Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

StellaLuna

9tsuki_teru
10
Completed
--
NOT RATINGS
21.8k
Views
Synopsis
Dia dan aku bagaikan bintang dan bulan. Dia yang walau bersinar dengan mengandalkan cahaya orang lain, tetap bisa bersinar terang di langit malam yang gelap. Sedangkan aku hanyalah bintang kecil yang berusaha bersinar dengan cahayaku sendiri, yang kadang masih terus kalah dari langit malam yang gelap, dan kehilangan cahaya. Dia berharga bagiku, tapi di sisi lain, aku juga iri dan benci padanya. Pada Sang Bulan yang mampu menyinari langit malam dengan indahnya walau kadang tertutup oleh awan hitam. Ini adalah kisah tentangku, tentang dia, dan takdir yang mengikat kami berdua.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1: Nicht

Sekarang jika dipikir - pikir, aku tak pernah bisa mengerti apa yang dia pikirkan. Dia yang selalu bersinar bagai bulan di langit malam, dia yang selalu menatap dunia dengan tatapan penuh dengan cinta dan harapan, apakah yang dilihatnya dari orang sepertiku? Aku, yang dulu pernah menyakitinya. Aku, yang pernah menghancurkan hatinya menjadi kepingan - kepingan yang tak dapat disatukan lagi. Aku, yang merebut cahaya dari hidupnya. Aku, yang mengubah cemerlang cahaya rembulan menjadi gerhana di hidupnya. Yang mewarnai dunianya dengan kegelapan dan merah darah.

Keinginannya, yang disampaikannya pada Tuhan, sebelum menutup mata: "Agar sekali lagi aku dipertemukan dengannya. Agar sekali lagi aku dapat mencintainya. Agar sekali lagi ia dapat mengulangi hidupnya, yang kali ini penuh dengan kebahagiaan, yang kali ini penuh dengan cinta, yang kali ini penuh dengan cahaya. Agar sekali lagi ia dapat kembali ke dirinya yang lembut, yang bercahaya bagaikan bintang - bintang di langit. Agar kali ini, aku dapat mendampingi dan melindunginya selamanya. Agar aku dapat menerangi hidupnya. Sampai sekali lagi ajal datang menjemput kami berdua."

Dia terlalu tolol.

Dia seharusnya sadar bahwa ada hal yang tak akan pernah berubah walau seratus tahun telah berlalu. Walau berkali - kali hidup kembali, walau berkali - kali berganti rupa, sifat inti manusia tidak akan berubah. Karena itu adalah jiwa mereka, sosok asli mereka. Sama seperti aku. Aku tetap egois, seperti dulu. Aku tetap sarkastik, seperti dulu. Aku tetap bermulut tajam, seperti dulu. Aku tetap dengan mudahnya menyakiti orang lain, seperti dulu. Aku tetap tak mendengar nasehat orang lain, seperti dulu. Aku tetap tak mau mengerti perasaan orang lain, seperti dulu. Aku masih tetap angkuh, seperti dulu.

Aku tetap akan melukaimu, seperti dulu.

Walau seratus tahun berlalu, langit malam tak akan pernah berubah. Malam akan tetap penuh dengan kegelapan. Malam akan tetap menutup diri dari cahaya. Malam akan tetap menyelimuti semua orang dalam kekelaman.

Walau begitu dia percaya. Tuhan percaya.

Keinginanku, yang kusampaikan pada Tuhan, sebelum menutup mata: "Agar aku bisa terlahir kembali sekali lagi. Agar sekali lagi aku dipertemukan dengannya. Agar sekali lagi aku diijinkan untuk mencintainya. Agar sekali lagi aku bisa mendengar suaranya. Agar aku dapat menebus dosaku padanya. Agar kali ini aku dapat membahagiakannya. Agar kali ini aku dapat memperlihatkan padanya dunia penuh cahaya. Agar kali ini aku dapat menemaninya, berada di sampingnya. Sampai ajal kembali memisahkan kami berdua."

Aku sungguh tolol.

Aku adalah langit malam yang gelap tanpa cahaya. Walau seratus tahun telah berlalu, tak ada yang berubah. Aku tahu itu. Dosa yang kupanggul tak akan hilang begitu saja tanpa ada konsekuensi. Aku sadar itu. Itu terbukti setiap kali aku menatap cermin di kamarku. Itu terbukti setiap kali aku menatap langit - langit kamar yang gelap sebelum tidur di malam hari. Aku tidak berubah. Yang berubah hanyalah bayangan yang terpantul di cermin. Hanya warna kulit, hanya warna mata, hanya bentuk dan strukutur tubuh, hanya gaya bicara, hanya bahasa, hanya pemandangan di luar kamar. Yang berubah hanyalah keluarga dan tempat aku dilahirkan.

Selebihnya, aku tetaplah langit malam yang hitam.