Caramel menghela nafasnya lagi dengan gusar. Sesuai ucapannya terakhir kali saat berhadapan dengan Arjuna, bahwa dia mengundurkan diri. Memang pada awalnya pihak HRD masih terus menghubunginya dan membujuknya untuk kembali bekerja di perusahaan. Tapi tekad Caramel udah bulat. Apapun yang terjadi, dia gak bakal kembali ke perusahaan. Lagipula, pekerjaan sampingannya sebagai ibu kost masih sanggup menopang ekonomi untuk menghidupinya, Diva, dan Uus.
Selain itu, Caramel bener-bener diuntungkan dengan pengunduran diri ini. Dia bisa punya banyak waktu untuk Diva. Kayak hari ini. Menemani Diva bermain adalah rutinitas barunya.
"Diva, Mama nanti sore mau ke supermarket. Mama mau belanja. Diva mau ikut ato di rumah aja sama Uus?"
Diva menghentikan aktivitas bermainnya sesaat dan mengalihkan pandangannya ke arah Caramel. Senyum penuh kepolosan dan keceriaan khas anak-anak mengembang menghiasi wajahnya. "Diva mau ikut Mama. Boleh kan Ma?"
"Ya boleh, Sayang," sahut Caramel sambil tersenyum. "Kalo gitu sekarang Diva mandi dan siap-siap ya sama Uus."
"Mama gak mandi?" tanya Diva polos.
"Mama udah mandi, Nak," sahut Caramel sambil tersenyum. "Kalo Diva mau ikut, ayo dirapiin lagi mainan dan bukunya. Trus mandi dan siap2 ya."
Diva mengangguk pelan. Tangan mungilnya mulai memunguti satu per satu mainan miliknya dan merapikannya di kotak khusus penyimpanan.
Caramel tertegun. Entah harus bersyukur atau menyesal dengan semua yang terjadi di hidupnya belakangan ini. Yang pasti, sekarang ini rasanya dirinya merasa kayak dibohongi oleh Arjuna.
Kalo dihitung-hitung, pernikahannya dengan Arjuna udah berjalan setahun, tapi selama itu juga Arjuna gak pernah sekalipun menyinggung soal soal Diva. Mertuanya juga, sama-sama gak ada topik obrolan tentang Diva.
Emang sih secara fisik dan materi, jelas Arjuna pemenangnya. Tapi kalo soal kelakuan dan kadar kebejatan, mungkin Arjuna gak jauh beda sama Dave. Cuma bedanya, Dave dan selingkuhannya belum berbuat terlalu jauh. Ya you know lah!
Caramel menghela nafas. Ingatannya tentang Dave berputar lagi. Adegan kenangan demi kenangan yang pernah melewati bersama muncul satu per satu. Entah kena kali ini hatinya justru mengerang. Ada sesuatu yang menyesakan. Adalah sebuah rindu.
"Ayo Ma!" Terdengar suara khas Diva membuyarkan semua lamunannya tentang Dave. "Ayo Ma. Jadi pergi kan?"
Caramel mengangguk sambil menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja.
*
Arjuna menghentikan mobilnya di pelataran parkir sebuah rumah mungil nan asri. Sebuah rumah yang udah lama di tinggalkannya.
Arjuna bergeming. Berulang kali pandangan matanya beralih memandangi daun pintu yang tertutup rapat-rapat.
Semenjak kejadian di Lembang dan kedatangan Diva beberapa waktu lalu, Caramel langsung berubah. Sikapnya yang tadinya mulai menghangat, kini kembali sedingin es. Bahkan Arjuna sempat beberapa kali menangkap basah cewek itu berusaha menghindarinya. Dan selama itu juga Caramel angkat kaki dari rumah yang dibelikannya untuk Caramel.
Kali ini Arjuna yakin, Caramel pasti gak bakal bisa menghindarinya lagi.
"Mel, buka pintunya." Arjuna mengetuk pelan pintu rumah Caramel. "Ada yang harus aku jelasin ke kamu."
