Caramel langsung terlonjak dan setengah berlari begitu dirasanya perutnya mendadak mual. Ini udah ketiga kalinya dia muntah-muntah sejak tadi subuh. Sesuatu yang gak pernah terjadi sebelumnya. Segala macem cara udah dilakukannya supaya gak terus-terusan muntah, tapi sia-sia.
"Ma," terdengar suara khas Diva. Gadis itu berdiri di depan kamar Caramel dengan wajah masih mengantuk. "Mama sakit?"
Caramel menggeleng sembari mengelap mulutnya dengan tisu wajah. Seutas senyum tulus mengembang. "Enggak, Sayang. Mama gak sakit. Mama cuma agak mual aja. Kayaknya Mama masuk angin deh."
Diva mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mengerti maksud ucapan Caramel barusan. "Mama yakin? Diva pernah denger cerita si Brian. Katanya beberapa hari yang lalu mamanya juga selalu muntah-muntah tiap pagi. Trus gak lama abis itu Brian cerita lagi, kalo dia mau punya dedek bayi."
Astaga! Pengen rasanya Caramel tepok jidat. Anak seumur Diva dan Brian udah di-kontaminasi dengan hal tabu begitu. Bulu kuduknya langsung merinding. Jangan-jangan ...
Caramel menggeleng. No. Gak mungkin. Dia cuma melakukan itu satu kali. SATU KALI. Itupun di saat dia tertidur. Jadi gak mungkin kan kalo dia bisa hamil secepat itu?
Ah ya! Cuma ada satu cara untuk memastikan.
*
Caramel nyaris gak percaya dengan pandangannya saat ini. Tatapannya masih terpaku pada sebuah benda berukuran kecil yang menunjukkan dua garis berwarna merah. Alamnya seketika runtuh. Dia hamil!
Pelan-pelan Caramel meraba perutnya yang masih rata. Jauh di dalam sana, ada sebuah makhluk mungil yang bakal menjadi separuh hidupnya. No! Bukan dia gak menginginkan janin ini. Dia cuma ... Caramel cuma merasa belom sesiap itu. Apalagi kondisinya sekarang bener-bener gak mendukung. Ditambah lagi soal Arjuna.
Caramel bergeming. Haruskah dia memberi tahu Arjuna soal ini? Gimana kalo cowok itu menolak mengakuinya nanti? Gimana kalo cowok itu justru bener-bener menceraikannya nanti? Ah ... kepala Caramel mendadak pusing mikirin soal itu.
Caramel butuh istirahat. Seenggaknya untuk saat ini.
*
Caramel mengerjapkan matanya begitu mendengar suara bel yang dipencet berkali-kali oleh seseorang. Kepalanya masih terasa sakit. Bahkan rasa mual yang sesaat lalu gak dirasakannya, sekarang mulai menguar.
"Ya tunggu!" Caramel melangkah gontai menuju pintu. Saat ini dirinya cuma sendirian. Uus dan Diva tadi pamit pergi ke supermarket dan Inah sang asisten rumah tangga juga hari ini izin gak masuk.
Aaaaaaaaaaaarrrggghhhh ,,, gak tau apa orang lagi istirahat?! Caramel mengumpat abis-abisan. Dan seketika itu juga umpatannya terhenti begitu melihat dalang teror bel rumah yang membabi buta tadi.
"Mel, buka pintunya dong!" pinta Arjuna sekali lagi. "Please."
*
Arjuna memencet bel rumah Caramel berkali-kali tapi masih gak ada jawaban dari si empunya rumah. Hari ini adalah hari yang paling ditunggunya semenjak pertemuan terakhirnya dengan Caramel.
"Mel, buka pintunya dong!" pinta Arjuna sekali lagi. "Please."
"Jun, kok gak telepon dulu kalo mau dateng?" Suara khas Caramel sukses membuat Arjuna menoleh ke arah asal suara. "Ada apa? Tumben dateng pagi-pagi?"
Arjuna langsung berjalan menghampiri Caramel dan menghamburkan dirinya ke tubuhnya dengan satu pelukan erat. Dia gak pernah merasa serindu ini dengan cewek manapun selain Caramel. Ibarat balon gas, rasa rindunya itu semakin lama semakin membuncah dan siap meledak kapanpun. Apa Caramel juga merasakan hal yang sama?
"I miss you, Mel." Arjuna berusaha memeluk Caramel lebih erat lagi. "Do you miss me?"
Hening. Caramel mengunci mulutnya rapat-rapat. Dia gak tau harus menjawab apa. Yang pasti, dia merasa sangat tersiksa dalam waktu beberapa hari belakangan ini. Kadang, ada satu waktu dia sangat membutuhkan kehadiran Arjuna, tapi di waktu lainnya dia merasa benci setengah mati dengannya.
Arjuna melepaskan pelukannya. Dipandanginya Caramel dengan seksama. Cewek itu masih bergeming tanpa kata. Tumben. Gak biasanya Caramel begini. "Are you okay?"
"Kita ngobrolnya di dalam aja.", sahut Caramel lirih sambil membuka pintu. "Aku lagi gak enak badan."
