Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Hanya Hujan

mutu555
--
chs / week
--
NOT RATINGS
99k
Views
Synopsis
Sebuah perjalanan hidup tentang dua orang sahabat antara Tsumugi dan Hirasaki. Dua orang yang memiliki derajat yang berbeda, sebuah persahabatan yang sudah terjalin saat mereka duduk di bangku SMP dan di pertemukan kembali di sekolah besar yang terbilang sangat mahal, sebuah sekolah yang bernama Kagurasai yang menduduki pringkat lima besar di negaranya. Tsumugi yang merupakan seorang siswi yang sudah di tinggalkan oleh kedua orang tuanya, Ia hidup sendiri yang hanya ditemani bersama bibinya saja di sebuah kedai kopi miliknya, Ia memiliki bakat di bidang olahraga yang sudah Ia tekuninya selama dua tahun. Dan Hirasaki yang lahir dari keluarga besar yang kaya raya, memiliki berbagai bisnis besar yang sangat terkenal, hidup dengan segala kemewahan yang Ia miliki. Mereka menjalani masa sekolahnya di sana dengan hubungan yang harmonis dan hangat, walau keduanya memiliki tujuan dan cita cita yang berbeda. Namun.. ketika berbagai masalah dan rintangan menimpahnya, akan kah mereka mampu mengatasi segala masalah yang terjadi di hidupnya. Atau kah.. memilih untuk berakhir begitu saja tanpa memperjuangkan persahabatan yang Ia jalin selama ini.
VIEW MORE

Chapter 1 - Celoteh Tak Berujung

Ahh.. sepertinya hari ini akan turun hujan lagi, Keluh ku dengan raut wajah yang merengut seketika memandangi langit yang di penuhi dengan awan hitam tebal yang menjulang tinggi menutupi cerahnya sore ini, di tambah.. dengan angin yang bertiup begitu kencang menghempas segala hal tanpa pandang bulu, mengangkat debu debu kecil bersama dedaunan kering ke udara, berputar mengelilingi rotasi kecil tanpa pondasi.

Suara gemuruh yang sedikit terdengar dari atas sana.. membuat ku semakin yakin, di sertai petir yang menyambar tak terarah, menghentak ku seketika melihat sekelibat cahaya putih yang muncul dari balik jendela.

Seperti biasanya.. jam pelajaran akhir yang kosong membuat gaduhnya kelas, seluruh ruangan di penuhi dengan pembicaraan yang tak lain adalah membicarakan keburukan orang lain, seketika membuat ku ingin menutup telinga ku dengan headset yang ku simpan di dalam ransel, kemudian memasangnya di ponsel dan menyetel musik dengan volume penuh, ketimbang harus mendengarkan bisingnya kelas dengan beribu gosip yang terlontarkan dari mereka yang menyebar begitu cepat bagaikan virus, merambat begitu luas bagaikan wabah.

Tapi tak tahu menahu dengan kebenarannya, hanya bisa menyampaikannya melalui sebuah atau bahkan sepenggal informasi yang Ia terima, dan melebih lebihinya hingga berita itu terkesan sangat buruk sesaat sampai kepada pendengarnya.

Huh.. cukup menjengkelkan bukan jika yang mereka ceritakan itu adalah aku, aku menunduk dan mengambil telepon genggam ku dari kolong meja, yang tertata bersama buku buku yang selalu ku tinggalkan di sini, aku tak pernah merasa cemas sedikit pun terhadap buku buku yang ku tinggalkan ini, karena pencuri tidak pernah membaca buku.

Mereka tidak memiliki sedikit pun ketertarikan dengan buku non fiksi atau sejenisnya, aku menumpukan kepala ku dengan tangan kanan ku sembari menyenderkannya ke tembok yang berada di sisi kanan ku, bagaimanapun.. mereka pasti tidak akan pernah diam dengan semua ini, ucap ku dalam hati sembari menggeser layar ponsel ku dengan jari jempol ke bawah, mengingat perlakuan dari kelompok geng zuto yang beranggotakan lima orang siswi, yang selalu membuat onar dan membuli siswi lainnya, sungguh menyebalkan, mereka selalu menghina ku si pendek yang berdada rata.

Hhhmm.. mengingat semua perlakuannya itu membuat ku ingin memukul wajahnya dengan stick baseball milik ku, sungguh membuat ku marah dan juga malu. Tapi.. sudahlah, lagi pula mereka juga sudah terkenal oleh guru guru di sekolah ini dengan kasusnya yang sudah tak terhitung lagi.

