Chereads / Di Antara 2 Cinta / Chapter 19 - 18

Chapter 19 - 18

Koko menyesap kopi hitamnya. Pikirannya melayang jauh ke sosok Anit. Entah kenapa pikirannya itu daritadi selalu tertuju ke cewek itu. Ditambah lagi ada rasa rindu dan penyesalan yang bercampur aduk yang menyusup di hatinya.

Koko masih ingat betul gimana reaksi Anit semalem, saat cewek itu menolak secara halus atas kehadirannya. Bahkan anehnya, cewek itu bisa dengan mudah menerima kehadiran Angga di sampingnya padahal bertahun-tahun lalu, Anit selalu berusaha menghindari Angga. Apapun itu soal tentangnya bahkan.

"Kamu lagi ngelamunin apa sih?" Tiba-tiba terdengar suara khas Yunesha, membuat Koko menoleh ke arah asal suara dan tersenyum. "Ada masalah?"

Sebagai seorang istri, Yunesha merasa gak nyaman saat ini. Koko yang saat ini bersamanya seakan bukan lagi sosok Koko yang selama ini dikenalnya. Bahkan jauh lebih tertutup. Padahal biasanya dia selalu ceriwis dan terbuka. Selalu menceritakan segala hal. Termasuk soal pekerjaannya. Tapi sekarang, gak usah ditanya lagi soal seberapa parah dia berubah.

"Kamu tau kan, kamu bisa cerita apapun ke aku?"

Koko menghela nafas. Dia ragu. Ragu untuk jujur dan mengungkapkan segalanya. Ragu untuk meminta agar Yunesh tetap berada di sampingnya. Ragu untuk ... Ah! Kenapa masalah hati menjadi serumit ini sih?!

"Aku ... aku mau kita bercerai, Nesh." sahut Koko, akhirnya. Pelan tapi menusuk. Lembut tapi menyakitkan. "Aku mencintai orang lain."

Yunesh menghela nafas berat. Jadi benar firasatnya selama ini. "Dengan siapa?"

"Kamu gak perlu tau siapa orang itu. Karna orang itu sebenernya sama sekali gak ada hubungannya sama kamu. Dan kamu juga gak bisa menyalahkan dia. Di sini, aku yang salah. Aku yang bermain api di belakang kamu."

"Tapi kenapa? Kenapa kamu baru bilang sekarang?"

"Kamu izinkan aku poligami?" tanya Koko hati-hati. Masalah poligami masih menjadi sesuatu hal yang tabu baginya. Dan sensitif bagi istrinya. Ya iyalah! Mana ada cewek yang mau dimadu. Dasar Koko bloon. Hal seperti itu malah ditanyakan ke istrinya sendiri!

Yunesh menggeleng. "Gak ada satupun wanita ato istri di dunia ini yang sudi dimadu."

"Tapi aku gak bisa begini terus. Jujur. Aku mencintai kamu dan dia."

"Kalo begitu, kamu harus pilih aku dan Rezvan ato si wanita sialan itu?", tanya Yunesh. Emosinya mulai merambat naik.

Koko menghela nafas dengan berat. "Dia bukan wanita sialan, Yunesh."

"Oh ya?!" sahut Yunesh dengan menaikan nada suaranya. "Disebut apakah wanita yang berani menggoda suami orang kalo bukan wanita sialan? Pelacur?"

Koko mengusap wajahnya. Ampun dah ya kalo cewek udah marah. Mulutnya agak-agak susah direm.

"Yunesh!" Koko gak bisa menahan dirinya lagi. Dia gak rela Yunesh menyebut Anit dengan sebutan wanita sialan. Yunesh gak tau apa-apa soal Anit. "Aku kan tadi udah bilang. orang itu sebenernya sama sekali gak ada hubungannya sama kamu. Dan kamu juga gak bisa menyalahkan dia. Di sini, aku yang salah. Aku yang bermain api di belakang kamu."

"Apa dia sekretaris kamu di kantor?"

Koko menghela nafas. Oke, dia menyerah dan cuma bisa menjawab ucapan Yunesh barusan dengan anggukan kepala.