"Kamu sakit? Sakit apa? Udah ke dokter?" Arjuna ikut masuk ke dalam rumah Caramel dengan mengekor Caramel. Seutas senyum mengembang di bibirnya. Rumah ini masih sama kayak dulu. Gak ada yang berubah selain cat dinding yang berwarna lebih kalem ketimbang sebelumnya.
"Silakan duduk, Jun. Tunggu bentar ya, gue bikinin minum dulu."
Arjuna mengangguk. Sekali lagi senyumnya merekah. Ah, ternyata dia bener-bener serindu itu dengan Caramel. Walaupun sikap Caramel dingin kayak sebelumnya, tapi itu gak berpengaruh dengan suasana hati Arjuna. Ibarat orang lagi jatuh cinta, Arjuna dirasa mabuk kepayang. Kadar rindunya lebih dari seribu karat!
"PRANK!!!"
*
"PRANK!!!"
Arjuna langsung berlari ke arah dapur dan terpaku sesaat begitu melihat Caramel tergolek lemas di lantai. Wajahnya pucat.
"Mel? Bangun, Mel." Arjuna menggoncangkan tubuh Caramel, berharap cewek itu bangun dan tersadar. Sayang, usahanya sia-sia. Menyadari Caramel bener-bener pingsan, Arjuna langsung menggendongnya dan membawanya ke kamar.
*
Arjuna masih menggenggam jemari Caramel dari semenjak dokter Bagas meninggalkan ruangan mereka. Arjuna bisa bernafas lega karna gak ada sesuatu yang serius yang harus dikhawatirkan olehnya.
Arjuna mengecup puncak kepala Caramel dengan pelan. Ini kali kedua dia bisa berlama-lama memandangi wajah Caramel dalam kondisi terpejam. Hatinya merasa sangat bahagia. Dia sama sekali gak nyangka dengan kejutan yang diterimanya hari ini.
"Mel, I love you. Haruskah aku ucapin berulang kali? Aku mohon, jangan pernah pergi lagi dari sisiku. Karna aku gak akan pernah rela kehilangan kalian." Arjuna mengelus perut Caramel yang masih terlihat rata. "Aku mohon."
Caramel membuka matanya perlahan. "Dimana aku?"
"Kamu di rumah.", sahut Arjuna sambil tersenyum. "Tolong jangan pergi lagi. Aku butuh kalian."
Caramel beringsut bangun dan menyenderkan punggungnya di kepala kasur. Dipandangi wajah Arjuna. Dia tau, dia gak mungkin menyembunyikan hal ini lebih lama lagi. Toh cepet ato lambat Arjuna pasti bakal tau juga. "Gue hamil, Jun."
Arjuna menggenggam jemari Caramel. Wajahnya terlihat bahagia. "Aku tau. Tapi kenapa baru bilang sekarang? Aku pikir tadi dokternya salah ngomong."
Caramel bergeming. Mulutnya masih terkunci rapat. Dan dia masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sudut-sudut matanya mulai penuh kristal-kristal air mata.
"Mel, kok diem?" Arjuna menyadari dari tadi Caramel cuma menjadi pendengar setianya. Bahkan raut wajahnya masih datar. "Kamu gak bahagia dengan kehamilan kamu sekarang? Please, let me know what've I suppose to do."
Caramel menghela nafas dengan berat. Tatapannya bertemu dengan manik mata Arjuna. "Baru tadi pagi gue testpack dan hasilnya gue positif hamil. Sorry. Gue awalnya gak mau bilang ke lo karna gue pikir lo gak bener-bener serius minta gue buat bertahan sama lo. Apalagi dari awal kita nikah, lo selalu nyinggung soal cerai."
"....."
"Dan gue juga sempet marah banget sama diri gue sendiri begitu gue tau kalo gue hamil. Ya semacam menyalahkan diri sendiri, Jun. Gue belom siap seratus persen buat jadi ibu yang baik. Masih banyak hal yang belom terwujud. Masih banyak rencana yang belom terealisasi. Dan itu semua gara-gara lo."
Arjuna langsung menarik tubuh Caramel ke dalam pelukannya. Cewek itu bener. Semua ini salahnya. Tapi janin itu hadir karena bukti Tuhan mempercayakan mereka.
"Aku minta maaf, Mel. Aku mohon, jangan pernah pergi lagi. Jangan pernah menolakku lagi. Aku mohon kamu jangan nyalahin diri kamu lagi. Aku janji, aku bakal berusaha lebih keras dan lebih baik lagi demi kalian. Demi kebahagiaan kamu. Tolong kasih aku kesempatan buat memperbaiki semuanya, Mel. Tolong kasih aku kesempatan untuk jadi laki-laki dan suami yang lebih baik buat kamu dan anak kita."
"Kita, Jun. Kita sama-sama memperbaiki diri." lirih Caramel. Dia tau, untuk sekali ini dia gak boleh bertahan dalam keegoisannya. Toh biar gimanapun juga, janin yang ada di rahimnya ini tetap membutuhkan ayah biologisnya. Dan semoga aja kali ini Caramel gak salah ambil keputusan.
Arjuna mengangguk sebelom akhirnya mengecup puncak kepala Caramel.
"Dan lo masih punya utang penjelasan ke gue soal Diva. Lo harus jelasin sejelas-jelasnya tentang Diva. SE-KA-RANG!"
*
Please ,,, vote, vote, vote ya! :)