Chapter 12 - 11

Udah hampir tiga hari sejak kejadian di lobby, tapi sampe sekarang Caramel belum melihat Arjuna. Tadinya Caramel berpikir kalo cowok itu meninggalkannya sendirian di lobby dan kembali ke kamar tapi ternyata dugaannya salah. Kamar yang mereka tempati masih kosong.

Caramel udah keliling area kamar dan resort demi mencari Arjuna, tapi nihil. Aneh emang rasanya. Selama beberapa hari di Jogja, ini kedua kalinya Caramel merasa kosong. Kehadiran Arjuna seolah mengisi kekosongan itu dengan sempurna.

Ah Caramel, kamu gak seharusnya bersikap kasar kayak gitu!

Are you coming back into my arms

To love me again

I love you I miss you

I need you now

More than ever

More than words can say

I love you and I miss you

I need you more today

Caramel merebahkan tubuhnya perlahan di kasur yang ditempati Arjuna. Sepasang matanya terpejam seiring sayup-sayup lantunan melodi I Love You More Today dari Caleb Santos. Diresapinya wangi tubuh sosok itu perlahan dihirupnya. Wangi yang maskulin tapi sarat dengan kelembutan dan kehangatan. Entah kenapa ingatan Caramel kembali ke kejadian di Bukit Kosakora saat cowok itu memeluk erat dirinya dan itu mau gak mau bikin Caramel merasa rileks dan nyaman.

Jemari Caramel gak sengaja menyentuh sesuatu di bawah bantal. Sebuah foto sukses bikin sang penemu kaget sekaligus bingung. Itu fotonya seorang diri dengan officewear andalannya di kantor lamanya. Kenapa foto itu bisa ada di tangan Arjuna? Siapa Arjuna sebenernya?

Caramel membalik lembar foto yang dipegangnya. Ada seutas kalimat yang entah kapan ditulis Arjuna. "I will always be waiting for you, Caramel. I'll be waiting til you love me as I do."

"Mel" Tiba-tiba terdengar suara khas Arjuna membuyarkan lamunan Caramel. "Kenapa foto itu ada di kamu?"

Hah? What?

"Dari mana aja lo? Tiga hari gak ada kabar. Pergi gitu aja! Trus ini foto gue kenapa bisa ada di loe? Lo dapet darimana? Dari kapan foto ini ada loe?"

Arjuna berjalan mendekati Caramel dam diambilnya foto yang masih dipegang istrinya itu. Entah kenapa hatinya masih terasa agak nyeri semenjak Caramel ungkapkan soal perasaannya yang masih belum bisa move on dari Dave. "It's not your business."

"JUN!" Kepala Caramel rasanya mendidih. Kenapa sih Arjuna selalu kayak mancing keributan dengannya? "Jelas ini urusan gue! Ini foto gue dan gue berhak tau ada urusan apa di balik foto ini! Dan kedua, lo itu laki gue. Wajar dong kalo gue nanya kemana aja lo selama tiga hari ini gak ada kabar?"

Alih-alih menjawab ucapan Caramel barusan, Arjuna malah menggeleng sembari menghempaskan sebuah amplop ke atas kasur yang diduduki Caramel.

"Sesuai permintaan kamu, ini tiket pesawat buat pulang ke Jakarta besok pagi. Tapi maaf, itu tiketnya cuma buat satu orang karna mendadak ada yang harus aku kerjain buat meeting dadakan besok. Kebetulan meetingnya di Jogja juga."

"Kamu gak apa-apa kan pulang sendiri ke Jakarta? Aku udah info Pak Dharma buat jemput kamu di bandara sesuai jadwal penerbangan kamu. Jadi kamu gak usah khawatir."

"Trus lo pulangnya kapan?" tanya Caramel. Emosi sesaat yang tadi sempat mendidihkan kepalanya udah terhempas entah kemana dan entah kenapa hatinya sedikit kecewa karna Arjuna gak ikut pulang bersamanya. "Emang penting banget ya meetingnya?"

"Aku belum tau kapan bisa pulang. Bisa cepat ato bisa mundur beberapa hari lagi. Kedua, lumayan penting. Apalagi ini menyangkut nasib para karyawan aku di kantor cabang sini."

