Angga memainkan pulpen di tangannya. Semenjak pulang dari London, mood kerjanya bener-bener hilang. Pikirannya masih melayang ke Anit. Angga sama sekali gak yakin kalo cewek itu menerima pinangan dari cowok lain.
Angga memijat pelipisnya berusaha mengingat wajah cowok yang mengaku calon suami Anit. Dadanya mendadak terasa panas. Emosi mulai merambat naik. Ya, dia cemburu dan itu jelas menguras perhatiannya.
Kalo kata pepatah, sebelom mendekati cewek pujaan hati maka harus dekati dulu keluarganya. Dan itu artinya, Angga harus mendekati Tante Letta sekaligus membujuk Zuna. Gak apa-apalah kalo Zuna bakal menghajarnya lagi. Toh dia emang salah. Lagian, ini semua demi Anit.
Anit ... Angga mencatat nama itu baik-baik. Diantara banyak cewek yang menggilainya, bahkan rela melepas semua pakaiannya untuk Angga, malah Anit satu-satunya orang yang kini mati-matian menolaknya. Tapi sayangnya, malah hatinya yang jatoh sejatoh-jatohnya untuk cewek itu walopun dirinya terus menerus dihantui penyesalan karna kesalahan-kesalahannya.
Angga menyambar kunci mobil dan melangkah cepat menuju lantai basement tempat mobilnya terparkir kemudian menginjak pedal gas dalam-dalam menuju rumah Tante Letta.
*
"Eh ada Angga!" Mama Letta langsung menghentikan aktivitasnya dan mengalihkan perhatiannya dari tanaman anggrek kesayangannya begitu melihat kedatangan Angga. "Masuk, Ga!"
Angga mengangguk sopan sambil memasang senyum penuh pesonanya. "Zuna ada Tan?"
"Ada di atas, di kamarnya. Kamu tumben ke sini siang-siang."
"Iya, Tan. Tiba-tiba kangen sama suasana di sini. Lagian udah lama juga kan Angga gak main ke sini."
Mama Letta mengangguk. "Duduk dulu, Ga. Kamu mau minum apa? Biar Tante buatin."
"Air es aja, Tan."
"Oke."
Gak lama kemudian Mama Letta membawa senampan penuh berisi dua gelas air es dan tiga toples cemilan lalu meletakkan di meja tamu. "Gimana urusan bisnis di London, lancar?"
Angga mengangguk sambil memasang senyum khasnya. "Lancar, Tan. Malah Angga ketemu Anit juga di sana."
Ketemu Anit? Tiba-tiba raut wajah Mama Letta langsung berubah keruh. Mama Letta tau betul gimana traumanya Anit ke satu-satunya cowok yang ada di hadapannya itu. "Kamu yakin ketemu Anit?"
"Yakin." sahut Angga. Dia memperhatikan wajah tantenya itu dalam-dalam. Dia yakin ada yang disembunyikan Mama Letta darinya. Dan itu pasti sesuatu yang berhubungan sama Anit. "Anit sekarang kerja di London, Tan?"
"Dari semenjak resign, Tante gak tau sekarang Anit kerja dimana, Ga.", dalih Mama Letta. "Kenapa emangnya Ga?"
"Oh. Kirain, Tan. Soalnya waktu ketemu di London juga kayaknya Anit baru selesai meeting. Trus besoknya begitu Angga ke apartemen Anit, malah ada cowok yang ngaku calon suaminya Anirlt."
Nafas Mama Letta tercekat begitu mendengar Angga mengucap kata "Apartemen Anit". Dia gak habis pikir mau apa lagi ini cowok mengusik Anit sampe-sampe nekat ke apartemen anaknya itu. Belom puas kah dia menyakiti Anit?
"Kamu punya alamat apartemen Anit? Dapet darimana?"
"Dari staff Angga. Angga yang minta cari tau. Kenapa emangnya ya, Tan?"
Mama Letta menggeleng. Air mukanya semakin keruh. "Gak kenapa-kenapa."
"Angga mau minta maaf ke Anit, Tan. Angga tau Angga salah. Dan Angga gak bakal pernah menyerah untuk minta maaf sama Anit. Angga pengen balikan sama Anit, Tan. Angga pengin nikahin Anit. Tante mau kan kasih restu untuk Angga?"
