Chereads / Trouble Marriage / Chapter 4 - Tamu Spesial

Chapter 4 - Tamu Spesial

Mariposa melangkahkan kakinya masuk kedalam Paviliun milik Tuan Badra yang tak lain ayahnya sendiri. Diikuti pelayan setia yang mengikutinya di belakang dengan perasaan berkecamuk. Mariposa melangkah dengan santai dan tanpa beban sedikitpun. Bahkan pembicaraan ayahnya beberapa jam yang lalu seolah hanya angin lalu dan tidak pantas diingatnya. Mendadak beban pikiran Mariposa meluap begitu saja. Ternyata benar, jika jalan-jalan dapat membantunya sedikit melupakan masalah yang terjadi. Bahkan dari jalan-jalan berkeliling desa itu Mariposa juga menemukan solusi yang tepat untuk masalahnya saat ini.

Langkah mendadak terhenti. Matanya menelisik ke segala penjuru ruangan rumahnya. Pengawal yang tengah berjaga didepan pintu pun ikut menatap Mariposa dengan heran.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona kecil?"

Nona kecil katanya. Mariposa sudah lama tak mendengar panggilan yang hanya dikhususkan untuknya itu.

"Ada acara apa?" Tanya Mariposa langsung pada intinya.

Ia memang sudah menyadari jika ada yang tidak beres dengan rumahnya kali ini. Penjagaan yang bertambah dan juga rumah yang sedikit dihias mengundang tanya Mariposa. Biasanya Rumah itu selalu sepi dan pengawal yang berjaga pun hanya beberapa karena selama ini hanya ada Mariposa yang menempati rumah itu. Tapi hari ini Tuan Badra menambah pengawalan di depan rumah dan di pintu masuk seperti yang ada didepan Mariposa sekarang ini. Dan juga rumahnya itu dihias oleh beberapa bunga dan karpet merah. Seperti ada acara red carpet dari orang yang sangat penting.

"Jawab aku, Smith!" Bentak Mariposa sambil membaca name tag yang berada di jas pengawal itu.

Smith juga bukan pengawal yang biasanya. Smith terlihat blasteran dan pasti dia pengawal yang sengaja dikirim dari kota oleh ayahnya.

"Tuan Badra kedatangan tamu spesial, Nona."

"Tamu spesial?"

Mariposa melirik Marvel yang sudah berpindah tempat disampingnya. Marvel yang mengerti tatapan itu pun langsung mengedikkan bahunya.

Baru saja Mariposa hendak membuka mulutnya kembali untuk bersuara. Sebuah suara lain sudah memberinya instruksi untuk diam lebih dulu.

"Sudah pulang kamu?" Tanya Tuan Badra sambil menuruni anak tangga.

Kejadian itu seperti terjadi secara perlahan dalam pandangan Mariposa. Adegan ayahnya turun tangga itu seperti adegan dalam film yang sengaja di slow motion.

"Sudah." Jawab Mariposa singkat.

Matanya terpaku pada sosok yang kini berdiri dibelakang Tuan Badra dengan setelan jas biru dongkernya. Jas dengan warna gelap seperti itu tampak membuat lelaki itu semakin gagah dan mempesona. Tapi sayang, pesona itu tak bisa melelehkan hati Mariposa. Lelaki itu bahkan sempat tersenyum pada Mariposa dengan menawan. Mungkin jika perempuan diluar sana melihatnya, mereka akan hanyut terbawa arus perasaan dan pesona yang dimiliki lelaki itu. Tapi tidak dengan gadis seperti Mariposa. Ia malah mendecih pelan ketika lelaki itu menelisiknya dari atas hingga bawah sehingga membuat Mariposa ingin melayangkan sebuah tamparan ke pipi mulus tersebut.

Mesum. Itulah yang dipikiran Mariposa.

"Sangat tidak sopan memperhatikan seorang gadis yang baru pertama kali bertemu dengan tatapan seperti itu." Gumam Marvel yang mendapat persetujuan dari Mariposa dalam hati.

"Siapa dia?" Tanya Mariposa sambil menunjuk lelaki asing itu.

Tuan Badra menaikkan sebelah alisnya. "Kenalkan, dia Angga. Putra dari salah satu kolega Ayah." Tuan Badra lebih dulu memperkenalkan lelaki bernama Angga itu.

"Angga? Nama dengan kelakuan tidak sesuai." Tuding Mariposa yang langsung mendapat pelototan tajam dari Tuan Badra.

"Jaga ucapanmu." Bisik Marvel.

Jangan harap bisikan itu dianggap oleh Mariposa.

