Chereads / My New Neighbour / Chapter 23 - Perang Dingin Vs Benih-benih Cinta

Chapter 23 - Perang Dingin Vs Benih-benih Cinta

Saat mendengar suara pintu depan terbuka, seketika itu, aku pun segera menyeka air mataku dan langsung berbaring dikasur. Saat itu aku memilih pura-pura tidur, untuk menghindari Mas Ryan. Aku tidak berani untuk mendengarkan penjelasan lebih jauh mengenai hal yang sebelumnya aku dengar tadi ditelpon. Aku takut.. aku tidak dapat mengontrol diriku sendiri saat mendengar semua penjelasan darinya. Bahkan, yang lebih menakutkan, aku akan mengambil keputusan gegabah yang akan membuatku menyesal seumur hidup.. Oleh karenanya, aku memilih untuk berdiam diri dan menghindarinya.

Namun, disisi lain, Mas Ryan.. dia terlihat sangat frustasi. Aku dapat merasakannya.. Entah karena ikatan batin kami sebagai suami istri yang begitu kuat atau hal lainnya, yang jelas aku dapat merasakan hawa dingin sesaat ketika dia masuk kedalam kamar kami. Dia terduduk cukup lama dikasur, sebelum akhirnya dia tertidur dengan memeluk tubuhku erat dari belakang.

Keesokan paginya, ketika aku hendak menyiapkan sarapan didapur, tiba-tiba Mas Ryan berdiri tepat dibelakangku. Dia memutar tubuhku menghadap kearahnya lalu berlutut menggunakan kedua kakinya sembari memegang kedua tanganku, dia menunduk dan berkata

"Maafkan aku sayang.. Maaf.. Aku benar-benar menyesal telah berbuat ini padamu.."

"Mungkin tadi malam ditelpon, kau sudah mendengar jelas semuanya.. Semua yang dikatakan Shina padaku.. Semua itulah yang sebenarnya terjadi"

"Maaf kalau aku baru memberi tahumu sekarang, tapi Shina adalah mantan pacarku dulu.. Kami berpacaran hampir setahun dan telah hidup bersama, sampai akhirnya aku tidak sadar, aku telah menghamilinya.."

"Saat itu, aku benar-benar tidak tahu kalau dia hamil, karena sebelumnya ada masalah diantara kami yang membuatku pergi menjauh dan memutuskan semua hubungan kontakku dengannya.. "

"Sayang dengar, mungkin aku terkesan egois, tapi bisakah kau memaafkanku.."

"Aku tidak ingin berpisah denganmu.. Jangan pernah tinggalkan aku Sayang.."

"Saat ini aku benar-benar bingung dan fruatasi.. Shina memintaku untuk bertanggung jawab atas anak kami Rani. Dia memintaku untuk menebus semua waktu yang telah aku sia-siakan saat dirinya hamil hingga kini Rani dewasa sekarang. Dia mau agar aku membagi waktuku bersamamu dalam seminggu untuk dibagikan padanya dan juga Rani.."

"Sayang, katakan.. apa yang harus kulakukan sekarang.. Aku benar-benar menyesal.. " ucap Ryan frustasi sambil menitikkan air matanya

Mendengar semua ucapan itu aku hanya bisa menangis. Aku hanya menangis sejadi-jadinya, tanpa bisa berkata-kata..

Disisi lain disebalah dapur, Oka terlihat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Mas Ryan, kemudian

"Papa bener-bener keterlaluan.. Oka gak nyangka Papa bisa melakukan tindakan sekejam itu.. dan juga Rani.. Jadi, Rani itu saudara tiriku??"

"Papa bener-bener kelewatan.. Oka benci sama Papa.." Oka pun berlalu pergi meninggalkan kami didapur

Saat itu aku.. aku masih diam terpaku. Aku tidak tahu tindakan apa yang harus kulakukan. Meskipun aku sudah mengetahui hal ini kemarin, tapi tetap saja.. mendengarnya langsung dari Mas Ryan membuat hatiku hancur.

Aku kemudian melepaskan tangan Mas Ryan dan pergi mengurung diriku sendiri dikamar. Untuk sesaat, rasanya aku tidak ingin melihat wajah suamiku itu. Aku membencinya.. Aku benar-benar benci keadaan ini. Aku berharap ini semua hanyalah mimpi buruk, dan aku ingin segera terbangun dan tersadar dari keadaan ini..

