Chereads / Kisah di SMA / Chapter 18 - 15. WarunKosong

Chapter 18 - 15. WarunKosong

Sikapnya yang senantiasa menggangguku di saat awal-awal aku mengenalnya terus saja terbayang-bayang di kepalaku kala aku sendiri. Dirinya yang tiba-tiba mengajakku berbicara selesai dihukum saat upacara. Dirinya yang selalu menungguku di depan gerbang sekolahku, lengkap dengan motornya. Dirinya yang memberiku sekotak es krim. Es krim 3 in 1 yang isinya sudah agak mencair ketika aku buka di rumah. Dia sosok yang menyenangkan.

***

/Violenza POV/

"Sayaang... karena hari ini tepat sebulan kita pacaran. Kita makan di luar, yuk! Kita naik motor kamu aja. Aku mau coba rasa angin malam." kataku bersemangat di telepon.

"Oke. Aku siap-siap dulu, terus jemput kamu." kata Leon datar di telepon.

Teleponnya langsung dimatikan. Selalu saja seperti itu. Dia tidak pernah semangat saat bersamaku, selalu datar. Tak pernah ada senyum sedikit pun di wajahnya sejak berpisah dengan Savira. Dirinya yang tidak pernah bahagia kadang membuatku tersiksa dan lelah sendiri. Aku tahu dia tidak bahagia denganku. Namun, aku tidak ingin melepaskannya, sekalipun aku lelah dengan sikapnya. Mungkin ini egois, tapi aku akan bertahan dan berusaha membuatnya bahagia bersamaku.

Tak perlu waktu lama untuk Leon sampai di rumahku. Aku langsung keluar dengan senyum sumringah. Aku tidak boleh sedih di depannya jika aku ingin membuatnya bahagia. Aku menghampirinya dan ia segera memberiku helm tanpa merasa perlu melirikku. Aku menerimanya dengan tersenyum, walau hatiku terasa pedih.

Dalam perjalanan, aku dan dia hanya diam. Hanya sekali kami berbicara, saat dia menanyakan hendak makan di mana. Aku menjawab ingin ke tempat makan yang biasanya dia kunjungi. Iya hanya mengangguk, lalu diam seribu bahasa, pun sama dengan diriku. Sejujurnya, aku ingin mengajaknya bicara panjang lebar. Namun, aku tahu ia tidak akan menyukainya dan hanya menjawab pendek-pendek. Maka lebih baik, aku diam saja daripada harus menambah pedih di hati. Aku menatap langit yang saat itu penuh dengan bintang tanpa bulan sambil terus memikirkan jalan terbaik dalam hubungan kami.

Hingga tanpa kusadari, kami berdua sudah sampai saat ia memberhentikan motornya. Aku turun dan melepas helm. Tak pernah kusangka ia sering ke tempat ini, tempat yang sama yang selalu kukunjungi setiap malas di rumah. Tempat ini bernama WarunKosong, dibaca Warung Kosong. Namanya mungkin warung, tapi tempatnya sudah seperti cafe atau restoran ditambah lagi ada Free Wifi. Paket komplit.

"Kamu sering ke sini juga? Kata temanku, lagi ada promo minggu ini. Sekalian hemat uang juga. Yuk!" ajakku bersemangat. Entah kenapa, tempat ini bisa membangkitkan semangatku.

Baru kusadari, dia tertawa kecil. Hal yang tak pernah ia tunjukkan sekali pun di depanku. Jantungku berdegup kencang tanpa terkendali. Ia melangkah lebih dulu dan aku mengikutinya dari belakang dengan bayang-bayang wajahnya yang tertawa itu. Aku berhasil membuatnya bahagia karenaku. Mungkin ini hari terbaik yang pernah kupunya sejak sebulan itu.

Di hari jadi ke sebulan kami, ia menjadi hangat kepadaku. Aku tidak tahu apa yang menyebabkannya bisa berubah 180° seperti itu. Namun, menurut perkiraanku, ini berkat WarunkOsong. Seakan-akan, rasa sedih tidak berlaku di sini. Semua pengunjungnya terlihat berbahagia dengan wajah berseri-seri. Ini adalah keajaiban.

***

/Leon POV/

Malam hari, Vio meneleponku dan langsung mengatakan sesuatu dengan bersemangat, bahkan sebelum aku sempat menyapanya. Ia mengajakku makan ke luar dengan motorku karena sudah tepat sebulan kami berpacaran. Aku mengiyakan. Dan, kami pun makan di luar. Ia ingin pergi ke tempat yang sering kukunjungi untuk makan. Langsung terlintas kata "WarunKosong" di kepalaku. Tanpa perlu menjawab, kujalankan motorku ke tempat itu.