Gadis itu menatap tajam Angga. Baginya kehadiran Angga dirumahnya sekarang itu seolah menjadi ancaman dan peringatan dari ayahnya. Lebih tepatnya, sepertinya Tuan Badra mulai memunculkan calon suami untuk putrinya satu persatu. Dan secara tidak langsung Tuan Badra pun menyuruh Mariposa untuk mulai memilih dan beradaptasi dengan lelaki pilihannya.

Kenapa pikirannya sedemikian negatif? Tentu karena Tuan Badra jarang sekali mengundang atau bahkan menerima tamu sembarang lelaki dari luar. Maklum, anak Tuan Badra itu perempuan semua. Jadi dari dulu Tuan Badra selalu sangat memproteksi putri-putrinya dari lelaki luar sana sekalipun itu anak koleganya.

Namun pada akhirnya Tuan Badra sendiri yang akan lebih cepat membawakan lelaki pada putri-putrinya. Dan Mariposa sangat hafal betul dengan tanda-tanda ini. Dari dulu ayahnya itu selalu membawa lelaki ke dalam rumah ketika akan menikahkan putrinya. Seperti yang terjadi pada kakak-kakaknya dulu. Dan kini gilirannya untuk memilih.

"Mariposa, tolong temani Angga sebentar karena ayah harus mengecek beberapa dokumen penting yang baru dikirim."

Alasan klasik.

"Jadi dia kandidat pertama ya?" Lirih Mariposa.

"Sudahlah jangan bicara macam-macam. Tolong bawakan satu set teh untuk Mariposa dan Angga." Kata Tuan Badra pada salah satu pelayan rumah.

Kemudian Tuan Badra langsung melenggang pergi ke ruangannya. Angga sempat melirik Marvel yang sedari tadi berdiam diri disamping Mariposa. Tatapan Angga mulai menelisik dan seperti menilai. Hal itu membuat Mariposa maupun Marvel sendiri menjadi risih.

Mariposa semakin menunjukkan wajah tak bersahabatnya pada Angga.

"Jadi, mau mengobrol dimana?" Tanya Angga memecah atmosfer aneh yang tercipta.

Mariposa mendengus. "Terserah. Aku mau ke kamar!"

Lalu Mariposa melengos ke kamarnya yang ada di lantai dua. Tersisa kedua lelaki itu yang hanya bisa menatap nanar kepergian Mariposa.

Angga lalu menatap Marvel yang berdiri dengan santai.

"Lalu aku bagaimana?" Tanya Angga sambil menunjuk dirinya sendiri.

Marvel menaikkan bahunya. "Itu artinya dia menitipkanmu padaku. Sudahlah,ayo! Kita mengobrol di taman belakang."

Marvel merangkul tamu kehormatan Tuannya layaknya teman akrab. Hal itu tentu mengundang kecanggungan bagi Angga yang tak terbiasa dengan orang baru.

Lenyap sudah harapan Angga untuk bisa mengenal Mariposa lebih dalam. Angga sudah mendengar cukup banyak tentang Mariposa dari Tuan Badra. Hanya mendengar cerita ayahnya saja sudah membuat Angga tertarik untuk mendekati gadis itu. Apalagi jika Angga bisa mengenal secara langsung dengan Mariposa, pasti lebih menyenangkan. Terutama sambil memandangi wajah cantik nan anggun Mariposa. Sudah dapat dipastikan Angga akan langsung jatuh cinta sangat dalam jika saja Mariposa tidak memperlakukannya dingin seperti barusan.

"Kalau kau mau merebut hati Mariposa, rebut dulu perhatianku baru kau bisa mendapatkannya." Sahut Marvel yang hanya dibalas lirikan oleh Angga.

~~

Sementara itu, Mariposa hanya bisa mondar-mandir didalam kamarnya yang dipenuhi warna peach. Ia mulai resah dan takut jika Angga benar-benar orang yang akan bersanding dengannya di pelaminan. Mariposa tak menginginkan Angga untuk jadi pendampingnya. Selain tak kenal, Mariposa juga tak suka tipe lelaki yang baru bertemu langsung menatapnya sedalam itu. Mariposa merasa risih ditatap seperti tadi oleh Angga. Dan tentunya Mariposa langsung menolak mentah Angga.

Setelah dikiranya lelah mondar-mandir, Mariposa menjatuhkan tubuhnya keatas kasur king size yang dihiasi seprai berwarna ungu muda. Posisinya terlentang dan menghadap langit-langit kamarnya. Mariposa sungguh lelah dengan semua rencana ayahnya. Sejak kecil Mariposa beserta ketiga kakaknya tidak diberi kebebasan memilih atau mengeluarkan suara atas keinginan mereka.

