Chapter 8 - 7

Caramel langsung memalingkan wajahnya begitu dirasakannya pesawat yang ditumpanginya mulai bergerak mundur. Dari announcement tadi, menandakan bahwa pesawat ini sebentar lagi kal lepas landas dan membawanya meninggalkan Jakarta. Dari literatur yang pernah Caramel baca, pergerakan pesawat secara mundur ini disebut dengan pushback.

Dalam dunia penerbangan, kata Pushback artinya mendorong mundur pesawat. Biasanya pesawat tidak bisa mundur sendiri karena arah tenaga mesinnya biasanya ke belakang aja. Pesawat butuh dimundurkan karena kebanyakan tempat parkirnya menghadap ke gedung terminal bandara atau daerah lain yang gak bisa dilewati pesawat.

Pushback pesawat dilakukan dengan menggunakan alat eksternal seperti traktor atau mesin pendorong. Traktor pendorong ini sering disebut pushback tractor, pushback truck, pushback tug, dan lain-lain. Traktor pendorong ini biasanya berbentuk rendah agar gak menyentuh nose pesawat. Cara mendorongnya biasanya dilakukan dengan menyambungkan sebuah batang logam yang disebut dengan towbar di antara pesawat dan traktor. Batang towbar ini berbeda-beda untuk setiap jenis pesawat yang berbeda. Bagian yang didorong mundur adalah nose wheel - roda depan pesawat.

Caramel menahan nafasnya sesaat. Pesawatnya mulai bergerak cepat dan bener-bener siap lepas landas dalam beberapa detik ke depan. Sumpah, saat-saat kayak gini selalu bikin Caramel cemas. Caramel sangat paham, saat take-off ataupun landing selalu dikenal dengan istilah critical eleven. Ditambah lagi sebenernya dirinya sangat phobia pada ketinggian.

Arjuna langsung tersenyum geli. Tawanya tertahan. Hari ini dia melihat sisi lain Caramel, yang luput dari pantauan Kenzie dan Prabu. Digenggamnya jemari istrinya itu dan membagi ketenangannya. "Jangan takut. Ada aku di sini." bisik Arjuna. Caramel langsung menoleh begitu mendengar bisikan Arjuna barusan, dan seketika perasaan cemasnya langsung pergi entah kemana. "Jangan takut." Arjuna mengulangi ucapannya. "Aku bakal selalu ada di sini buat kamu, Mel."

*

"Caramel, kita udah sampe. Ayo bangun." Arjuna berusaha membangunkan istrinya yang dari tadi terlelap. Sepanjang penerbangan selama delapan puluh menit sejak lepas landas, mata Caramel memang langsung terpejam. Itulah yang hampir selalu dilakukannya dalam setiap penerbangannya kemanapun, demi mengusir rasa cemas dan takutnya pada ketinggian.

Caramel membuka matanya perlahan sembari mengumpulkan kesadarannya secara penuh. Yaps! Memang benar apa yang diucapkan Arjuna tadi. Mereka udah mendarat di Yogyakarta dan pesawat yang mereka tumpangi udah berhenti sempurna di tempatnya. Caramel sadar kalo sekarang ternyata tinggal mereka berdua penumpang yang tersisa di pesawat ini.

"Kita bakal turun dari pesawat ini bersama-sama, Mel. Semua awak kabin yang bertugas di depan sana itu adalah temanku." Arjuna menunjuk dengan ujung matanya dan Caramel mengerti maksud Arjuna. Mereka berjalan ke arah pintu keluar, dan di sana berdiri beberapa flight attendant yang melempar senyum ke arah mereka.

"Terima kasih sudah terbang bersama kami, Pak Arjuna. Have a nice holiday and see you later in our next flight." Salah satu awak kabin tersebut menyapa mereka dengan ramah.

Arjuna mengangguk dan tersenyum. Dirangkulnya pinggang Caramel. Walaupun risih, tapi Caramel tetap menyembunyikannya agar gak terlihat oleh orang lain.

