Anit menghentikan aktivitasnya memeriksa bundel kertas berisi detail proyek baru ketika indra penciumannya menangkap wangi parfum maskulin. Dari balik kacamata, Anit bisa melihat sesosok cowok bertubuh tegap dan berjas rapi.
Mau gak mau Anit mengangkat kepalanya dan menatap sang tamu dengan seksama.
"Hai." Suara lembut tapi penuh penegasan. "Bisa saya ketemu dengan Bapak Angga?"
Kayak biasa, Anit melakukan profiling singkat. Sebagai seorang sekretaris direktur, dia gak bisa memberi akses temu ke sembarang orang. "Maaf, apa Anda udah ada janji sebelumnya?"
Sang tamu menggeleng. "Saya teman lamanya dari Aussie. Nama saya Chris. Pak Angga kenal saya kok."
Anit melongos. Oh teman?
"Mohon tunggu sebentar, Pak. Saya sampaikan dulu ke Beliau." Anit berusaha bersikap sesopan mungkin sebelum akhirnya meninggalkannya sejenak ke ruangan Angga.
Kemudian kembali dengan sebuah senyum ramah. "Silakan masuk Pak. Beliau udah menunggu Bapak daritadi."
Chris mengangguk dan segera memasuki ruangan Angga.
Sepeninggal Chris, Anit masih bisa mencium aroma parfum cowok itu sambil menghempaskan bokongnya di kursi kerjanya. Entah kenapa, Anit menyukai aromanya. Maskulin tapi terkesan menenangkan. Sama kayak penampilannya tadi.
Diam-diam Anit mencuri pandang ke dalam ruangan kerja Angga dan menemukan Chris sedang tersenyum lepas. Senyum yang perlahan memulai degup cepat jantung Anit, untuk pertama kalinya setelah kejadian masa lalunya.
*
Anit senyam-senyum sendiri. Pesona Chris jauh lebih menggoda daripada Angga. Kalo harus diberi nilai antara 0 sampai 10, Anit gak bakal segan-segan memberi nilai 9,5 untuk Chris.
Nyaris sempurna kan? Jelas! Ya walopun, Angga juga gak kalah ganteng dari Chris.
"Kamu kenapa senyam-senyum gitu?" Tiba-tiba terdengar suara Angga membuyarkan lamunan Anit.
Anit menggaruk kepalanyanya yang gak gatal. Bisa perang dunia keempat kalo Angga tau daritadi dia memikirkan Chris. Di jam kerja pula!
"Mana laporan kerja dari divisi perencanaan?" todong Angga. "Kita gak punya waktu banyak."
"Belom ada, Pak." sahut Anit pelan. Mampus deh gue!
Angga memasukan kedua tangannya ke saku celana, menonjolkan kesan santai tapi mematikan. Sekalipun dengan senyum mempesona, tapi tetap aja aura dingin terpancar.
"Gimana bisa belom ada? Ini emang murni dari mereka yang belom kasih ke kamu, ato kamu yang belom kasih deadline ke mereka karna keasyikan ngelamunin cowok yang tadi masuk ke ruangan saya?!"
Hah?! Anit mengerjapkan matanya berkali-kali. Gimana mungkin Angga bisa tau isi kepalanya saat ini? Jangan-jangan Angga punya kemampuan bisa membaca isi pikiran orang lain? Huwaduh!!!
Angga membungkukkan badannya dan mensejajarkan tingginya dengan tinggi Anit saat duduk kayak sekarang. Kemudian, cowok keren itu memajukan kepalanya beberapa senti ke hadapan Anit. Lalu ...
Anit spontan memejamkan matanya begitu merasakan bibir Angga di bibirnya. Otaknya lumpuh seketika. Malah dia juga lupa situasi kondisi tempat mereka berciuman sekarang.
Lama Angga melumat habis bibir Anit. Dia pengin Anit bisa merasakan kalo selama ini dia gak pernah gak mencintainya. Dia pengin Anit bisa merasakan kerinduan yang selama ini selalu ditahannya. Dan, dia pengin cewek itu tau kalo dia gak bakal pernah melepaskannya lagi kayak dulu.
"I miss you" Angga berbisik pelan sesaat begitu dia melepaskan pagutannya.
*
"Angga! Anit!" Terdengar gelegar suara bass Zuna, membuat kedua nama yang disebut barusan menoleh berbarenga. "Apa yang kalian lakuin?! Astaga!"