*
Tangan Anit meraba-raba ke atas nakas mencari smartphone nya begitu mendengar nada dering yang meraung-raung gak karuan. "Ya, Halo?", sapa Anit dengan mata terpejam.
"Buka pintu." Terdengar suara si penelepon di seberang sana. "Sekarang!"
Anit beringsut bangun dan menyenderkan punggungnya di kepala ranjang. Matanya masih setengah terpejam. Nyawanya belom sepenuhnya kembali.
"Ini siapa sih?! Tau gak sih ini jam berapa?!"
"Buka pintu kamarmu, SEKARANG!!!" Bukannya menjawab pertanyaan Anit tadi, si penelepon malah mengulang perintahnya. "Denger gak?"
Anit beringsut bangun. Matanya masih setengah terpejam. Bibirnya manyun. Sumpah demi apapun, dia paling benci kalo waktu tidurnya ada yang mengusik.
Daaaaannnn ... Taraaaa!!!
Sebuah pelukan langsung menyergap Anit begitu pintu kamar terbuka dan hal itu sukses membuat Anit terjaga.
"Koko?!" Anit gak tau harus bilang apa. Bayangin dong, gimana bingung plus kagetnya begitu tiba-tiba ada sosok Koko di hadapannya. Perasaan baru beberapa jam lalu dia keingetan sama nih cowok. "Kok di sini?"
"Nanyanya nanti aja. Gue capek plus ngantuk!" Koko langsung masuk begitu aja dan merebahkan tubuhnya di ranjang Anit, membuat cewek itu cuma bisa pasrah dan geleng-geleng kepala. Untung aja kamar yang ditempatinya termasuk tipe ruangan dengan twin bed. Jadi yaa dia masih bisa melanjutkan tidurnya di kasur satunya lagi.
*
OH EVERY TIME I SEE YOU
geudae nuneul bol ttaemyeon jakku
gaseumi tto seolleyeowa
nae unmyeongijyo sesang kkeutirado
jikyeojugo sipeun dan han saram
Anit mempercepat langkah kakinya menyusuri jogging track di Yeouido Hangang Park sambil terus bernyanyi lagu kesukaannya. Ya, semenjak diboyong Koko ke London, cewek itu mulai menyukai jogging pagi. Racunnya? Siapa lagi kalo bukan Koko!
Anit menghentikan langkahnya. Nafasnya terengah-engah dan keringat mengucur deras dari seluruh pori-pori kulitnya.
"Udahan yuk, Nit."
Anit menoleh ke belakang. Beberapa meter darinya, Koko berada dalam posisi yang sama. Nafas terengah-engah dan banjir keringat. "Payah! Baru segini udah nyerah istirahat!" ledek Anit.
Koko mendekati Anit dan langsung memeluk cewek itu. Gak tau kenapa sekarang ini dia selalu menyukai kebiasaan barunya. Memeluk Anit. "나는 피곤하다."
Anit menggerak-gerakan bibirnya seolah mengikuti ucapan Koko barusan dan itu sukses membuat tawa Koko pecah.
"Lo lucu kalo lagi kayak gitu. Hahahaha!!!"
"Lo ngomong apaan sih? Gue gak ngerti!"
"Bahasa Korea. Emang lo gak ngerti?"
Anit menggeleng. "Mentang-mentang lagi di Korea. Trus sok-sok an pake bahasa Korea."
"Gak sok-sok an, Anit. Gue emang udah lama bisa bahasa Korea."
Anit mendorong tubuh Koko dan melepaskan diri dari pelukan cowok itu. Wajahnya mulai terlihat kesal.
"Lo belom jawab pertanyaan gue. Lo ngapain tiba-tiba ada di sini? Lo pasti nanya-nanya Jenna ya?"
Koko melipat kedua tangannya di dada. "Ada juga gue yang nanya, Nit. Lo ngapain jauh-jauh kabur ke Korea? Sengaja ya mau ngilang dan bikin gue khawatir lagi? Lo gak capek apa kabur mulu?"
"Salah sendiri lo tiba-tiba gila ngelamar gue."
Koko menatap wajah Anit dengan super serius. "Pertama, gue gak gila. Kedua, gue gak bercanda. Dan ketiga, terserah lo mau nanggapinnya gimana."
Anit menunduk. Dia gak tau harus merespon gimana. Apalagi ini pertama kalinya Koko memasang wajah serius begitu. Jadi kesannya agak-agak menyeramkan.
