Chereads / Di Antara 2 Cinta / Chapter 12 - 11

Chapter 12 - 11

Angga meletakkan secarik kertas berisi sebuah alamat dari Ray, ajudannya. Seutas senyum menghiasi wajahnya. Untuk kali ini, Angga udah bersumpah bakal berubah demi Anit. Dia gak mau kehilangan cewek itu lagi untuk yang ketiga kalinya.

Gak perlu waktu lama, Angga langsung menyambar kunci mobil dari atas nakas dan langsung memacu gas menuju alamat apartemen Anit.

*

Anit langsung berlari menuruni anak tangga menuju pintu begitu mendengar suara bel berkali-kali. Dia gak mau suara itu membangunkan Koko. "Iya tung ..."

Anit gak sanggup meneruskan ucapannya. Malah, dia harus bolak balik mengucek matanya berusaha meyakinkan indera pengelihatannya. Dan seketika itu juga keringat dingin membanjiri seluruh pori-pori kulit di tubuhnya.

Angga berdiri tegap di hadapan Anit, dengan sepasang tangan yang dimasukkan ke saku celana panjang bahannya. Wajahnya yang kebule-bulean semakin terlihat ganteng dengan senyum yang mengembang.

"Hai, ketemu lagi kita. Ternyata, apartemen kamu sama apartemen aku gak terlalu jauh. Bener kata orang, kalo udah jodoh gak bakal kemana-mana."

Cih! Apa katanya barusan? Jodoh? Amit-amit jabang bayi. Anit bersumpah gak sudi berjodoh sama makhluk di hadapannya itu.

Anit meneguk salivanya dengan susah payah. Dia gak mau terlihat lemah di depan iblis ini. Apalagi, saat ini satu-satunya dewa penolongnya masih tidur karna kecapekan.

"Mau apa lo ke sini?!"

"Mau ketemu kamu. Emangnya gak boleh? Aku kangen sama kamu, Nit."

"Kangen mau nyiksa gue, maksud lo?"

Angga menggeleng. "Aku beneran kangen sama kamu, Nit. Dan aku juga mau minta maaf sama kamu. Please. Kamu mau kan maafin aku?"

"Gampang banget ya lo minta maaf?! Dasar keparat!!"

Entah dapet dorongan dari mana, tiba-tiba Angga berlutut di depan Anit sambil menggenggam kedua tangan cewek itu.

"Everybody knows that I was such a fool to ever let go of you and baby I was wrong. know I broke your heart, I didn't mean to break your heart. But baby here I am, banging on your front door. My pride spilled on the floor. My hands and knees are bruised and I'm crawling back to you. I'm begging for a second chance. Are you gonna let me in? I was running from the truth and now I'm crawling back to you."

Sudut bibir Anit terangkat sambil menarik tangannya dari genggaman Angga. Seutas senyum sinis untuk seorang bajingan kayak Angga. Gak! Kali ini Anit gak boleh lemah, walopun hatinya ketar ketir. Duh Koko, buruan bangun dong!

"Lo pikir gue bakal luluh gitu sama kelakuan manis lo sekarang? Jangan mimpi woy! Lo pikir lo itu siapa? Mendingan lo sekarang balik ke alam baka ato gak balik ke cewek lo tadi pagi dan gak usah lagi-lagi temuin gue. Karna gue ..."

Ucapan Anit barusan mengambang. Dia gak mungkin mengaku-ngaku pacar Koko, padahal cowok itu udah baik banget selalu membelanya. Lagian juga, Angga bukan bocah kecil yang gampang untuk ditipu.

"Karna kamu kenapa?" Angga kembali ke posisi semula : berdiri tegap dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana.

"Karna dia calon istri gue." Tiba-tiba terdengar suara lembut Koko, membuat Anit dan Angga berbarengan menoleh ke arah asal suara.

*

Koko membuka matanya perlahan. Daritadi dia mendengar suara Anit samar-samar, berbicara dengan seseorang. Koko berani bertaruh, dari intonasinya pasti lawan bicara Anit bukan orang biasa.

Setelah mengumpulkan semua nyawanya, Koko langsung menuju ke arah pintu. Dan taraaa! Tebakannya bener.

Gila ya! Koko bener-bener gak habis pikir, dari mana Angga bisa dapet alamat apartemen Anit? Dan itu ngapain Angga pake berlutut segala? Maksudnya biar Anit luluh gitu? Oooo ,,, gak semudah itu ferguso!

Walopun gak tatap muka, Koko yakin saat ini Anit kebingungan mencari jawaban dari tembakan pertanyaan Angga barusan.

"Karna dia calon istri gue." Tiba-tiba terdengar suara lembut Koko, membuat Anit dan Angga berbarengan menoleh ke arah asal suara. Tangannya langsung menarik lembut tubuh Anit ke rangkulannya, kemudian dia mengecup lembut puncak kepala Anit.

Lalu tatapan dinginnya beralih ke Angga. Oh ini toh yang namanya Angga? Si bajingan yang keparat itu?