Angga menegakkan tubuhnya dan memasang wajah gak berdosanya sambil memasukkan tangannya ke saku celana bahan hitamnya. Sedangkan Anit memutar kursi kerjanya dan menghadapkan wajahnya ke dinding.
"Kalo mau pacaran, jangan di sini! Saya gak rela ex sekretaris saya jadi tontonan satu kantor gara-gara kamu, Angga!"
Tontonan?! Astaga! Anit buru-buru menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya karena malu. Anit bener-bener gak menyangka hari ini dia bakal sesial itu. Udah jatoh tertimpa tangga pula.
Angga merangkul bahu Zuna. Meskipun sebagai seorang dirut alias direktur utama, tapi Zuna bukan sosok seseorang yang bossy. Bahkan, dia memberi ruang ke semua karyawannya supaya bisa berkomunikasi santai dengannya meskipun di kantor. Malah pemandangan kayak sekarang, antara direktur utama dan direktur operasional yang saling berangkulan di hadapan karyawannya bukan cuma kali ini.
"Yah Bro, doain aja. Sekretaris lo ini jinak-jinak merpati. Gimana mau dipacarin kalo dideketin aja susah?" Angga melirik menggoda ke arah Anit yang udah kelihatan menguasai diri setelah kejadian barusan. "Tapi gue sih pengennya gak perlu gue pacarin, tapi langsung gue nikahin aja. Gimana, setuju gak?"
*
Anit langsung melotot mendengar ucapan Angga barusan. Astaga! Perasaan baru semalem itu cowok setuju untuk menyembunyikan status mereka yang sebenernya, malah sekarang buka kartu? Ini cowok sengaja mau matahin hati para cewek di kantor ato sengaja mau busungin dada biar smakin jadi idola terkenal di sini sih?
Anit berdehem. Dia berusaha menormalkan nada suaranya walopun sia-sia. Bayangan soal Angga yang beberapa saat lalu menciumnya masih terus berputar di otaknya. Malah, cewek itu bisa merasakan sisa-sisa manis dari ciuman tadi di bibirnya.
"Maaf, Pak Angga, maksud Bapak apa ya?"
Bukannya menjawab, Angga malah ketawa. Anit masih bisa melihat dengan jelas lirikan mana Angga yang terus menggoda ke arahnya.
"Anyway, kita makan siang bareng yuk?" Zuna menyadari ada aura negatif dari ucapan Anit barusan. "Udah lama nih gue gak makan siang bareng sama kalian bertiga."
Tiba-tiba Angga mengangkat tangan kanannya. Tanda kalo dia gak setuju dengan ucapan Zuna barusan.
"Kita lunch bareng aja sekalian sama semua karyawan. Gimana? Gue yang traktir. Ya anggep aja sebagai perkenalan gue sama semua karyawan di sini sekaligus momen pendekatan gue ke Anit."
Gak perlu babibu, Zuna langsung mengangguk setuju. Sebenernya omongan Angga barusan ada benernya. Dari semenjak kedatangan Angga dan punya jabatan di kantor ini, gak banyak yang tau soal sosok Angga. Walopun Zuna udah tau soal rumor kalo Angga kini menjadi idola baru bagi para karyawati di sini, apalagi kalo bukan karna wajah gantengnya yang kebule-bulean.
Melihat Angga yang dengan santainya memamerkan gaya sok kerennya, mau gak mau membuat Anit tepok jidat. Kenapa makhluk menyebalkan itu pernah dan masih mengusik hidupnya?
*
Anit langsung menutup mulut begitu tiba di sebuah restoran mewah di salah satu hotel berbintang. Ini bener-bener di luar dugaannya kalo Angga bener-bener mengajak plus mentraktir semua karyawan kantor.
Gila! Ini emang gila!
Anit tau betul resto ini. Bahkan, dia aja yang udah bertahun-tahun menjadi sekretaris Zuna malah baru sekali ini makan siang mewah di sini.
"See? Aku bukan lagi cowok yang hobi umbar janji. Ini baru permulaan sekaligus jadi bukti awal buat kamu kalo aku emang bener-bener bukan bajingan yang dulu, Nit." Angga berbisik pelan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh karyawan. "Aku harap, kamu bisa ubah stigma negatif kamu ke aku Nit."
Well, oke. "We'll see, Dasar Cowok Gila!"
Dan Angga pun tertawa pelan.
*