Sangat di sayangkan, padahalkan di antara mereka ada yang pintar, berbakat di bidang olahraga, terampil, hanya saja mereka salah dalam menjalani hidup.

Aku mulai melihat berbagai postingan yang muncul di layar ponsel ku, melihat banyaknya postingan yang tak penting dari segelintir siswa di kelas ini, mereka semua tak lebih dari Fujito.

Pria idaman ku dengan keahlian memainkan bola basketnya yang begitu handal, dengan postur tubuh yang begitu gagah dan tinggi, semampai bagaikan atlit sungguhan, aku suka dengan style yang Ia miliki, begitu juga saat Ia bermain basket, sungguh luar biasa.

Ia adalah Pria berbakat di sekolah ini, sudah banyak piala yang Ia sumbangkan untuk sekolah Kagurasai. Keahliannya dalam memainkan bola basket sudah tersebar ke sekolah luar bahkan ke sekolah besar lainnya, dan selalu menjadi tim kuat bagi sekolah lainnya.

Tak salah jika aku harus bersaing ketat dengan siswi yang lainnya, karena Ia adalah Pria idola di sekolah besar ini, Bagaikan Bintang ternama yang memasuki sekolah ini, sampai sampai hampir seluruh siswi di sekolah Kagurasai menyukainya.

Sungguh minimnya keberuntungan yang ku miliki. Membuat ku sulit untuk mendapat kesempatan dekat dengannya. Bahkan.. para wanita lajang dengan segala kemewahannya mencoba mencuri hatinya, itulah yang membuatku hampir mustahil untuk dapat memilikinya.

" Mugi.. apa kamu ingin pulang bareng hari ini? " Ucapnya dengan lembut seraya berjalan menghampiri ku yang sedang bersandar di tembok kelas, rasanya cukup aneh jika Saki menanyakan hal itu, seperti.. ada sesuatu yang harus Ia temui sebelum pulang sekolah.

" Ya.. memangnya kamu tidak pulang hari ini? " Tanya ku kembali dengan tatapan setengah meledek sembari mengangkat alis kanan ku kepadanya, Ia mengambil posisi duduk sambil menaikkan kaos kakinya sampai setengah lutut, Ia menatap ku dengan posisi membungkuk dengan tatapan sayupnya.

" bukan begitu.. nanti pulang aku harus menemui ketua jurnalis " Ujarnya dengan lugas, Saki mengambil secarik kertas dari saku jaket merah oblongnya yang Ia pakai, dengan kantongnya yang berbentuk trapesium bermotifkan sebuah bunga kecil pada bagian tengahnya dengan jahitan bewarna putih, dan lubangnya yang berbentuk seperempat lingkaran.

Berada di bagian bawah di setiap sisi kanan maupun kirinya, jaket yang di hiasi dengan jahitan di setiap tepinya, menjulur panjang dari atas ke bawah, Jaket oblong ini sudah menjadi seragam wajib kami yang harus di kenakan setiap hari senin sampai kamis,

Ia membuka lipatan kertas secara perlahan dan melihat tulisan yang terkutip di dalamnya.

Ia mulai membacanya dengan bibir yang terucap tak bersuara, Ia mulai menyadarinya jika ada pelaksanaan untuk pelatihan Jurnalis hari ini, Ia melipat kembali surat itu dan menaruhnya di samping tempat pensilnya.

" trus.. pulangnya kapan? " aku menyela dengan melontarkan pertanyaan yang seketika merubah suasana hening saat Saki baru saja menaruh kertas itu, Ia menoleh ke arah ku dengan wajah lesuhnya dan mencoba memberitahu ku dengan sedikit bimbang.

" Sekitar... jam tujuh " Ucapnya dengan nada sedikit berat, seketika membuat ku terdiam saat mengetahui akan pulang cukup malam hari ini, tak seperti biasanya.. gumam ku sesaat memikirkan untuk pergi ke kafe setelah pulang sekolah nanti bersamanya.

" Hhhmm.. lama juga ya " gerutu ku seraya merapikan pensil pensil yang berserakan ke dalam rak nya, dan merentangkan kedua tangan ku ke depan sampai dagu ku menempel di atas meja.

Ya.. nampaknya rencana kami untuk hari ini gagal, keluh ku dalam hati sambil menggenggam kuat ujung meja, padahalkan sudah kami tetapkan seminggu yang lalu.