Hening. Gak ada suara seorang pun yang terdengar dari dalam rumah.
Arjuna mengusap mukanya dengan gusar. Setelah berhari-hari Caramel berusaha lari dan menghindar darinya di kantor, sekarang dia juga bersembunyi entah dimana.
"AYAHHH!!!"
*
Caramel menghentikan laju mobilnya tepat di pinggir jalan seberang rumahnya. Matanya berkali-kali melotot, memastikan kalo saat ini dia gak salah lihat.
Mau apa Arjuna dateng ke rumah gue?, batin Caramel.
Selintas Caramel melirik kaca spion. Berbeda dengannya yang enggan ketemu Arjuna, Diva justru kelihatan bahagia melihat kedatangan Arjuna.
AYAHHH!!!" Diva berteriak dgn lantang dan membuat Arjuna langsung menoleh ke arah mereka.
Hati Caramel bergetar melihat pemandangan di hadapannya. Seorang Diva kecil berlari sekencang mungkin demi bisa menghambur diri ke pelukan seorang Arjuna. Pelukan seorang ayah yang mungkin selama ini dirindukannya.
Caramel melangkahkan kakinya mendekati Arjuna dengan pandangan acuh. Dia gak mungkin selama itu menahan dirinya dengan tetap berdiam diri di dalam mobil. Entah mau apa lagi makhluk satu itu sekarang di hadapannya. Ah .. kalo aja ini bukan demi Diva, bisa dipastikan dia pasti bakal mendepak Arjuna keras-keras.
Arjuna diam. Tangannya mencengkram pergelangan tangan Caramel dan menahan langkahnya. "Ada yang mau aku bicarain sama kamu."
"Soal Diva? Tenang aja, gue gak larang lo buat ketemu Diva kapanpun. Pintu rumah ini selalu terbuka buat lo ketemu Diva." Pandangan Caramel tetap lurus ke depan. Sesuai tekadnya untuk mengabaikan keberadaan Arjuna.
Arjuna menggeleng. "Bukan. Aku ke sini buat bicara soal kita. Aku dan kamu."
Caramel menghela nafas. "Oke. Tapi kita gak bisa bicara empat mata di sini. Gue gak mau Diva lihat kita seolah lagi berantem. Kita bicara di kamar aja."
Arjuna mengangguk.
*
Arjuna langsung mengurung Caramel dengan ciumannya begitu pintu kamar tertutup rapat. Sesuatu yang sama sekali gak disangka Caramel. Ciuman yang begitu memaksa sekaligus penuh penuntutan, membuat Caramel nyaris menyerah.
"Lepasin gue!" ucap Caramel to-the-point di sela-sela ciuman mereka. "Apa yang mau lo bicarain? Gue gak punya waktu banyak."
Arjuna melepaskan ciumannya sembari meraih tangan Caramel dan menggenggamnya dengan erat seolah itu adalah genggaman tangan untuk yang terakhir kalinya. Dia tau dia udah melakukan kesalahan, tapi dia gak mau Caramel menolaknya. Apalagi sampe mengusirnya. Dia gak mau kejadian tempo hari terulang.
"Maafin aku, Mel. Tolong, maafin aku," lirih Arjuna. Matanya lekat memandangi sepasang mata Caramel. "Dan tolong kembalilah. Aku butuh kamu. Sumpah demi Tuhan."
"Jangan pernah lo bawa nama Tuhan kalo lo gak sungguh-sungguh," sahut Caramel kasar. "Sama seperti yang lo lakuin ke gue."
"Please, maafin aku. Aku tau aku salah. Aku mohon maafin aku dan jangan pergi dari aku."
Caramel memandangi wajah Arjuna dengan sebal. Kalo aja dia gak inget di rumah ini ada orang lain selain dirinya dan Arjuna, udah dipastikan kalo sosok paling menyebalkan di depannya ini bakal babak belur.