Mariposa takut hari berganti esok karena besok pasti akan ada tamu lelaki lain selain Angga. Dan ayahnya pasti menyuruh Mariposa untuk berkenalan dengan berbagai pria hingga tiba saatnya ia disuruh memilih siapa yang paling diinginkannya untuk bersanding di pelaminan nanti.

Dan Mariposa hanya bisa berharap Marvel akan segera menyampaikan keinginannya pada Tuan Badra.

Lama berbaring Mariposa merasa matanya semakin sayu dan ingin dirapatkan segera. Ya, ia mengantuk. Pikiran yang menumpuk membuat otaknya jadi lelah dan ingin diistirahatkan. Mariposa pun mulai menutup matanya.

Hingga dua puluh menit berlalu.

TOK TOK TOK

Mariposa langsung mengerjapkan matanya. Ia bangkit dengan malas menuju pintu lalu membukanya. Sebelah alisnya terangkat ketika tahu siapa orang yang telah mengganggu tidurnya. Langsung saja Mariposa mematung ditempat.

"Ayah?"

Ya, Tuan Badra sendiri yang telah mengetuk pintu kamarnya dan mengganggu waktu tidur siangnya. Mariposa pun menelan kata-kata yang hendak ia keluarkan untuk memarahi orang yang telah mengusik tidurnya. Tuan Badra berdiri dengan tatapan dingin dan tajamnya. Yang lebih membuat Mariposa tercengang adalah Ayahnya tahu jika Mariposa tidak menemani tamu spesialnya dan malah berdiam diri di kamar.

Mati kau!

"A-ayah.. aku-"

"Siapa dia?"

"Ya?"

Mariposa tambah tercengang dengan pertanyaan itu. Sekaligus tidak mengerti apa maksudnya.

Tuan Badra menghela nafasnya melihat Mariposa yang tak mengerti. "Siapa lelaki itu?" Tanyanya lagi.

Mariposa tentunya belum juga mengerti. Dengan ragu ia menengok ke belakang secara perlahan untuk memastikan jika kamarnya kosong dan tak ada siapapun termasuk yang dimaksud ayahnya. Dan benar, tidak ada siapapun di kamarnya. Mariposa kira Tuan Badra bertanya karena melihat seseorang dibalik punggungnya.

"Dia siapa, Ayah? T-tidak ada-"

"Lelaki yang Marvel maksud." Tegas Tuan Badra.

Lama-lama ia juga kesal pada putrinya yang telat berpikir ketika dirinya sedang terburu-buru. Mariposa pun merasakan itu.

"Aku-"

"Ayah sedang mencari tahu. Tapi jika dia tidak seusai yang diharapkan, dia gagal untuk jadi milikmu."

"Tapi Ayah-"

"Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu. Selamat istirahat."

Mariposa menatap kepergian Ayahnya dengan nanar. Belum sempat ia mengutarakan pendapatnya soal lelaki yang dipilihnya, Tuan Badra seolah tak mau mendengar apapun lagi lebih jelas selain identitas dan asal usul lelaki pilihan Mariposa. Padahal menurut Mariposa, lebih baik ia bersama lelaki asing itu daripada bersama lelaki pilihan Ayahnya. Lagi-lagi masih berkaitan soal martabat dan derajat antar keluarga. Mariposa muak dengan semua drama yang ayahnya buat. Hanya karena gengsi yang tinggi. Hidup di keluarga kaya tak semudah dan seenak yang kalian bayangkan.

BRAKK

Mariposa membanting pintu kamarnya setelah meyakinkan diri untuk keluar kamar. Di tangga ia bertemu Marvel yang sepertinya hendak menemui Mariposa juga. Marvel tersenyum.

"Mencariku?" Tebak Marvel.

Mariposa mengangguk.

"Aku juga sama. Ayo mengobrol di taman belakang."

Mariposa menghela nafasnya. "Kau masih punya tamu."

"Aku tidak punya tamu. Itu tamu Tuan Badra, dan dia sudah pergi." Jelas Marvel yang mampu membuat Mariposa mengangguk.

Lalu mereka berjalan beriringan menuju taman belakang. Hanya dengan melihat tingkah laku mereka ketika bersama sudah seperti hubungan antar saudara. Padahal hubungan mereka hanya sebatas majikan dan pelayan dari dulu. Tak lebih. Namun Marvel tetap menganggap Mariposa sebagai adiknya begitu juga sebaliknya.