Caramel mengangguk pelan. Dia mencoba memahami urgensi kondisi pekerjaan yang sedang dihadapi Arjuna.

"Lo udah makan? Pasti belom makan kan?" tanya Caramel berusaha mencairkan suasana. "Makan yuk."

Arjuna tersenyum. Hatinya sedikit menghangat. "Belom. Kamu mau makan dimana? Di resto sini atau dimana?"

"Terserah."

"Di restoran sini aja gimana?"

Caramel mengangguk setuju.

*

Caramel melangkahkan kakinya keluar dari gedung terminal 3 kedatangan domestik Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Tatapan matanya menyusuri setiap penjemput yang berdiri di balik pagar pembatas khusus penjemput, berusaha mencari driver yang dimaksud Arjuna semalam tapi nihil. Gak ada seorangpun dari mereka yang memegang kertas namanya ataupun memanggil namanya.

Caramel merogoh saku celananya saat ponsel kesayangannya itu bergetar. Arjuna's Calling ...

"Ya, halo?"

"Mel, maaf." Terdengar suara khas Arjuna dari seberang sambungan telepon. "Drivernya baru ngabarin kalo beliau gak bisa jemput. Anaknya sakit dan harus masuk rumah sakit."

Caramel mengangguk pelan. "Gak apa-apa. Gue pulang naik taksi aja."

"Jangan!" Entah kenapa Arjuna merasa gak rela kalo Caramel harus pulang naik taksi. Nanti kalo ada apa-apa dengannya, siapa yang harus tanggungjawab? Apalagi sisi keamanan transportasi di sini sangat jauh berbeda dengan di luar negeri. "Jangan pulang naik taksi."

"Trus kalo gak naik taksi, gue pulangnya gimana? Nungguin elo di bandara yang bahkan elo sendiri gak tau kapan pulangnya. Yang ada kaki gue bakal berakar saking kelamaan nungguin elo."

"Ya enggak segitunya juga kali, Mel."

"Gue udah capek banget, Jun. Pengen istirahat." Caramel menduduki pinggiran trolley berisi bagasinya. "Sumpah!"

Arjuna menghela nafas. "Tunggu aku sejam lagi di bandara. Aku udah mau boarding. Aku harus pulang dulu sekalian buat ambil beberapa berkas tambahan. Jadi kita pulang bareng sekalian."

"Jun .."

"Kamu mau kan tunggu aku sejam lagi? Sekalian ada kejutan buat kamu."

Caramel menghela nafas. Tanpa sadar Caramel mengangguk pelan. "Kejutan apa? Cuma sejam kan?"

"Iya," sahut Arjuna lembut. "Yawdah yah. Hp nya aku off dulu. Aku lagi boarding. Tungguin aku pokoknya ya?"

-KLIK-

Belum sempat Caramel menjawab, sambungan telepon terputus. Alhasil, Caramel memasukkan kembali ponselnya ke saku celana dan berjalan ke sebuah coffeeshop yang berada gak jauh dari posisinya sekarang. Dia butuh sesuatu yang bisa mengganjal rasa laparnya sembari menunggu Arjuna.

*

Arjuna langsung memasang senyum terbaiknya begitu melihat Caramel dari kejauhan. Wajah cewek itu terlihat berpuluh kali lipat lebih menggemaskan dengan bibir manyun dan duduk seorang diri di atas trolley kosong yang juga berdampingan dengan trolley berisi koper-kopernya.

Arjuna berjalan mendekati Caramel. Tangan kirinya menarik koper berisi pakaian dan dokumen kerjanya sedangkan tangan kanannya disembunyikan di balik punggungnya.

"Maaf nunggu lama. Ini buat kamu." Terdengar suara lembut Arjuna sambil menyodorkan buket mawar merah ke Caramel. "Kamu mau langsung pulang atau mau makan dulu?"

"Langsung pulang aja. Aku capek.", sahut Caramel sambil menerima buket bunga dari Arjuna. "Makasih buat bunganya. Tapi kalo bisa, besok-besok jangan bunga mawar. Tapi bunga deposito aja yang banyak."

Arjuna tersenyum mendengar kalimat terakhir dsri istrinya itu. Emang ya cewek dimana-mana ogah rugi. Untung aja dirinya tajir melintir. Perkara gampang itu kasih bunga deposito yang banyak sesuai permintaannya.

