Chereads / Maafkan Aku Suami Kucinta Sahabatmu / Chapter 22 - MENGHARAP LEBIH {PART 2}

Chapter 22 - MENGHARAP LEBIH {PART 2}

Azka tertegun, dia terbangun saat mendengar Ayudia mengigau. Gadis itu tidur dengan meringkuk dan menggigil. Terlihat gurat kesedihan di wajahnya. Azka mengambil selimut yang berada di ujung kasur lalu menutupi tubuh gadis yang sudah menarik perhatiannya akhir-akhir ini.

Perlahan dibelainya rambut Ayudia dengan gerakan lembut. Seulas senyuman tipis tercipta di bibirnya yang indah.Tidak sengaja tangannya menyentuh kening gadis itu.

"Panas?!" gumam Azka di dalam hati. Disentuhnya lagi pipi dan leher Ayudia. "Iya panas. Dia demam." Apakah ada hubungannya sakit Ayudia kejadian yang baru saja dialaminya, Azka tak tahu pasti. Namun, wajah gadis di depannya itu terlihat sangat tertekan.

Setengah berlari Azka menuruni anak tangga. Menyusuri kota pada jam 1 malam mencari apotek. Untunglah ada apotek dengan layanan buka 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.

Azka memacu sepeda motornya lebih cepat untuk kembali ke ruko. Ia ingin segera memberikan obat yang ia beli kepada sang pujaan hati. Ketika sampai, dia melihat gadis itu terlihat lebih buruk daripada saat ia meninggalkannya. Ayudia terus mengigau.

"Yu ... Yu, bangun!" Azka menggoyang goyangkan tangan dan menepuk-nepuk pipinya dengan lembut. Ayudia membuka matanya perlahan.

Dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki di depannya yang sudah membangunkannya. Dia menutupi mata menggunakan telapak tangan. Saat matanya mulai beradaptasi dengan cahaya, dia melihat senyuman indah milik seseorang yang dikenalnya.

"Yu, kamu demam. Minum obat dulu." Azka menyerahkan obat dan segelas air. Tanpa penolakan gadis itu pun menerimanya setelah itu dia kembali berbaring.

"Aduh ... kepalaku sakit banget, badanku juga, rasanya mau lepas," keluhnya sambil meringis.

Keluhan yang dilontarkan gadis itu membuat Azka merasa kasihan. Sehingga dia duduk di sampingnya dan memijat kepalanya.

Beberapa menit kemudian .…

"Azka, aku kedinginan banget. Tolong peluk aku, ya." Tubuh Ayudia gemetar.

"Hmmm." Azka terdiam sejenak, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil berpikir keras.

"Ka ... plis," lirih Ayudia dengan suara lemah dan gemetar. Seluruh tubuhnya menggigil kedinginan.

"Oke ... oke." Azka pun akhirnya menyerah. Dia berbaring di sisi gadis itu kemudian memeluknya. Wajah mereka sangat dekat, hanya berjarak beberapa inci. Ayudia dapat merasakan hembusan napas Azka di wajahnya.

Ayudia memejamkan matanya, menahan sakit di kepala dan di sekujur tubuhnya. "Sepertinya sakit ini membawa berkah," ucap Ayudia di dalam hati. Dia tersenyum tipis.

Tanpa Ayudia sadari, sepasang mata indah, bulu mata panjang, lentik dan hitam sedang memandanginya.

"Cantik banget." Azka bergumam di dalam hati. Mengagumi gadis yang sedang dipeluknya.

Entah kenapa Ayudia merasa sangat nyaman di dalam pelukan Azka. Pelukannya terasa berbeda dari lelaki kebanyakan yang pernah ditemuinya. Begitu hangat dan nyaman. Seakan-akan tubuh lelaki itu terasa seperti boneka beruang besar yang berbulu sangat lembut dan tebal karena dipenuhi kehangatan.

Namun, lama kelamaan dia merasa ada desiran aneh di dalam dadanya. Napasnya juga berubah menjadi lebih cepat. Tubuhnya menginginkan lebih dari sekadar pelukan hangat.

Ayudia membuka mata. Dilihatnya lekat-lekat wajah lelaki di depannya ini. Begitu tampan dan manis, meski dia sedang tidur. Misai tipis terawat yang memperindah rahangnya, membuat kesan maskulin dan menggoda. Membuat otaknya memproduksi hormon wanitanya melonjak drastis. Hidung mancung Azka terlihat begitu indah, mau tidak mau menggugah keinginan agar bisa menyentuhnya langsung, dan ah, bibirnya ... begitu menggoda. Tak tahan rasanya Ayudia ingin merasakan bibir lelaki itu di dalam mulutnya. Menyesapnya dengan liar.