"Yunesh, jangan kamu usik dia. Dia gak salah. Aku yang salah. Jadi tolong, jangan sakiti dia. Dia udah terlalu banyak menderita."

"We'll see."

*

Anit menyesap es jeruk kesukaannya sambil menikmati pemandangan dari balik kaca mobil. Kepalanya bergoyang ke kiri dan kanan, mengikuti alur musik yang terdengar dari radio mobil Angga.

Sekali lagi, dia harus berterima kasih ke cowok itu karna udah menyelamatkanya dari kejenuhan mengurung diri di rumah. Ya habis mau ngapain lagi?

Semenjak kejadian di parkiran kantor itu, mood Anit untuk ke kantor langsung merosot terjun bebas. Ini aja udah hampir seminggu dia di rumah. Untung aja Si Angga masih cuti. Entah gimana kalo besok ato lusa Angga harus balik ke Jerman.

"Jadi, sebenernya sekarang lo mau ajak gue kemana?"

Angga masih memusatkan konsentrasinya sambil menyetir mobilnya. Suasana jalanan siang ini sangat lancar. Sangat jauh berbeda dengan suasana di Jakarta yang hampir selalu macet dimana-mana. Apalagi di sore hari seperti sekarang.

"Queen Mary's Garden. Kamu tau kan?"

Anit mengangguk. "Ya tau lah. Masa udah tinggal lama di London gak tau? Itu kan taman paling romantis yang ada di London, Ga. Isinya penuh sama bunga mawar, dan ada salah satu bunga mawar yang paling istimewa di situ. Namanya Royal Park Rose."

"Kamu pernah ke situ?"

"Belom sih. Mana sempet gue jalan-jalan sampe ke sana. Paling banter cuma sampe London's Eye."

"Sama siapa ke situ?"

"Koko.", sahut Anit lirih. Singkat. Padat. Jelas. Tapi ada rasa perih di hatinya ketika dia mengucapkan nama itu barusan. Wajah Anit tertunduk.

Angga menoleh. Hatinya merasa sakit begitu mendengar cewek di sebelahnya itu menyebutkan nama cowok lain. Memang, dia gak bisa menyalahkan Anit. Toh biar gimanapun juga selama ini, Koko-lah yang menjaganya. Bahkan dia juga yang menyayangi Yessa.

Angga meraih tangan kanan Anit dan menggenggamnya erat. Gak peduli kalo setelah ini cewek itu bakal marah atau gimana. Dia cuma mau Anit tahu, dia masih mencintainya. Menginginkannya dan Yessa menjadi keluarga kecilnya secara utuh. Seperti sebagaimana mestinya.

"Aku janji, bakal bahagiain kamu, Nit." lirih Angga yang kemudian diikuti dengan Anit yang menegakkan kepalanya.

Anit mengulum seutas senyumnya. Wajahnya sendu. Setelah semua yang terjadi selama ini, dia sama sekali gak tahu apakah hatinya masih bisa menerima Angga lebih dari ini. Dia sama sekali gak tau apakah dia masih bisa mencintainya atau enggak.

"Jangan takut. Aku bakal selalu ada di sisi kamu sampai akhir hidup aku. I love you."

*

Yunesh mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Tekadnya udah bulat. Dia harus bertemu Anit. Demi keutuhan keluarga kecilnya. Gak peduli apapun rintangannya.

"Kamu ngapain di sini?" Tiba-tiba terdengar suara khas Koko yang akhirnya membuat Yunesh membalikan tubuhnya ke arah asal suara.

"Mana Anit si cewek sialan itu?!", teriak Yunesh. Dia bener-bener gak peduli. Kepalanya terlanjur mendidih. "Kamu sembunyiin dimana dia?!"

Koko menghela nafas. Dia sama sekali gak menyangka segalanya bakal serumit ini. Dia juga sama sekali gak menyangka, istrinya bakal senekat ini

"Kita bicara di ruangan aku aja. Jangan di sini. Gak enak sama karyawan aku.", sahut Koko sambil menarik tangan Yunesh tapi langsung dihempaskan.