"Yaudah, kita naik taksi online aja ya. Biar kamu juga nyaman istirahatnya. Sini barang-barang kamu biar aku yang bawa."

Caramel mengangguk dan langsung ngeloyor pergi meninggalkan Arjuna yang kerepotan dengan dua trolley penuh berisi koper-koper.

*

Caramel tertegun begitu mobil yang ditumpanginya dan Arjuna berhenti sempurna. Di hadapannya berdiri kokoh sebuah rumah minimalis modern dengan halaman yang lumayan luas. Sepanjang perjalanan tadi, Arjuna sama sekali gak menyinggung soal tujuan mereka. Cowok itu malah terlihat sibuk dengan serentetan panggilan telepon yang terus menerus.

"Ini rumah siapa, Jun?" Tanya Caramel begitu sepasang kakinya menjejak tanah. "Kok kita ke sini? Bukan ke apartemen?"

"Ini rumah kita," sahut Arjuna singkat sambil mengeluarkan koper-koper dari bagasi taksi mereka.

"Jangan bercanda, Jun. Ini rumah siapa?"

Arjuna merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kunci rumah. "Ini rumah kita."

"Jun, jangan boong. Lo gak punya maksud tersembunyi kan dengan bawa gue ke sini?"

"Caramel, denger baik-baik," sahut Arjuna sambil menggenggam erat jemari Caramel. Tatapan matanya lekat memandangi sepasang mata indah Caramel. "Rumah ini aku beli tiga hari sebelum pernikahan kita. Rumah ini aku beli sebagai hadiah pernikahan untuk kamu. Supaya kamu bisa lebih nyaman. Kamu juga bebas milih, mau tinggal di rumah ini atau di apartemen. Bonusnya, kalo di rumah ini, kamu juga bisa bebas pilih mau pake mobil yang mana. Beberapa mobilku sengaja aku taroh sini, sebagian lainnya aku taroh di apartemen dan kantor."

Caramel mengerjapkan matanya. Dia gak salah denger kan? Arjuna bener-bener berusaha bikin dirinya nyaman.

"Di rumah ini ada tiga kamar, Mel. Dua kamar utama ada di lantai atas. Kamar tamu ada di bawah deket tangga. Semuanya udah full furnished. Kamu bisa pilih sendiri mau pake kamar yang mana. Mau satu kamar sama aku juga boleh."

Caramel masih takjub. Pandangan matanya gak lepas dari setiap sudut rumah. Di luar dugaannya, ternyata interior rumah ini super mewah. Bahkan perabotan dan furniturenya pun mewah.

"Gimana? Kamu mau pilih kamar yang mana?" Lanjut Arjuna.

"Lantai atas yang menghadap taman luar," sahut Caramel pelan.

"Oke."

*

Caramel memasuki kamarnya. Sesuai kesepakatan, salah satu kamar utama di lantai atas yang tepat menghadap ke taman luar bakal ditempatinya. Kamar tidur berukuran 5 x 6 meter itu ternyata memang udah diisi dengan perabotan yang simpel tapi tetap terkesan mewah. Kemewahannya disempurnakan dengan susunan lantai marmer dan cat dinding berwarna krem.

Di kamar utama ini juga ada kamar mandi pribadi dengan bathtub dan ruangan khusus shower berpintu kaca yang dibuat terpisah. Design interiornya juga gak kalah mewah dengan kamarnya. Bener-bener mewah pokoknya.

Namun, semuanya entah kenapa terasa dingin bagi Caramel. Di ruangan yang sebegitu gede dan hangat, gak mampu melawan rasa dingin yang pelan-pelan di sesapinya.

Diam-diam Caramel bertanya-tanya, apa Arjuna juga merasakan hal yang sama di sisi lain ruangan yang memisahkan mereka? Terlalu sadis kah apa yang udah dilakukannya ke Arjuna?

Ini semua bener-bener gak adil buat Arjuna. Cowok itu udah berusaha keras memberikan yang terbaik untuknya. Bahkan menyelamatkannya dari patah hati berkepanjangan karna ulah Dave. Tapi entah kenapa hatinya masih terlalu sulit buat menerima kehadiran Arjuna seutuhnya.

*