisinya. Berhari-hari lalu malamnya yang dingin perlahan menghangat. Tapi kini .. Semua gak lagi sama. Cuma ada dirinya sendirian di sini.

Caramel mengulum senyumnya. Ingatannya kembali ke saat pertemuan pertamanya dengan Arjuna. Seorang Arjuna yang penuh pesona mematikan walapun sikap dan tatapannya sedingin puncak gunung es di kutub utara, yang dengan kegigihan dan ancaman basinya membuat Caramel akhirnya luluh dan menerima perjodohan mereka. Seorang Arjuna yang diam-diam mengawasinya dari jauh di saat dia baru tertusuk panah pengkhianatan yang dilakukan oleh Dave.

Huft. Caramel menghela nafas dengan berat. Bukan salah Arjuna kalo sampe suaminya itu berulang kali memintanya untuk melupakan Dave. Dia adalah istri sah dari seorang Arjuna dan memang udah semestinya dia menanggalkan segala atribut dari kisah masa lalunya.

Caramel melirik selintas ke ponselnya. Benda tersayangnya itu kini senyap. Gak ada lagi notif pesan singkat berisi perhatian-perhatian kecil dari Arjuna. Gak ada lagi dering yang menderu yang membuyarkan lamunan panjangnya di tengah hari demi mengingatkannya makan siang. Gak ada lagi Arjuna yang selalu datang dengan ketulusannya.

Kini Caramel baru menyadari arti kehadiran Arjuna di kehidupannya.

*