Sesampainya di Taman, Mariposa duduk di ayunan buatan keluarganya. Marvel dengan senang hati berdiri dibelakangnya dan bersiap untuk mendorong.

"Angga diusir?" Tanya Mariposa terkejut. Marvel hanya menaikkan kedua bahunya.

"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja Angga pergi lalu tak kembali lagi ke tempatnya."

Mariposa mengangguk mengerti. Sepertinya Tuan Badra butuh waktu untuk berpikir.

Tiba-tiba saja Marvel meraih tangannya lembut dan memperlakukan tangan mungil Mariposa layaknya tangan seorang putri. Kemudian Marvel tersenyum sambil menuntun Mariposa ke kamarnya dengan perlakuan yang lembut.

"Kak Marvel?" Heran Mariposa.

"Ssstt.. ini perintah Tuan."

Setelah mendudukkan Mariposa di sofa kecil di kamarnya, Marvel keluar sebentar. Lelaki itu kembali dengan nampan berisi obat-obatan. Kemudian Marvel berjongkok didepan Mariposa dan mulai mengobati pipi Mariposa yang habis terkena gamparan ayahnya sendiri. Mariposa sedikit meringis ketika kantung es batu tertempel di pipi nya yang baru terasa perih.

"Sudah kuduga, kau akan terluka." Gumam Marvel.

"Maksudnya, Kak?"

"Kulitmu halus dan tipis, kena tamparan sekeras itu pasti akan sakit dan memar jika tidak langsung diobati."

Mariposa tersenyum dalam hatinya. Memiliki pelayan sebaik Marvel membuatnya merasa beruntung. Marvel sudah seperti kakaknya sendiri. Mariposa pun tidak akan segan-segan meminta apapun yang ia butuhkan pada Marvel, termasuk meminta izin ayahnya dalam hal apapun.

"Kak Marvel.."

"Ya?"

"Kenapa tidak kau saja jadi suamiku?"

Gerakan tangan Marvel pun terhenti. Marvel menatap Mariposa tepat dimanik matanya. Marvel pun tak segan-segan mengangkat tangannya untuk sekedar mengacak-acak rambut Mariposa dengan gemas.

"Kau itu polos sekali ya. Beraninya bilang begitu pada lelaki dewasa. Haha" Marvel tertawa.

"Memangnya kenapa? Kita kan dekat kak. Kak Marvel juga sangat baik padaku, perhatian, lembut, dan kau kan sayang padaku juga, kak."

Dengan polosnya Mariposa berkata seperti itu. Marvel hanya bisa tersenyum geli.

"Kau sangat lugu nona, lagipula mana mungkin Tuan mengizinkan seorang pelayan seperti aku ini menjadi suami putrinya yang paling berharga."

Mariposa mendecih. Dalam pikirannya, ayahnya itu tidak pernah sayang kepada anak-anaknya. Buktinya saja Tuan Badra selalu menjual anak-anaknya pada pengusaha kaya demi mendapat keuntungan yang lebih besar. Tuan Badra hanya cukup merawat mereka sampai lulus sekolah, tapi tidak seterusnya.

"Sudah selesai." Sahut Marvel membuyarkan lamunan Mariposa.

Dan benar, Marvel telah selesai memberikan salep untuk memar di pipinya. Benda itu terasa sangat dingin menyentuh kulit mulusnya.

Marvel pun membereskan perlengkapan yang ia bawa tadi dan hendak berlalu.

"Bisa tidak jika aku kabur saja? Aku sangat tidak siap menikah." Lirih gadis itu.

Marvel menoleh. "Turuti saja kemauannya."

"Kak Marvel sama saja." Mariposa mengerucutkan bibirnya.

Marvel tersenyum kecil karena gemas. "bukan apa-apa. Aku juga kasihan tapi aku yakin kali ini benar-benar kebahagiaan mu yang sesungguhnya."

Marvel mengelus pucuk kepalanya singkat lalu menghilang dari balik pintu kayu. Mariposa mendesah pesan. Percuma saja ia mencari pertolongan sana sini jika semua orang sudah kepalang tunduk pada ayahnya. Tidak ada yang berani membantunya jika itu melanggar peraturan Tuan Badra. Menyebalkan. Mariposa jadi menyesal telah lahir dari rahim istri seorang Badra Parviz. Jika bisa memilih, Mariposa lebih memilih lahir dari keluarga yang biasa saja namun bebas memilih daripada orang kaya namun dikekang. Semua orang mendukung ayahnya. Yang bisa Mariposa lakukan sekarang hanyalah pasrah dan menunggu sampai hari pernikahannya.

Bersambung..