/Agatya's POV/
Langit tiba-tiba angkat suara, "Mau disamperin? Cowoknya udah pergi lagi, tuh."
Resya dan Gauri mengangguk-angguk saja. Sehingga, tatapan mereka bertiga tertuju padaku. Aku masih tidak menjawab.
"Yaudah, kalau lo gak mau ke sana, biar kita aja," final Resya. Ia melenggang pergi bersama Gauri menghampiri Savira.
Aku masih diam di tempat, tidak mengangguk atau menggeleng. Langit juga masih diam di tempatnya.
"Gak ke sana juga?" tanyaku heran karena dia tidak pergi.
"Enggak. Gue kan nanya lo tadi, bukan nanya ke mereka. Lo gak mau samperin? Sekedar say hi gitu?"
"Harus banget?"
"Enggak juga. Bukan urusan lo juga dia mau ngapain ke sini."
Akhirnya, kuputuskan untuk menghampiri Savira. Kurasa kalau hanya menyapa juga tidak masalah. Lagipula, aku tidak sendiri di sini. Seperti biasa, Langit selalu mengikuti langkahku kemanapun.
"Nah, itu orangnya dateng! Tadi katanya enggak mau nyapa. Terus ngapain sekarang ke sini?" cibir Resya saat aku sudah dekat.
"Siapa yang bilang enggak mau? Gue enggak ada bilang apa-apa tadi. Lo aja yang terlalu excited, gue sama Langit ditinggal." Aku memberikan pembelaan sambil menatapnya sengit.
Savira terkekeh kecil dan berkata, "Enggak usah berantem, kak. Enggak nyapa juga gak kenapa, kok. Kakak ke sini mau nonton lomba dance juga?"
"Ini lomba dance? Aku malah baru tau. Kamu nontonin siapa?"
"Pacar aku, kak. Itu dia lagi kumpul sama timnya." Savira menunjuk ke kumpulan anak-anak dengan outfit hitam-putih.
Alhasil, kami berlima menonton perlombaan itu. Sebenarnya hanya mereka bertiga, Savira, Resya, dan Gauri. Aku dan Langit tidak begitu memperhatikan pertunjukannya karena kami sibuk membicarakan hal lain. Aku baru serius memperhatikan saat giliran tim Leon naik ke panggung. Mataku sibuk berpaling dari Leon ke Savira hanya untuk memperhatikan interaksi mereka. Aku semakin yakin bahwa tidak akan ada cela untukku masuk ke dalam hubungan mereka.
Tunggu! Bukankah aku sudah berniat untuk move-on dari Savira? Harusnya aku tidak peduli lagi dengan hubungan mereka. Lalu, pikiran macam apa tadi? Masuk ke dalam hubungan mereka? Aku tidak mau menjadi orang ketiga atau bahkan sampai merusak hubungan itu hanya untuk diriku sendiri. Bukankah kebahagiaan Savira lebih penting bagimu, Ga? Aku tidak mungkin tega merusak kebahagiaan itu, bukan?
/Savira's POV/
Di atas sana, Leon sedang menampilkan hasil latihan kerasnya bersama timnya. Mataku tidak pernah lepas darinya yang terus menari dengan luwes. Sesekali, ia melakukan eye contact denganku sambil tersenyum. Rasanya seperti melayang saking senangnya. Setelah musik berhenti dan mereka menunjukkan pose terakhir, aku spontan bertepuk tangan dengan semangat, meski tidak terlalu kentara.
Turun dari panggung, Leon langsung menghampiriku dengan wajah gembira. Namun, wajahnya seketika berubah datar setelah melihat seseorang di belakangku. Karena penasaran, aku pun menoleh ke belakang. Ternyata Kak Aga berdiri dekat di belakangku dengan kedua tangan yang dimasukkan ke kantong celananya. Leon seketika menarikku untuk lebih dekat dengannya.
"Ngapain lo ke sini? Pake bawa temen segala. Lo gak lupa kalau Savira udah punya pacar, kan?" sinis Leon. Ia memegang erat pergelangan tanganku.
"Gak sengaja ketemu, kok, Leon." Aku menjawab, berusaha mencegah pertengkaran.
Leon hanya melirikku sebentar, lalu kembali menatap Kak Aga sengit. Kak Aga justru terlihat santai saja. Leon kembali membentak, "Jawab! Ngapain lo ke sini?"