"Selamat siang Pak Angga. Senang akhirnya bisa ketemu langsung dengan Anda. Anit banyak cerita ke saya soal Anda." Koko berusaha untuk sok ramah walopun ubun-ubunnya mulai panas karna emosi. "Kalo boleh tau, ada perlu apa ya dengan calon istri saya?"

Angga menggeleng jengah. "Oh maaf, saya gak tau kalo Anit ternyata udah punya calon suami. Saya ke sini cuma untuk mampir, karna tadi kebetulan lewat. Kalo gitu, saya permisi dulu. Bye, Nit."

Koko langsung menutup pintu begitu Angga pamit. Untung itu cowok langsung sadar diri buat pergi sebelom babak belur terkena bogem mentah dari Koko.

Tapi begitu balik badan, Koko malah menemukan Anit terduduk lemas di sofa dengan tatapan kosong.

"Nit, kenapa?"

"Tadi maksud lo apa? Calon istri lo? Gue beneran gak ngerti."

"Masa masih gak ngerti?"

Anit menoleh. Matanya bertemu dengan mata Koko. "Lo bercanda kan?"

Koko menggeleng. Diutasnya seulas senyum tipis sambil berjalan mendekati Anit. "Nope."

Anit bangkit dari duduknya dan langsung berlalu. Tapi baru beberapa langkah udah berhenti. Sebuah ganggaman tangan menahannya. Dan Anit cuma bisa memandangi genggaman itu tanpa berani menoleh. "Kenapa Ko?"

"Gini ya, Nit." Koko menarik tubuh Anit ke dalam pelukannya. "Kita udah lama saling kenal. Baik buruknya kita juga udah saling tau sama lain. Dan gue, secara pribadi, gue gak mau lo nyungsep kesakitan lagi. Gue pengen selalu ada di samping lo. Apapun yang bakal terjadi, gue bakal jadi orang yang pasang badan buat lo. Dan juga, Yessa butuh seorang ayah, Nit. Walopun suatu saat nanti dia bakal nanya ke kita, terutama ke kamu, siapa ayah kandungnya. So, lo mau kan nikah sama gue?"

Anit menggeleng gak setuju. Dia tau persis, Koko selalu menganggapnya sebagai adik kecilnya. Dan kalo hari ini, detik ini cowok itu melamarnya udah bisa dipastikan kalo dia cuma sebatas merasa kasihan dengan hidupnya yang cuma sebatang kara bersama Yessa.

"Jangan bercanda soal pernikahan, Ko. Lo tau gue kayak gimana."

"Gue tau. Dan gue juga selalu tau gimana ketakutannya lo setiap saat tiap kali denger nama Angga. I've watched you, Nit."

"Ini tuh pasti ada yang salah Ko. Lo ngelamar gue pasti karna iseng kan? Dan lo juga pasti karna ngerasa kasihan ke gue sama Yessa. Ya kan?!"

Koko membalik tubuh Anit dan membiarkan cewek itu beradu tatapan dengannya. "Apa lo lihat gue bercanda?"

Anit meneguk salivanya dengan susah payah. Koko bener. Cowok itu sama sekali gak bercanda. Malah Anit bisa lihat kesungguhan dan ketulusan dari mata Koko. Plus cinta. Hah? Cinta? Anit gak salah lihat kan?

"See?"

Anit menurunkan tangan kokoh Koko dari bahunya lalu beranjak meninggalkan Koko begitu aja tanpa jawaban.

*

Koko mengusap wajahnya berkali-kali. Air mukanya keruh. Dia udah melakukan kesalahan terbesar yang membuat Anit kecewa. Sumpah demi apapun, dia gak gak bermaksud membuat cewek itu kecewa. Dan dia juga gak bercanda. Koko bersungguh-sungguh dengan ucapannya tadi.

Dari awal Koko tau betapa berat penderitaan Anit, dia diam-diam bersumpah bakal menjadi orang pertama yang melindunginya dan Yessa. Apapun yang terjadi dan taruhannya. Apalagi Tante Letta dan Zuna udah mempercayakannya untuk menjaga dan melindungi Anit dan Yessa.

Well, sebenernya awalnya Koko juga gak ngerti sama perasaannya. Awalnya, dia memang menganggap Anit sebagai adiknya. Tapi lama kelamaan ada bagian hatinya yang gak rela melihat Anit terus menderita. Apalagi kalo udah menyangkut satu nama si bajingan itu. Rasanya ubun-ubun bakal langsung memanas.

Koko menghela nafas dengan berat. Tatapannya menelangsa ke arah kamar Anit yang tertutup rapat.

*

Anit mengancingkan kopernya begitu semua barang dan perlengkapannya selesai dimasukan ke dalamnya. Dia udah memutuskan, mungkin bakal jauh lebih baik kalo dia sementara waktu menjauh dari Koko dan bersembunyi dari Angga.

Anit juga tau, keputusannya ini bakal membuat Koko kecewa dan khawatir karna dirinya pergi begitu aja tanpa pamit.