"You're welcome," sahut Arjuna sambil memasang senyum terbaiknya.

Caramel langsung menggeliat melepaskan diri begitu kakinya menjejak aspal apron. Sumpah demi apapun, dia bener-bener risih dirangkul kayak tadi walaupun oleh suaminya sendiri. Sayang, tanpa Caramel sadari, Arjuna ternyata sangat senang menyaksikan ekspresi kesal di wajah istrinya itu. Kalo kata orang-orang, wajah Caramel saat ini bener-bener terlihat kayak duck face.

Arjuna bergegas menyusul istrinya yang berjalan cepat di depannya. Seumur hidupnya yang gak pernah punya sejarah bernama pacaran, memang sedikit agak kewalahan menghadapi sikap cewek yang sedang ngambek kayak sekarang ini.

"Hei, Mel! Tunggu!! Jangan cepet-cepet jalannya!" teriak Arjuna akhirnya sesaat setelah ia berhasil menjejajari langkahnya dengan langkah Caramel. Napasnya ngos-ngosan. "Udah dong ngambeknya. Jelek muka kamu kalo kayak gitu. Kayak bebek."

Caramel menghentikan langkahnya. Sepasang matanya menatap tajam mata Arjuna. "Kalo udah tau muka aku jelek, apalagi kalo lagi ngambek, trus kenapa kamu masih kekeuh buat nerima perjodohan kita dan nikah sama aku?"

Well, mungkin ada baiknya kalo Arjuna harus mengalah daripada meladeni pertanyaan istrinya itu kalo lagi-lagi yang disinggung soal penyebab mereka harus ada di sini sekarang. Arjuna sadar, memang butuh waktu untuk mereka saling kenal dan saling dekat satu sama lain.

*

Arjuna menarik dua trolley bagasinya secara bersamaan sembari memasuki sebuah ruang penginapan. Dia sengaja memesan resort yang lumayan mewah untuk honeymoon-nya dengan Caramel. Arjuna bener-bener berniat dan berusaha sebaik mungkin untuk bikin Caramel senang dan nyaman, terutama nyaman saat bersamanya. Arjuna bener-bener berharap, dengan suasana yang berbeda bisa membuat hubungan mereka sedikit lebih dekat.

Caramel mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut penjuru kamar. Dengan jendela kaca berukuran besar yang bisa dibuka dengan cara menggesernya, Caramel bisa melihat hamparan rumput hijau di bawah sana. Dari balkon kamar, Caramel bisa melihat kejernihan air dari kolam renang berukuran olympic dan mini gardennya. Kenyamanan suasana kamar kian dipercantik dengan segala properti kamar yang terbuat dari kayu dan diukir dengan ukiran sederhana dan dilapis dengan cat khusus sehingga membuatnya menjadi mengkilat. Caramel harus mengakui satu hal. Selera Arjuna dalam memilih kamar resort ternyata patut diacungi jempol.

"Gimana? Kamu suka?" Arjuna menghentikan langkahnya tepat di belakang Caramel. Dadanya mulai bergemuruh. Sumpah demi apapun, dia pengen banget memeluk Caramel dari belakang, persis kayak adegan-adegan di drama korea yang sering ditonton Luna sahabatnya. "Atau mau cari tempat penginapan yang lain?"

"Kamu pernah ke sini sebelumnya?" Jujur aja, Caramel masih terpesona dengan pemandangan alam yang saat ini dinikmatinya. "Tau tempat ini dari mana?"

"Browsing internet." Sahut Arjuna. "Aku baca ulasan-ulasan dari tamu yang pernah nginep di sini dan mayoritas mereka rekomen banget tempat ini. Gimana? Kamu suka gak? Kalo gak suka kita bisa cari penginapan yang lain."

Caramel hanya menggeleng pelan tanpa mengalihkan pandangannya. "Gak usah. Di sini aja. Lagian di sini nyaman. Aku suka sama suasananya. Tenang, cozy, dan asri."