"Kamu sembunyiin dimana dia?!"

"Maaf, Ibu mencari saya?" Tiba-tiba terdengar suara Anit yang langsung membuat semua pasang mata tertuju padanya. "Ibu mencari saya?"

*

Anit langsung mempercepat langkahnya meninggalkan Queen Mary's Garden begitu menerima pesan singkat dari Arletta, tangan kanannya. Bahkan, dia sampai menggandeng tangan Angga supaya mengikutinya.

Jauh hari sebelom ini, Anit udah merasa dirinya bakal dicari-cari orang, tapi dia gak menyangka kalo ternyata satu-satunya orang yang mencarinya saat ini adalah ...

"Ayo, Ga. Cepetan. Feeling aku gak tenang nih." Anit memakai sabuk pengamannya dan langsung memandangi wajah Angga.

Angga meraih tangan Anit dan menggenggamnya. Sepasang matanya bertemu dengan manik mata Anit. "Tenang, Nit. Jangam panik. Aku temenin kamu sampe urusan kamu sama orang ini beres."

*

"Oh jadi kamu yang namanya Anit? Dasar pelacur kamu ya!" Yunesh berteriak histeris. Dia sama sekali gak peduli situasi dan kondisi tempatnya berada sekarang. "Beraninya kamu rebut suami saya!"

Anit menoleh ke kiri kanan. Bisik-bisik celaan dari anak-anak kantor mulai mengusiknya. Sesuatu yang sangat dibencinya. Sudut matanya mulai dipenuhi kristal bening air mata. Hatinya bener-bener sakit. Lalu, wajahnya menunduk. Seumur hidupnya, ini kali kedua orang lain menyebutnya pelacur padahal mereka gak tau apapun tentangnya.

"Tolong jaga ucapan Ibu!" Angga bener-bener gak tahan dengan pemandangan yang barusan dilihatnya. Apalagi ucapan Yunesh barusan. Kemudian tatapannya beralih ke Koko yang masih berdiri mematung dengan mulut yang terkunci rapat. "Itu istri lo kan? Dari awal, lo sengaja ngerahasiain ini dari Anit padahal lo tau persis gimana kondisi Anit. Bajingan emang lo ya! Lo sengaja memanfaatkan kelemahan Anit buat keuntungan lo sendiri!"

Tanpa Angga sadar, air mata Anit udah mengalir deras. Gak cuma rasa malu yang menyergapi dirinya tapi juga rasa marahnya untuk Koko. Ucapan Angga barusan benar. Dari awal Koko gak pernah cerita apapun soal kehidupan pribadinya. Malah yang ada cowok itu selalu menghujani Anit dengan kemanjaan dan kasih sayang. Bahkan, Koko bisa memberikan peran dan kesan yang baik sebagai seorang ayah di mata Yessa.

Lalu pertanyaannya, apa arti dari semua itu?

"Semua yang ada di sini dengerin baik-baik!!" Angga menaikan nada suaranya. Digenggamnya tangan Anit erat-erat. Apapaun yang terjadi nanti, dia udah memutuskan. Dia bakal menjadi orang pertama yang melindungi Anit dan Yessa seperti gimana seharusnya. Angga gak peduli apakah Anit bakal suka ato enggak, setuju ato enggak. Angga bakal mempertaruhkan segalanya, bahkan nyawa dan hidupnya, untuk mereka berdua. "Mulai hari ini, detik ini juga, Anit resign dari perusahaan ini. Dan dia bakal menikah sama gue! Jadi gue harap, mulai detik ini juga siapapun itu, termasuk Koko, gak berhak lagi buat mengusik Anit!!! Kalian semua gak pernah tau apapun soal Anit!!"

Angga membalikkan badan dan langsung menghapus air mata yang masih mengalir di wajah Anit. Seutas senyum tipis mengembang sambil meraih tubuh Anit ke dalam pelukannya.