Kami sama-sama diam hingga sampai di sana. Ia bilang bahwa ia juga suka ke sini dan sedang ada promo minggu ini. Bersemangat sekali dirinya yang tanpa sengaja membuatku tertawa kecil. Apalagi, ia juga menyadari akan hal itu. Maka dari itu, aku melangkah lebih dulu meninggalkannya di belakang. Aku menyesali keputusanku membawanya ke sini. Di sini, tidak ada atmosfer kesedihan, yang ada hanyalah senang, gembira, dan bahagia. Entah apa yang membuat tempat ini bisa mengubah orang yang dingin menjadi hangat, orang yang sedang sedih menjadi gembira lagi.

Aku tidak mau ada kegembiraan itu jika bersama Vio. Sudah kucoba berulang-ulang kali untuk dingin kepadanya, tetap tidak bisa. Biarlah, hanya untuk malam ini saja. Biarlah aku bahagia bersama Vio.

***

/Savira POV/

Malam ini, tepat pukul tujuh, aku dan dua sahabatku itu akan pergi makan di luar untuk pertama kalinya setelah sebulan ini. Sebenarnya, aku tidak ingin. Namun, mereka mengatakan bahwa tempat ini bisa memberikan kebahagiaan. Awalnya aku tidak percaya, sedikit pun tidak. Bagaimana ceritanya sebuah tempat bisa memberi kebahagiaan semudah itu? Pasti mereka berbohong hanya agar aku tidak bersedih lagi karena hilangnya seseorang itu.

Mereka justru membuatku penasaran dengan mengirimkan review orang-orang yang mengatakan bahwa tempat itu bisa merenggut kesedihan dalam diri seseorang. Sudah bisa ditebak, karena rasa penasaran yang menggebu-gebu itu, aku menyetujui ajakan mereka. Aku yakin mereka bersorak-sorai di rumah mereka masing-masing. Jahat sekali mereka memanfaatkan rasa penasaranku yang tidak pernah terkalahkan itu. Saat bertemu di sana, akan aku jitak mereka jika hal itu tidak benar.

***

Pukul tujuh malam lewat lima menit, aku sampai di sana. Mereka bilang sudah sampai dan menunggu di dalam. Aku langsung masuk ke dalam dan menyapu sekeliling untuk mencari keberadaan dua manusia itu. Tak perlu waktu lama, mereka melambai-lambaikan tangan mereka ke arahku dan aku pun menuju ke tempat mereka. Mereka mencari tempat duduk di pojok yang terdiri empat buah kursi.

"Kalian udah pesan makanan?" tanyaku tenang kepada mereka sambil melepaskan ransel kecilku di kursi sebelahku yang kosong.

Bukannya menjawab, Yesi justru balik bertanya, "Kamu gak mau jitak aku sama Sisi?" tanyanya sambil cekikikan bersama Sisi.

"Kenapa aku harus jitak kalian?" Aku bingung mendengar pertanyaan mereka yang aneh itu.

"Kamu gak kesel atau marah atau sedih, kan?" giliran Sisi yang bertanya.

Aku menggeleng, semakin bingung. Mereka ini kenapa, sih? Pertanyaannya gak jelas semua. Melihat wajahku yang heran ini, Sisi berbaik hati menjelaskan bahwa restoran bernama "WarunKosong" ini bisa menghapuskan kesedihan. Aku tertegun, baru teringat akan percakapan aku dengan mereka beberapa jam lalu. Aku bahkan sampai tidak menyadari bahwa rasa kesalku kepada mereka yang menggunung saat dalam perjalanan lenyap begitu saja di sini. Bahkan, untuk mengingatnya saja tidak. Benar-benar hilang tanpa bekas, tanpa jejak.

"Benar juga, ya? Mereka pakai apa, sih? Kok bisa gitu, ya? Coba aja di rumahku kayak gini, aman, damai, sentosa." kataku tersenyum lebar sambil melihat keliling lebih saksama lagi.

Yesi memanggil pegawai laki-laki yang berada dekat kami dan mulai memesan makanan. Rupanya mereka belum memesan. Aku dan Sisi pun ikut memeriksa daftar menu yang ada. Setelah pegawai lelaki itu pamit dengan membawa catatan pesanan kami, kami bercanda ria dengan suka cita. Kami bertiga berselfie dan Yesi mengepostnya di media sosial. Ia memang aktif di media sosial, mengepost banyak hal, kadang melakukan siaran langsung, membuat cerita, dan entah apa lagi yang ia lakukan. Selesai berselfie, Sisi lanjut memeriksa daftar menu di hadapannya. Lalu, berbincang ini itu jika menemukan menu yang ia tahu, tidak peduli ada yang mendengarnya atau tidak. Sedangkan, aku membaca buku yang kubawa dari rumah. Kadang mendengarkan celotehan Sisi dan tersenyum jika kamera Yesi mengarah padaku. Inilah kami. Yesi si selebgram, Sisi si serba tahu, dan aku si kutu buku.