Arjuna tersenyum. Salah satu harapannya udah dikabulkan oleh semesta; membuat Caramel merasa nyaman. Ya seenggaknya dia tau kalo istrinya merasa nyaman dengan suasana di tempat mereka ini.

"Aku sengaja pesan khusus untuk honeymoon kita, lengkap dengan private candle light dinner juga. Tapi kalo kamu pengin suasana lain atau pengin makan malam di luar, please let me know."

Caramel mengalihkan pandangannya dan lekat memandangi wajah Arjuna. Entah kenapa dia merasa terharu dengan ucapan lelaki itu barusan. Sebegitu kerasnya ternyata usaha lelaki itu untuk membuatnya nyaman dengan kehadirannya sebagai suaminya dan membuat hubungan mereka lebih akrab.

"Oke." Caramel melengkungkan senyum terbaiknya, membuat Arjuna balas tersenyum.

*

Caramel memandangi raut wajah Arjuna yang begitu menghayati caranya menyesap kopi hitamnya dengan pelan. Lelaki itu terlihat begitu tenang dan cool. Seumur hari menjadi seorang istri, baru sekali ini Caramel melihat dengan jelas caranya lelaki itu menikmati kopi, dan pemandangan itu mau gak mau membuatnya terpesona.

"You wanna talk something, Mel?" Tanpa mengalihkan perhatiannya dari kenikmatan secangkir kopi, Arjuna tau kalo daritadi Caramel memandanginya.

Caramel menggeleng. "Nope."

"Are you sure? Soalnya daritadi kamu ngeliatin aku kayak ada yang mau diomongin."

Caramel mengangguk. Diulasnya seutas senyum simpulnya sesaat sebelum mengalihkan pandangannya ke semburat emas di ufuk barat semesta. Senja yang daritadi ditunggunya udah hampir tiba. Entah kenapa dia sangat mengagumi saat-saat senja kayak gini.

Diam-diam Arjuna tersenyum. Saat ini dirinya melihat sisi lain seorang Caramel. Sisi galak dan jutek yang biasanya selalu tersurat di setiap pertemuannya dengannya dulu kini seolah enyah entah kemana dan berganti dengan kepolosan khas seorang wanita.

Dan gak tau kenapa, jantungnya berdebar.darahnya berdesir. Mungkin inilah yang disebut dengan cinta pada pandangan pertama, dan Arjuna pun mengakuinya.

Berada sedekat ini dengan Caramel selalu membuat darahnya berulang kali berdesir hebat. Jantungnya berdegup kencang. Arjuna gak pernah kayak gini sebelumnya. Oh God! What are you doing with me, Mel?

"Jun," Caramel mengalihkan tatapannya seketika tanpa memberi kesempatan untuk Arjuna melepaskan pandangannya dari wanita itu. "have you done checking me out?"

"Yaps." Arjuna memasang senyum terbaiknya. "Kamu cantik."

Mendengar ucapan Arjuna barusan membuat Caramel mau gak mau tersipu malu. Ini pertama kalinya Arjuna memujinya dengan sebutan itu dan hal itu sukses membuat kedua pipinya memerah. Demi melihat itu, Arjuna jadi ketawa pelan.

"Ciyeeeee .. Baru dipuji gitu aja udah blushing. Kayak anak ABG aja kamu, Mel." Arjuna gak tahan untuk gak menggoda istrinya itu.

Bukannya menyahut ucapan Arjuna barusan, Caramel malah meninggalkan lelaki itu menuju pinggir kolam renang. Kedua tangannya memeluk erat lengannya dan berusaha menghangatkan tubuhnya. Cuaca di Jogja agak mendung sekarang ini dan itu membuat udaranya pun sedikit lebih dingin dari hari-hari sebelumnya.

Why don't you tell me about your life, Mel?"

Caramel membalik badan dan menaikkan sebelah alisnya. "My life?"

Arjuna mengangguk sambil memasangkan jaketnya ke bahu Caramel. "Yes. Your life, Honey. Tell me."