Sore harinya, aku tidak sadar aku telah mengurung diriku dikamar hingga waktu menunjukkan pukul 3 lewat. Saat itu, aku memilih keluar kamar karena mengira bahwa tidak ada orang sama sekali dirumah. Namun, ketika keluar kamar, aku melihat Mas Ryan duduk sendiri diruang tengah dengan lampu yang masih padam. Tanpa menghiraukannya aku pun pergi ke dapur untuk mengambil minum. Setelah minum beberapa gelas air, akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara dengan Mas Ryan,

"Mas.. mulai nanti malam dan beberapa hari seterusnya kedepan, aku akan tidur di kamar Oka, aku ingin sendirian.. menjernihkan pikiranku.. "

Itulah kata-kata pertama yang akhirnya berhasil keluar dari mulutku. Namun saat itu Mas Ryan,

"Biar aku saja yang tidur dikamarnya Oka. Dia sudah beranjak dewasa sekarang, mungkin dia tidak akan nyaman untuk tidur berdua denganmu" kemudian dia melanjutkan

"Sayang, aku tahu saat ini kau tidak nyaman denganku.. Bahkan, kali ini kau tidak mau menatap mataku sama sekali. Maaf, karena telah membuatmu kecewa. Aku benar-benar menyesal.. Aku akan pergi keluar sebentar, dan aku harap.. ketika aku kembali, kemarahanmu telah reda dan kita dapat kembali seperti dulu.."

Akhirnya Ryan pun pergi meninggalkan rumah. Saat itu air mataku terus mengalir dengan deras. Mungkin harusnya aku tidak mengucapkan kata-kata dingin tadi. Mas Ryan terlihat begitu menderita.. Dan aku pun kembali mengurung diriku dikamar.

Di Rumah Sakit

"Rani, bisa kau kembali ke apartemen sebentar. Ambilkan beberapa pakaian pengganti untuk ayahmu dan juga aku. Sementara aku yang akan menjaga ayahmu disini" ucap Shina

"Ya Mami.. Kenapa gak Mami aja yang ambil pakaiannya diapartemen. Biar Ayah, Rani yang jagain" Rani memohon

"Tidak sayang, ada hal penting yang harus kudiskusikan berdua dengan Ayahmu.. Jadilah anak penurut Rani"

"Humm.. " ekspresi Rani tidak senang

"Sayang tidak apa-apa. Setelah Ayah sembuh nanti, Ayah janji akan mengajakmu jalan-jalan keliling kota Jakarta. Kita akan menghabiskan waktu berdua saja tanpa Mamimu ini" ucap Aris sambil melirik ke arah Shina

"Bener ya Ayah. Ayah janji loh.. Kalau gitu Rani pergi dulu" ucap Rani sambil berpamitan mencium tangan Aris dan juga Shina

Sesaat setelah Rani pergi,

"Ini.. Kau tanda tangan" ucap Shina sambil memberikan surat gugatan cerai pada Aris

"Shina.. Kau.. " ucap Aris terkejut

" Ya.. Aku sudah membicarakan semuanya dengan Ryan kemarin malam dan dia setuju akan bertanggung jawab sepenuhnya pada Rani"

"Terima Kasih.. Berkatmu, Rani bisa tumbuh sebagai gadis normal dan mendapatkan kasih sayang seorang Ayah.."

"Biar bagaimanapun, aku benar-benar menghargai keputusanmu saat itu, untuk memilih tetap tinggal disisi kami, walaupun kau tahu Rani bukanlah anak kandungmu. Rani beruntung mempunyai Ayah pengganti seperti mu.. Aris"

Shina berhenti sesaat, kemudian dia melanjutkan kembali

"Kau adalah pria baik.. Aku rasa Lena keliru dengan mengambil keputusan untuk menikahi Ryan dan mencampakkanmu saat itu.."

"Kalau aku jadi dia.. Aku akan tetap memilih untuk mempertahankan hubunganku denganmu, bagaimanapun caranya.." ucap Shina yang membuat Aris diam terpaku dan terus menatapnya. Shina kembali berkata,

"Aku harap suatu hari nanti.. kau akan menemukan wanita yang tepat, yang dapat mencintaimu dan mau memperjuangkan cinta kalian betapapun berat ujiannya.. Karena aku tahu, kau hanyalah pria bodoh, yang lebih memilih merelakan dirinya sendiri terluka demi orang lain.."

"Seandainya aku tidak bodoh.. Apa kau bisa mencintaiku" ucap Aris yang membuat Shina terkejut

"Sebenarnya kalau kuperhatikan, kau ini cukup menarik Shina.."

"Jika saja ucapanmu itu tidak kasar dan sarkatik.. Aku rasa aku bisa jatuh cinta padamu.. "

Mendengar kata-kata Aris itu, entah kenapa detak jantung Shina berpacu sangat cepat. Dia tanpa sadar menyenggol gelas teh yang ada dimeja dan menumpahkan teh tersebut ke atas kertas gugatan cerai yang seharusnya ditandatangani oleh Aris tadi.

"Dasar kau Aris brengsek.. Lihat apa yang telah kau lakukan.." ucap Shina sembari mengangkat kertas gugatan cerai tersebut yang terkena teh tadi

"Loh, memang apa yang aku lakukan. Bukannya kau sendiri yang menyenggol gelas itu dan menumpahkan isinya ke atas kertas" jawab Aris

Tanpa mempedulikan perkataan Aris, Shina berusaha memukul Aris menggunakan tangannya karna kesal. Namun, sebelum dia sempat, Aris menangkap tangan Shina tersebut dan dengan cepat menariknya ke arahnya.. Saat itu jarak wajah mereka berdua cukup dekat, hingga kemudian Aris dan Shina..