Ayudia memperhatikan Azka yang perlahan menjauhi dirinya sambil terus bicara di telepon. Lelaki itu berdiri di tepian jalan, tidak lama kemudian, dia melihat motor berdiri tepat di depan Azka.
Azka memandangi lelaki yang baru saja tiba dan berhenti di depannya.
"Kenapa, sih? Si Ayu kenapa?" tanya Dion kepada Azka.
"Aku tadi lagi di Eat Boss sama Bos, makan-makan. Nah gak lama setelah aku datang, Ayu juga datang. Dia juga makan di sana."
"Ayu sama cowok?" tanya Dion.
"Iya. Tiba-tiba ada perempuan datang mengamuk-ngamuk. Ternyata perempuan itu istrinya cowok yang sama si Ayu itu. Dia ditampar terus-terusan, rambutnya juga dijambak. Liat gitu, aku samperin, mau tolongin dia. Nah, pas banget waktu itu dia dilempar gelas. Untung aku sempat nolongin."
"Oh, ya?" Dion terkejut.
"Iya. Pasti dia sedih dan terguncang terguncang banget sekarang," ucap Azka dengan nada khawatir.
Dion memandangi Ayudia, dia duduk termenung di kursi, berjarak sekitar tiga puluh meter dari mereka.
"Ayo kita ke sana," ajak Dion sambil mengarahkan stang sepeda motornya lebih ke tepi untuk memarkirkannya.
Ayudia melihat ke arah Dion, dia sangat rapi dan terlihat tampan dengan setelan jas berwarna hitam pekat yang dikenakannya.
"Kamu dari mana?" tanya Ayudia.
"Tadi ada rapat di restoran, rapat santai sama bos. Lumayanlah sambil makan enak gratis," ujar Dion sambil tersenyum. Dia menarik kursi lalu duduk. Begitu juga dengan Azka.
"Rapatnya udah selesai?"
"Belum, aku langsung ke sini waktu Azka telepon tadi."
"Maaf jadi ngerepotin. Apa gak papa rapatnya kamu tinggal pergi? Takutnya kamu kena masalah." Terdengar nada khawatir pada suara Ayudia.
"Enggak lah! Aku udah bilang keluargaku ada kena masalah. Jadi aku pamit pulang duluan."
"Terima kasih sudah menganggap aku keluarga." Ayudia menundukkan wajahnya sambil meneteskan air mata.
"Kamu memang keluargaku, kok." Dion berkata penuh dengan kelembutan dan kehangatan dia merentangkan kedua tangannya.
Ayudia pun berhambur ke dalam pelukan Dion dan menumpahkan tangisannya yang terdengar sangat pilu dan menyedihkan.
Dion membiarkan Ayudia memeluknya cukup lama, sampai perasaan gadis itu membaik. Setelah Ayudia terlihat dapat menguasai emosinya. Dion pun menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Ayudia terdiam, dia menundukkan wajahnya dalam-dalam.
Azka beranjak dari kursi. "Aku tinggal bentar, mau merokok," pamitnya dengan nada cuek. Alasan yang sebenarnya adalah, dia ingin memberikan ruang untuk Ayudia dan Dion agar keduanya bisa saling bicara dengan bebas, tidak perlu sungkan karena ada dirinya di tempat itu.
Azka menjauh ke tepi jalan raya, di tepi jalan itu ada jembatan, dia menyandarkan tubuhnya sambil memperhatikan mereka berdua. Dia menarik napas panjang, meski cukup jauh, dia bisa melihat Ayudia bercerita dengan nyaman kepada Dion. Perasaannya sedikit tidak nyaman melihat kedekatan keduanya.
Ayudia dan Dion sudah bersahabat cukup lama. Dion bercerita kepadanya mereka berkenalan di sebuah mall, karena saat itu Dion yang menemukan dompet Ayudia yang hilang. Dion mengembalikan dompetnya ke meja informasi. Sejak saat itu mereka berteman lalu menjadi sahabat dekat.
Azka menyesap rokoknya dalam-dalam. Terus menerus tanpa henti. Tanpa dia sadari, batang demi batang rokok pun telah dia habiskan. Dia memikirkan apa yang baru saja menimpa Ayudia. Dia ingin berbuat banyak, dia ingin menolong gadis itu, tetapi Ayudia belum merasa nyaman kepada dirinya, sehingga dia tidak mau menceritakan apa pun. Azka sadar mereka baru saja kenal, tentu ada perasaan sungkan di dalam hati gadis itu. Namun, dia tahu betul akan perasaannya begitu kuat kepadanya.
Azka melihat Dion dan Ayudia kembali berpelukan erat, kemudian keduanya melepaskan pelukan itu. Azka melihat Ayudia mengangguk pelan. Tahulah dia saat ini semua pasti sudah baik-baik saja.