"Gue cuma gadis biasa yang kebetulan beruntung dengan karir yang sekarang. Gue berani jamin, sebenernya tanpa lo nanya soal kehidupan gue, lo udah tau banyak soal gue dari aspri atau dari bokap lo."

Sekali lagi Arjuna mengangguk. Sebenernya ada sesuatu yang terus menerus mengusik pikirannya semenjak pernikahannya. "Kamu pengin laki-laki yang gimana sebagai suami idaman?"

"Yang kayak Dave." sahut Caramel singkat dan pelan, tapi gak terlalu pelan bagi telinga Arjuna.

Arjuna menghela nafas berat. Entah kenapa ia merasa emosi mendengar jawaban Caramel barusan. Hati dan egonya sebagai seorang cowok sekaligus suami merasa gak terima. Gimana bisa istrinya masih terus mengenang sang mantan yang ternyata bajingan?

"KENAPA SIH KAMU MASIH INGET SI KEPARAT ITU?! SEBEGITU SEMPURNANYA DIA DI MATA KAMU SAMPE KAMU BUTA DAN GAK BISA NGEHARGAIN AKU?! SADAR MELL!!! YANG JADI SUAMI KAMU ITU AKU, BUKAN BAJINGAN ITU!!!"

Caramel mematung. Selintas dia bisa melihat pengunjung resto di sekitar mereka mulai mengalihkan perhatian mereka ke dirinya dengan tatapan "Apaan sih?". Lagian juga seumur hidupnya baru sekali ini dia dibentak-bentak kayak gini, di depan umum pula. Caramel menggigit bibir bawahnya kencang-kencang demi menahan tangisnya. Air matanya terlalu berharga untuk Arjuna yang udah sangat tega membentaknya di muka umum.

Arjuna menarik nafas dalam-dalam dan dihembuskan perlahan. Perubahan raut wajah istrinya membuatnya tersadar kesalahan yang baru aja dilakukannya. Sumpah demi Tuhan, dia sama sekali gak bermaksud membentak Caramel. Egonya-lah sebagai lelaki dan suami yang membuatnya bersikap kayak tadi.

Arjuna meraih kedua tangan Caramel dan mengelus pelan punggung tangannya. Dipandanginya sepasang mata Caramel dengan lembut.

"Khumairahku, apa yang bikin kamu berpikir kalo Dave layak dijadikan sebagai suami idaman? Apa karna pekerjaan? Hartanya? Wajahnya? Atau karna bukan dia yang jadi laki-laki yang terpaksa harus kamu nikahi karna perjodohan?"

Caramel masih mengunci mulutnya dan air matanya masih mengalir deras di pipinya

"Maaf karna tadi aku ngebentak kamu, Mel."

"Gue yang seharusnya minta maaf. Gue .. Gue gak bermaksud untuk membanding-bandingkan kalian satu sama lain," sahut Caramel lirih.

Arjuna langsung meraih tubuh Caramel dan membawanya kedalam pelukannya. Diusapnya perlahan punggung istrinya itu. Menghilangkan semua celah yang memisahkan mereka. Arjuna sadar, gak ada satu wanita pun, dimanapun dan siapapun itu, yang sudi berada di posisi Caramel; dikhianati laki-laki yang bertahun-tahun menjadi kekasih hati lalu dipaksa menikah dengan seseorang yang dijodohkan dengannya. Dan, Caramel benar. Istrinya itu memang butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan dan posisinya saat ini.

"Terlalu banyak kenangan yang gue belum siap buat dilepaskan gitu aja. Gue butuh waktu buat lepasin semuanya."

Arjuna mengangguk sesaat sebelum diciumnya puncak kepala Caramel. Diam-diam dia berjanji untuk membahagiakan istrinya itu. "Gak apa-apa, Mel. Kamu bisa lepasin semuanya pelan-pelan. Aku yakin kamu bisa." Arjuna memejamkan mata. Ada rasa perih yang menggores hatinya saat dia harus mengucapkan kalimat barusan. Dia yang perlahan mulai mencintai Caramel tetapi bukan namanya yang tertulis di hati cewek itu melainkan nama orang lain.

*