Begitu dalamnya Anit menunduk sampe-sampe gak menyadari kalo Koko udah berdiri di hadapannya dan mencubit dagunya sambil mengangkatnya ke atas. Lalu ...
CUP!!
Tanpa permisi Koko menciumnya. Ralat! Mencium bibir Anit untuk pertama kalinya! Lama dan lembut.
"Pikirkan dan pertimbangkan. Semuanya demi Yessa dan diri lo sendiri." bisik Koko sesaat setelah melepaskan ciumannya kemudian bergegas menyusuri tepi sungai Han sambil menggandeng tangan cewek itu.
*
Zuna tersenyum sumringah begitu melihat sosok Angga dari balik pintu dan memasuki ruang kerjanya. Ini pertama kalinya setelah setahun lalu hubungan mereka renggang karna kelakuan Angga sendiri. Dan selama waktu itu, keduanya sama-sama gak pernah saling sapa tiap ketemu, padahal ruang kerja mereka berada di lantai yang sama.
"Hey Bro! What's up?"
Angga balas tersenyum dan langsung duduk di sofa. "Apa kabar, Zun?"
"Baik. Lo?"
"Baik.", sahut Angga pelan.
Hening. Zuna dan Angga berkutat dengan pikiran masing-masing. Cuma detik jarum jam aja yang bersuara di antara mereka. Zuna melirik selintas ke Angga dari balik bulu matanya. Dia tau betul sosok Angga. Cowok yang sekarang semakin populer di lingkungan kantornya itu bukan tipikal cowok pendiam sebenernya. Kalo sekarang dia tiba-tiba dia jadi pendiam dan bahasa tubuhnya agak kaku, pasti ada yang mau dikatakannya.
"Ada yang mau lo omongin, Ga?" tembak Zuna to the point.
Angga menoleh. Dia emang gak bisa menyembunyikan apapun dari Zuna. Dipandanginya sosok Zuna dalam-dalam. "Zun, gue mau minta restu sama lo."
Alis Zuna terangkat satu. Sesuatu banget kan kalo Angga sampe bilang begini. "Restu buat apa, Ga?"
"Gue ... mau ngelamar Anit. Gue pengen nikahin Anit." sahut Angga mantap. "Lo mau kan ngerestuin?"
Huft. Zuna menarik nafas dengan berat. Dia gak salah denger kan barusan?
"Gue gak bisa kayak gini terus, Zun. Gue bisa gila. Gue bener-bener udah berubah dan serius mau nikahin Anit. Tolong, Zun."
Zuna menghela nafas berat. Ini bukan pertama kalinya Angga bilang mau menikah dengan Anit. Tapi ini pertama kalinya cowok itu memohon dan minta restu padanya.
"Sebenernya perasaan lo ke Anit gimana sih Ga? Jawab jujur!"
"Gue cinta sama Anit, Zun. Gue mau tanggungjawab. Tolong, Zun."
Tatapan mata Angga menerawang kosong. Pikirannya buntu. Satu-satunya yang terus diingatnya cuma saat Anit pergi dan menghilang dari setahun yang lalu. Untuk yang kedua kali.
"Lo yakin mau nikahin Anit?"
"Gue emang bodoh banget udah nyia-nyiain Anit, Zun. Dua kali. Dan semakin hari semakin ke sini, gue smakin ngerasa bersalah sama dia. Gue bener-bener mau nikahin dia, Zun. Tplong kasih tau gue, sekarang Anit ada dimana? Tinggal dimana? Gue rela lakuin hukuman apa aja dari lo, asal gue bisa ketemu Anit."
Zuna menghela nafas. "Anit pergi karna dia terlanjur terluka, Ga. Sama parahnya kayak pertama lo nyakitin dia. Dan jujur, gue gak tau dia sekarang tinggal dimana. Kan lo juga tau sendiri, semenjak kejadian sama lo, dia tiba-tiba resign gitu aja."
"Tolong, Zun."
Hati Zuna sebenernya masih sangsi dengan ucapan Angga. "Gue beneran gak tau dia dimana sekarang, Ga. Nomornya udah gak aktif."
"Tapi lo bersedia kan ngerestuin gue buat nikahin Anit kalo dia balik lagi ke sini?"
"Gue gak bisa janji, Ga. Karna semua keputusan itu ada di Anit."
Angga mengangguk lesu. Langkahnya gontai meninggalkan ruangan Zuna.
*