"Jangan takut. Ada aku di sini.", lirih Angga sebelom akhirnya membawa Anit pergi dari hadapan Koko. Angga bersumpah, sampai kapanpun Anit gak bakal kembali ke perusahaan itu.

*

Angga menghela nafas dengan berat. Sepanjang perjalanan tadi, Anit diam seribu bahasa. Satu-satunya bahasanya cuma air mata yang mengalir deras dari kedua matanya, dan itu jelas membuat Angga kesal sekaligus ikut sedih.

"Nit," panggil Angga pelan. "jangan nangis. Ada aku di sini. Kamu gak sendirian. Kita hadapi bareng-bareng semuanya."

Anit menoleh. Di hadapannya, Angga berdiri dengan raut wajah tenangnya. Wajahnya masih sama, setampan dulu. Sebenernya, Anit ingin menghambur diri ke pelukan Angga dan menumpahkan semua rasa sesaknya. Biar gimanapun juga, ini akibat dari perbuatannya bertahun-tahun lalu. Kalo aja dulu ...

"Jangan takut. Aku sadar, ini semua karna kesalahan dan ketololan aku dulu, yang masih harus kamu tanggung semuanya sendirian. Tapi aku mohon, kali ini aja, izinin aku buat ngelindungi kamu."

Anit menarik nafas dalam-dalam lalu dihempaskan perlahan. Dia tahu, Angga bermaksud baik. Ada ketulusan yang tersirat dari ucapannya barusan. "Terima kasih."

"Aku bakal extend cuti aku sampe kamu bisa bener-bener kuat ya, Nit."

Anit memaksakan seutas senyumannya. "Gue gak mau ngebebanin lo dengan sesuatu yang bukan tanggungjawab lo, Ga. Kalo emang lo mau balik ke Jerman, silakan. Gue bakal baik-baik aja di sini. Lo gak usah khawatir."

"Nit, wajar kan aku khawatir? Kamu ibu dari anakku, dan biar gimanapun juga apa yang kamu alami sekarang adalah imbas dari kebodohan aku. Oke, fine. Kamu boleh maki-maki aku kayak sebelomnya. Tapi please, jangan usir aku dari kehidupan kamu lagi. Aku ... rela mengorbankan semua milikku untuk kalian, Nit."

Anit menghela nafas. "Ga, lo pernah menganggap gue gak ada. Lo pernah menganggap gue mainan yang bisa lo buang begitu aja di saat lo udah gak butuh lagi. Tapi lo lihat gue sekarang kan? Hinaan tadi yang lo lihat itu gak seberapa, Ga. Ada ato gak ada lo dan Koko, gue tetep harus kuat demi Yessa. Dan juga, mau sekeras apapun juga gue berusaha untuk mengusir lo dari kehidupan gue, gue gak bakalan bisa. Suatu saat nanti, Yessa bakal butuh lo sebagai ayah kandungnya."

"Nit .."

"Yessa adalah alasan utama gue buat tetep berdiri dan berjuang, Ga."

"Kalo begitu izinin aku buat berjuang bareng kamu, demi Yessa. Aku mohon, menikahlah sama aku. Untuk Yessa. Untuk kamu dan kebahagiaan kamu. Aku mohon, Nit."

Sekali lagi Anit menghela nafas. Dadanya semakin sesak. "Lo mau ketemu Yessa? Setelah itu, baru lo boleh berpikir ulang untuk tetep sama pendirian lo buat nikah sama gue ato melepaskan gue dan kita menjalani kehidupan kita masing-masing."

Angga mengangguk setuju. "Oke. Kapan kamu mau ajak aku ketemu Yessa?"

*

Anit melangkahkan kakinya memasuki rumah Mama Letta. Rumah yang udah lama ditinggalkannya. Seutas senyum mengembang di wajahnya. Betapa dia merindukan suasana dan kehangatan dari rumah ini.

Di belakang Anit, ada Angga yang kerepotan menarik dua trolley koper secara bersamaan. Belum lagi ditambah beberapa hand bag berisi barang dan perlengkapan Anit yang dibawanya langsung dari London. Dan si empunya barang cuma memasang wajah datarnya tanpa senyum.