Anit sebenernya bukan gak tau berterima kasih. Dia cuma pengin sedikit waktu dan ruang untuk sendiri dan merenungi semua hal yang terjadi di hidupnya. Terutama soal lamaran Koko semalem yang begitu tiba-tiba.

Anit membuka pintunya perlahan dan menyadari lampu ruang tamu udah padam. Satu-satunya lampu yang masih menyala cuma dari ruang dapur, dan itu cukup untuk menuntun Anit menuju pintu sambil menenteng kopernya supaya gak bersuara. Beberapa saat sebelum menutup pintu, dia menghentikan langkah dan memandangi sosok Koko yang terlelap. "Maafin aku, Ko."

*

Koko membuka matanya dengan bingung. Gak biasanya suasana apartemen Anit sesepi ini. Ralat! Lebih tepatnya tanpa suara. Biasanya, walaupun tinggal sendiri, Anit selalu bersenandung kecil atau menyetel mp3. Tapi ini?

Koko mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan apartemen Anit, tapi gak ada satupun tanda-tanda kehadiran cewek itu. Apa jangan-jangan Angga dateng tanpa sepengetahuannya dan membawa Anit pergi?

Koko menggeleng. Buru-buru dia mengeliminasi pemikiran negatifnya barusan. Sesuatu yang sangat-sangat gak mungkin kalo sampe itu terjadi. Koko merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya dan menekat sederet angka yang udah dihafalnya di luar kepala. Tapi gak ada jawaban.

Dengan kesal, Koko melempar ponselnya ke atas nakas. Kemudian dia melirik ke arah jam dinding. Sudah waktunya ke kantor, tapi Koko gak yakin. Kayalnya konsentrasi bekerjanya bakal terbagi antara rapat dan keberadaan Anit sekarang.

Huft.

*

Anit menguap. Matanya bener-bener dilanda rasa kantuk yang luar biasa. Apalagi semaleman dia belum tidur plus pagi-pagi buta langsung berangkat menuju hotel terdekat dari bandara. Untunglah, rencana pelariannya kali ini tersusun rapi dan sempurna, dengan selembar tiket pesawat dan hotel yang udah dipesannya secara dadakan tadi.

Anit mengedarkan pandangannya di bandara tempatnya sekarang berada. Dari salah satu literatur online yang pernah Anit baca, Bandara Heathrow merupakan bandara terbesar dari enam bandara yang ada di sekitar London dengan kapasitas hampir 80 juta penumpang per tahun, menjadikannya berada di 10 bandara tersibuk di dunia. Bandara ini terletak sekitar 23 km sebelah barat dari pusat kota London.

Anit mengamati selembar kertas boarding pass di tangannya. Udah menjadi kebiasaannya dari dulu, Anit terbiasa melakukan proses check in lebih awal supaya bisa bebas memilih tempat duduk paling nyaman selama penerbangan nanti dan dalam beberapa jam ke depan, dia bakal tiba di negeri gingseng.

Anit menyenderkan punggungnya sesaat setelah terdengar pengumuman agar semua penumpang segera melakukan boarding. Keputusannya udah bulat. Dia bakal meninggalkan kota London untuk sementara waktu. Entah sampe kapan.

Anit menghela nafas dengan berat. Goodbye London.

*

Koko langsung mempercepat langkahnya begitu keluar ruang rapat. Pikirannya bener-bener kacau dan gak tenang. Sumpah demi Tuhan, dia khawatir dengan keadaan Anit sekarang. Apalagi sampai sekarang dia masih belom bisa menghubunginya. Jempolnya masih terus menekan sederet nomor di layar sentuh ponselnya, lalu meletakkan benda itu di kupingnya. Tapi kemudian diturunkan dan mengulangi lagi panggilan itu. Nihil! Ponsel Anit non-aktif!

"Jen!" Koko menghentikan langkahnya tepat di kubikel kerja Jenna. Selain Anit, Jenna-lah staffnya yang khusus diajaknya gabung di kantor cabang baru di London. "Coba tolong kamu cari info posisi Anit dimana. Daritadi ponselnya gak aktif."

"Barusan saya kontak Mbak Anit, nyambung Pak. Mbak Anit bilang dia sekarang di Seoul.", sahut Jenna.

Koko mengangguk-angguk pelan sebelom akhirnya melototkan kedua matanya dan berteriak histeris sampe-sampe semua karyawannya di sekitar mereka langsung menoleh. "APA?! SEOUL?!"

Jenna mengangguk pelan. Raut wajahnya menegang. Sesuatu yang langka kalo sampe Koko berteriak begitu.

"Tolong sekarang kamu booking tiket sama hotel untuk ke Korea. Cari tau Anit nginep di hotel apa, booking untuk saya di hotel yang sama. Untuk flight, flight terakhir dari London ke Korea." Koko memberi instruksi sambil memijit keningnya. Gila apa ya? Dia sama sekali gak menyangka kalo Anit bakal senekat itu kabur tanpa sepengetahuannya. "Dan tolong kalo ad yang cari saya, sampaikan kalo saya lagi ada urusan di luar kota."

"Baik, Pak."

*