"Oke, gue maafin. Sekarang cepet lo keluar dari rumah gue. Urusan kita udah selesai kalo emang tujuan lo ke sini cuma buat minta maaf sama gue."
Arjuna menggeleng. Wajahnya memelas penuh permohonan. "Please, come back."
Sekarang giliran Caramel yang menggeleng. Hatinya terlalu sakit untuk kembali ke sisi Arjuna. Saking sakitnya sampe Caramel mulai meneteskan air mata. "Sorry to say, I can't. Maaf."
BUK! Arjuna meninju dinding kamar dengan keras dan membuat luka di tangannya. Sumpah demi apapun, ini bukan dirinya. Memohon-mohon tanpa lagi melihat gengsi dan harga dirinya sebagai sesorang yang ... ah udahlah. Cinta bener-bener udah bikin Arjuna buta!
"Pulanglah, Jun. Tenangin diri lo." Caramel melembutkan suaranya.
"Tolong .. Tolong jangan pernah usir aku dari hati kamu, Caramel." Hancur udah pertahanan Arjuna. Untuk pertama kalinya dia menangis di hadapan seorang cewek. "Tolong tetapkan hati kamu untuk aku dan kembalilah. Aku butuh kamu. Aku mohon, Caramel."
Seolah mendapat dorongan entah dari mana, Caramel merengkuh Arjuna ke dalam pelukannya. "Gue udah maafin lo, walopun hati gue masih sakit. Please, jangan paksa gue buat lakuin apapun yang lo pengen. Please, biarin gue sendiri dulu saat ini. Gue butuh waktu buat menata diri dan hati gue. Gue percaya satu hal, Jun. Kalo emang kita saling berjodoh satu sama lain, kita bakal kembali ke sisi satu sama lain."
Caramel membenamkan wajahnya ke dada bidang Arjuna. Entah kenapa dia juga merasa sesedih Arjuna. Gak pernah disangkanya permohonan Arjuna membuatnya merasa lebih menyakitkan ketimbang apapun. Caramel percaya, kalo ada seorang lelaki yang menangis demi wanitanya, itu bukan karena lelaki itu cengeng. Tapi itu membuktikan bahwa gak ada lelaki sekuat apapun tanpa wanita tangguh di belakangnya yang ingin dipertahankannya. Meskipun kenyataannya, Caramel merasa belom setangguh itu untuk layak dipertahankan.
"Apa aku harus bersujud di hadapan kamu supaya kamu gak pergi, Mel? I really need you. Please, stay with me. Aku janji bakal lebih mengerti kamu. Aku janji bakal lebih menepati janji-janji aku ke kamu. Dan apapun itu konsekuensinya, aku siap bertanggung jawab."
Caramel menarik nafas dalam-dalam lalu dihembuskan perlahan. "Kasih aku waktu seminggu dan temui aku hari sabtu depan. Aku juga mohon, apapun masalah kita ini jangan kamu campur aduk dengan urusan pekerjaan. Posisi dan jabatanmu menuntut profesionalitas dari kamu, dan karena itu kamu harus bertindak sesuai porsimu. Jangan coba-coba kamu ulangin lagi kesalahan begini. Paham?"
Arjuna mengangguk. Dipasangnya senyum terbaik yang dimilikinya. Dan Papa benar. Caramel adalah orang yang tepat untuk menyeimbangkannya.
"Oh iya, ada satu hal lagi. Kamu berhutang penjelasan ke aku soal Diva. Karna sebelum kita nikah, gak ada satupun dari keluarga kamu yang nyinggung soal Diva."
"Oke. Aku siap jelasin semuanya sama kamu. Mau sekarang atau nanti?"
"Sesiapnya kamu untuk ngejelasin semuanya."
"Oke," sahut Arjuna sambil menarik lagi tubuh Caramel untuk kembali ke pelukannya dan menghilangkan celah yang memisahkan tubuh keduanya.
*
Vote, vote, vote ya guys! yg mau comment di wa jg boleh loh. ^_^