Untuk berjalan jalan ke taman dekat sekolah, menikmati indahnya pemandangan di sana, Tapi.. karena cuaca yang tak bersahabat dan juga Saki yang harus mengikuti pelatihan jurnalis, membuat semuanya gagal.Padahalkan aku punya sedikit kejutan untuknya.

" Sepertinya.. rencana kita untuk pergi ke kafe hari ini gagal, padahal kan bayangan ku sudah ada di sana sambil menikmati manisnya kopi " Ujar ku dengan nada manjanya pada Saki yang sekarang menoleh ke arah ku dengan wajah datarnya, Ia menatap ku dengan tatapan sinisnya sambil berkata dengan sedikit jutek.

" Mungkin besok.. karena tugas ini penting gak bisa di tunda, jadi.. kalau kamu mau pergi ke kafe hari ini, ajak Jenni saja " Ujarnya sambil merapikan rambut kuningnya yang anggun, Ia mengikat kuda rambutnya dengan sebuah kunciran yang Ia gigit di mulutnya, selepas Ia mengikat rambutnya yang membuatnya terlihat sangat cantik dengan tampilan sederhananya, ketimbang saat kami pergi tour ke beberapa tempat, Ia terlihat begitu elegan tapi kurang menarik.

" Ahh.. gak seru, dia kan super duper kutu buku, nanti yang ada di sana aku malah di cuekin " Ujar ku dengan sedikit menggerutu, sambil melihat lihat postingan di ponsel ku.

Ia memandangi ku dengan tawa kecilnya ketika menyadari alasan ku menolak mengajaknya, lagi pula.. hubungan ku dengannya sudah mulai sedikit longgar, karena hobinya yang tak lain hanya memburu buku buku terbaru di perpustakaan, ketimbang dengan ku yang hobi di bidang olah raga.

Aku menaruh ponsel ku di atas meja, melepas jaket merah oblong ku dan meletakkannya di atas pangkal paha yang terselimuti oleh rok hitam.

" Baiklah.. aku akan menunggu mu dikantin ya, jangan lupa!" Aku mengingatkan Saki yang sedikit pelupa, terkadang aku tertinggal olehnya saat kami berada di dalam bus. Aku takut.. jika Ia meninggalkan ku ketika menunggunya lama di kantin sendirian.

" Iyah aku tidak akan lupa.. setidaknya jalur menuju gerbang kan melewati kantin " Ucapnya dengan nada yang menggoda, sesaat mengundang tawa kecil yang terlontar dari bangku belakang.

Bel pun berbunyi sesaat kami menyelesaikan percakapan, suara teriakan kemenangan yang begitu keras terdengar dari kelas ku, mereka dengan sigapnya keluar dari sekolah dengan begitu tergesa gesa, karena lorong yang begitu kecil dan gerbang gedung sekolah yang tak memumpuni untuk keluar dengan cepat, menjadikan alasan untuk keluar lebih awal dari sekolah ini.

Ya.. sepertinya kami harus berpisah sesaat melewati lorong pertama dari pintu kelas kami, tepat sebelah kanan kelas kami terdapat sebuah kantin kecil tempat peristirahatan untuk tamu, atau.. sebagian kelompok tertentu saja.

Kami berjalan melewatinya dan Saki berhenti dengan tiba tiba, Ia memegang lengan ku dan memberikan ku sebuah buku kecil berwarna merah muda dengan tanda love berwarrna merah hati di tengahnya. Apa ini? tanyaku pada diri ku. Belum sempatnya aku menanyakan hal itu. Saki menempelkan jari telunjuk ke bibirnya seolah mengisyaratkan ku untuk tidak menanyakan tentang buku misterius ini.

" Sssttt.. nanti saja, setelah aku kembali " Ujarnya sembari berbalik dan berjalan sedikit terburu buru sambil membawa Ransel Merahnya dengan tipe dua resleting, satu sleting bagian besar tempat untuk menyimpan buku buku dan tengahnya bagian kecil untuk tempat pensil, perlengkapan dan peralatan wanita, bergaris kan hitam yang saling memotong menyelimuti warna merahnya, membentuk corak kotak merah kecil yang di garisi, dengan sarung penyangga botol minum di kedua sisinya.

" Saki.. Jangan lupa.. kalau aku ada di kantin " Teriak ku pada Saki yang sekaan takut jika di tinggalkan dengannya lagi, Ia menoleh sedikit ke arah ku dan memberikan jempol kanan di sisi kirinya tanpa berbalik sedikit pun.