"Lo gak denger Savira bilang apa? Gue gak sengaja ketemu dia, kok. Gue cuma ngikut temen gue aja. Salah?" Kak Aga melirik Kak Resya dan Kak Gauri yang mematung. "Lagian gue gak ngapa-ngapain Savira," sambungnya.
Belum sempat Leon menjawab, suara perempuan memotongnya, "Leon, kamu dipanggil sama coach. Kita disuruh kumpul sampai pengumuman," ucapnya.
"Oke, gue ke sana. Lo duluan aja," titah Leon, namun perempuan itu masih diam di tempatnya.
Ia justru menjawab dengan berani, "Gue disuruh nungguin lo sampai urusan lo selesai. Selesain aja dulu urusan lo, gue tunggu di sini."
Leon kembali menatap Kak Aga, juga teman-temannya. "Mending kalian pulang. Gak ada gunanya juga kalian di sini. Savira bisa nunggu sendiri, kok. Iya, kan, sayang?" Aku mengangguk saja daripada masalah menjadi lebih panjang.
"Aku kumpul sama yang lain dulu, ya? Nanti kita pulang bareng, oke?" Aku mengangguk lagi.
Kemudian, Leon pergi bersama Gemini. Iya, perempuan tadi itu adalah Gemini. Setelah mereka pergi, aku hanya bisa menghela napas berat karena merasa bersalah.
"Maaf, kak. Dia emang agak posesif gitu. Kalau kakak-kakak mau pulang, gapapa kok. Aku bisa sendiri di sini."
"Ya udah, kita pulang aja. Daripada ribut kayak tadi lagi. Maaf juga, ya? Kita jadi bikin masalah di sini. Semoga pacar kamu gak marah sama kamu gara-gara ini," kata Kak Resya penuh perhatian.
Mereka pun pergi dari lantai ini. Entah langsung pulang atau masih berkeliaran menjelajahi mal ini. Aku kembali menunggu sendiri. Harusnya sebentar lagi akan pengumuman. Leon dan timnya masih berkumpul melingkar, entah membicarakan apa. Aku sesekali melihat mereka, sesekali melihat peserta lain yang sedang menunjukkan keahlian menarinya di atas panggung.
Saat kakiku mulai terasa lelah berdiri, aku memilih untuk berjongkok. Es krim yang kupesan juga sudah habis membuatku cukup gabut. Aku ingin menghampiri Leon, tapi mereka terlihat sedang serius sehingga aku tidak berani mengganggu hanya untuk urusan remeh. Kepalaku terus menunduk menatap lantai yang dekat dan baru mendongak saat seseorang memanggil namaku.
"Savira, kan?" katanya.
Aku mendongak, lalu berdiri setelah mengetahui orang yang mengajakku bicara. "Gemini? Kenapa?" tanyaku agak bingung.
"Tolong lain kali jangan bikin masalah, ya? Leon jadi enggak fokus, dia bahkan sering pisah sama tim. Untung aja perform tadi baik-baik aja. Kamu pacarnya, kan? Harusnya ngerti tugas dia gimana," jelasnya panjang lebar tanpa merasa bersalah. "Dan, lain kali enggak usah cemburu kalau Leon cuma nganter pulang anak cewek yang lain. Lebay banget." Ia lalu pergi begitu saja tanpa membiarkanku memberi tanggapan terkait perkataannya.
Apa itu tadi? Apa urusan Gemini terhadap hubunganku dengan Leon? Merasa tidak terima dengan perkataannya, aku segera menyusulnya sebelum ia mencapai kumpulan timnya. Aku mencekal pergelangan tangannya secara tiba-tiba.
"Aku enggak maksud untuk bikin masalah. Maaf kalau itu ganggu kamu! Aku juga enggak masalah kalau dia harus nganter cewek lain pulang. Tapi, harusnya tau diri dong! Udah tau Leon punya pacar, masih aja minta dianter pulang sama dia setiap pulang latihan," kataku sedikit ketus. Aku masih memegang erat pergelangan tangannya.
Gemini tidak menjawab. Ia hanya melepas paksa genggamanku dengan tatapan tidak suka, lalu melanjutkan langkahnya. Melihat ia yang pergi begitu saja, aku tersenyum puas sambil melipat kedua tangan di depan dada. Kurasa Gemini harus diwaspadai. Mungkin ia bisa menjadi orang ketiga dalam hubunganku dan Leon.