"Ah," desah Ayudia di dalam hati. Dia berusaha mengusir keinginan itu dari dalam dirinya.

Namun sayangnya, dia tidak berhasil. Keinginan itu justru hadir semakin kuat. Perlahan dia memajukan wajah. Dekat sekali dengan wajah Azka. Hingga bibir mereka hanya berjarak beberapa senti.

Azka mulai merasa gelisah dan tidak nyaman. Ia dapat merasakan deru hela napas Ayudia terdengar berbeda. Dia membuka mata lalu melepaskan pelukannya. Ia segera bangun dari tempat tidur lalu duduk. Gadis itu pun terkejut mendapati Azka tiba-tiba bangun.

"Yu, kayaknya demam kamu udah turun." Azka menyentuh kening Ayudia. "Iya udah turun. Syukurlah, sepertinya reaksi obatnya sudah mulai bekerja." Lelaki itu berjalan melangkah ke arah dapur. Dia menuangkan air ke dalam gelas.

"Oh ya? Masa sih?" Ayudia menyentuh keningnya sendiri. Dia memajukan sedikit bibirnya. Ada kekecewaan yang bergelayut di dalam hatinya. Andai dia bisa, ingin rasanya ia kembali membuat dirinya demam agar bisa kembali dipeluk Azka.

Azka memberikan gelas berisi air kepada Ayudia. "Minum gih, yang banyak. Kalau demam harus banyak minum air biar gak dehidrasi," ucapnya sambil menatap dalam mata gadis itu. Masih terlihat rona pucat dengan mata sayu di sana.

Ayudia tidak dapat menolak, dia mengambil gelas berisi air pemberian Azka lalu meminum setengahnya saja kemudian memberikan kembali gelas itu kepadanya.

"Istirahat, ya." Azka mengusap kepala Ayudia lalu meletakkan gelas di atas meja. Lalu dia berjalan ke arah sofa dan berbaring di atasnya. Sementara Ayudia menatap tingkah lelaki itu dengan perasaan kesal.

"Aku udah gak kedinginan lagi," seloroh Ayudia membuka selimutnya. "Aku keringetan dan kepanasan," tambahnya mencoba menarik perhatian Azka.

"Ya udah, gak usah pakai selimut aja kalau kepanasan." Mau tidak mau matanya pun memandangi Ayudia karena mendengar keluhannya.

Sofa tempat Azka berada dan kasur Ayudia berbaring, posisinya saling berhadapan. Azka melihat baju t-shirt Ayudia dengan v-neck yang rendah membuat gunungan indah di baliknya terlihat menyembul keluar. Hot pants yang dia kenakan juga membentuk lebih indah pinggul dan paha Ayudia yang berisi.

Ah, Azka lelaki normal, belum lagi dia memang sangat mendamba gadis itu. Tentu saja pemandangan indah dan menakjubkan di depan matanya itu membuat jantungnya berdebar kencang dan membuat sebuah keinginan bergejolak hebat.

Ayudia tersenyum tipis, dia senang karena tahu Azka kini memperhatikannya begitu lekat dan dalam.

Azka berjalan melangkah mendekat ke arah Ayudia.

Sangat dekat .…

Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Jantung Ayudia berdebar lebih kencang, wajah Azka sangat tampan, hidung yang mancung. Bibirnya indah.

"Ah!" Ayudia mendesah dalam hati. Gejolak rasa di dalam dadanya semakin menggebu-gebu.

Tangan Azka mendekat ke arah wajah gadis itu sambil menatapnya lekat-lekat. Dada Ayudia semakin berdebar dengan hebat. Dia memejamkan mata menantikan bibir mereka bertemu.

"Yu," panggilnya pelan, lembut dan lirih, Membuat seluruh tubuhnya merinding. Ayudia merasakan kepalanya semakin turun, dia memberanikan diri membuka mata.

"Aku minta bantalnya satu, ya. Kamu pakai dua bantal." Azka menarik pelan bantal dari kepala Ayudia.

"Ah, pantas saja aku merasa kepalaku turun. Ternyata dia cuma mau mengambil bantal." Ayudia melengos kecewa. Terdiam tanpa kata.

Azka kembali berbaring di sofa, dia tidur dengan memunggungi Ayudia. Seulas senyuman tipis tersimpul di bibirnya.