"Loh Anit, Angga!" Terdengar suara khas Mama Letta dari balik punggung Angga dan membuat mereka menoleh ke arah asal suara. "Kok kalian gak bilang kalo mau ke sini? Kan bisa dijemput Zuna di bandara."

Angga memasang senyum terbaiknya sambil melepaskan pegangan tangannya pada barang-barang tadi. Lalu membungkukan badan dan mencium punggung tangan Mama Letta. "Halo, Tante. Long time no see. Apa kabar?"

Mama Letta mengangguk. Dielusnya punggung Angga dengan lembut. "Alhamdulillah, Tante sehat Nak Angga. Nak Angga apa kabar?"

"Sehat, Tante.", sahut Angga pelan. "Maaf kami gak info Tante dulu kalo mau ke Jakarta. Dadakan abisnya. Anit pengen pulang katanya."

Sekali lagi Mama Letta mengangguk. "Yaudah, masuk dulu yuk. Kita lanjut ngobrolnya di dalem. Nak Anit, ini dibantuin dong Angga nya bawa barang-barang. Kasihan tuh."

Anit mengangguk. Bibirnya dimajukan dua senti. Manyun. Udah bagus-bagus tadi Angga yang bawa semua barangnya. Eeeerrrgggggghhh!!!

*

Angga menghela nafas sambil menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi yang tersedia di kamar Anit. Setelah membantu Anit merapikan barang bawaannya, dia membiarkan cewek itu terlelap di kamarnya. Rasa penyesalan yang sempat dipendamnya bertahun-tahun itu pun menyeruak menyesakan dadanya.

"Nak Angga, Tante mau bicara sebentar." Suara khas Tante Letta yang tiba-tiba itu membuyarkan lamuman Angga. "Bisa?"

Angga mengangguk dan mengikuti langkah Tante Letta meninggalkan kamar Anit menuju ruang baca di lantai bawah.

"Mau bicara soal apa, Tan?" Tanya Angga begitu duduk di salah satu kursi yang ada. "Soal Anit?"

"Iya, soal Anit. Ada apa sebenernya?" sahut Tante Letta dengan ekspresi khawatir. "Cerita semua sama Tante, Ga."

Angga menghela nafas. Dipandanginya sejenak sosok wanita yang selama ini telah memberikan kasih sayangnya kepada Anit layaknya ibu kandung. "Anit gak baik-baik aja, Tan."

"Cerita sama Tante, Ga. Ada apa? Zuna bilang kamu nyuruh Zuna ke London secepatnya. Ada apa sama Anit?"

"Angga ke London sebenernya karna Angga kangen sama Anit, Tan. Tapi di hari itu pas Angga bsru keluar dari bandara, Angga ketemu Anit udah kayak orang depresi. Bawa bsrang banyak kayak mau minggat. Dan besokannya, Anit baru cerita. Selama ini Koko udah bohongin kita semua, Tan, dan Angga sendiri juga jadi saksinya. Anit dilabrak sama istrinya Koko di depan Koko dan temen-temen sekantornya. Anit dibilang..." Ucapan Angga terputus. Rasa sakit hati kembali menyergapnya begitu teringat ucapan istrinya Koko.

"Pelacur?" tanya Tante Letta tiba-tiba, yang sukses membuat Angga menghela nafas sambil mengangguk.

"Maafin Angga, Tante. Semua salah Angga. Kalo aja dulu Angga gak ninggalin Anit dalam kondisi hamil, mungkin semua ini gak bakal terjadi sama Anit."

Tante Letta memasang seutas senyum dengan tulus. Dia tahu, Angga udah cukup menderita dengan rasa bersalahnya itu. "Kami semua udah memaafkan kamu, Angga."

"Terima kasih, Tante."

"Tante yang seharusnya berterima kasih sama kamu. Kalo aja kemaren gak ada kamu, Tante gak tau harus gimana. Oiya, kenapa kalian bisa tiba-tiba pulang ke Jakarta?"

Sekali lagi Angga menghela nafas. Lalu ...

*