Setelah perbincangan ku dengannya usai.. kami pun berpisah satu sama lain. Maki langsung pergi menelusuri jalan panjang itu, dan bergegas pulang menuju rumahnya, sementara.. aku langsung berbalik dan berjalan menuju pintu rumah Bibi ku, sebuah pintu kayu berwarna biru dengan gaya buka yang di geser, pada bagian tengahnya ada sebuah papan kayu kecil yang tercantol di atas sebuah paku betuliskan tutup.
" Tokk.. tok.. tokk.. " aku mengetuk pintu kayu itu dengan sedikit keras, berharap semoga Bibi belum tidur. " Bi.. bibi.. aku pulang.. " ujar ku pada Bibi yang sedang menunggu ku di rumah, aku yakin.. pasti saat ini Ia sedang gelisah dan risau menanti kepulangan ku yang malam seperti ini, apa lagi.. ini kan baru pertama kalinya aku pulang sampai jam tujuh malam.
Trreekkk.. pintu pun terbuka, sesaat bibi muncul dari balik pintu itu dengan raut wajahnya yang begitu cemas, dengan cepatnya.. Ia langsung menghampiri ku dan memegangi pundak kiri ku sambil berkata. " Kamu.. kenapa baru pulang jam segini? " Tanyanya Bibi dengan nada yang lesuh, spontan.. membuat ku merasa sedikit bersalah atas perbuatan ku yang sudah membuatnya khawatir. Ia mulai mengelus ngelus bagian kepala ku yang sedikit basah.
" Ayo.. masuk lah " Ucapnya Bibi sambil mempersilahkan ku dengan tangannya, aku mulai memasuki rumah bibi ku dengan sedikit tergesa gesa. Sesaat tiba di bagian depan teras, aku menginjakkan kaki ku di atas kayu berwarna coklat gelap bersama dengan sebuah keset merah tua tebal yang cukup kotor dan telah menghitam dari warna aslinya. Aku mulai menggesek gesekkan sepatu ku di atas keset tebal itu, seperti biasanya.. selalu membersihkan bagian alasnya sebelum melepaskannya dari kedua kaki ku.
Rumah bibi ini sedikit berbeda dari rumah yang lainnya, pada bagian lantai pertama di rumah ini.. di pisahkan dengan dua tingkatan yang berbeda, kalau yang paling rendah merupakan tempat kami untuk menyimpan sepatu, sendal dan peralatan peralatan lainnya yang terbilang cukup kotor, dan di bagian atas sana.. dengan dasar kayunya yang berwarna coklat kacang, itu merupakan tempat kami untuk duduk dan beraktivitas lainnya. Yang dipisahkan dengan dua buah anak tangga kecil yang membuatnya terlihat semakin elegan.
Sebuah rumah yang tidak terlalu mewah, yang hanya di hiasi dengan berbagai furniture sederhana yang memperindah bagian dalam rumah ini, dan pastinya.. memiliki harga yang tak seberapa mahal jika di bandingkan dengan perabotan yang ada di dalam apartemennya Saki.
Tepat di hadapan ku saat ini.. terdapat beberapa lukisan besar yang terlihat begitu indah dan rapih. Tiga buah lukisan tulisan jepang yang terpajang pada dinding rumah ini, menggantung di atas permukaan tembok dengan susunannya yang secara vertikal, tertulis dengan tinta hitam di atas sebuah kain katun berwarna putih dengan bahannya yang berkualitas.
terlihat begitu bersih dan suci seperti tak pernah tersentuh oleh debu sedikit pun, lukisan itu terpasang di samping kamar mandi dan di samping tangga, yang masing masing terletak di bagian pojok, dan satu lukisan lagi.. berada tepat memisahkan kedua di antaranya.
Rumah ini di terangi dengan beberapa lampu lentera berbentuk kotak dengan cahaya kuningnya yang bersinar cukup terang. Memiliki garis merah yang berada di setiap sisi pemisahnya, tergantung di tembok dengan posisi berdiri tegak di atas penyangga besinya yang membengkok membentuk siku siku.
Terlihat begitu indah menerangi setiap dinding bagian kiri maupun kanan pada rumah ini,
Yang di setiap sisi temboknya terpasang dengan dua buah lentera itu, masing masing sudah di beri jarak yang cukup jauh untuk memper-efektif kegunaannya sebagai lampu hias.
Dan satu buah lampu bundar berukuran besar yang terpasang di atas langit langit, berperan sebagai lampu utama di bagian ruangan ini, terletak tepat di bagian tengah yang menggantung pada rantainya yang kokoh, di sekitar bundarannya yang terbuat dari tembaga terdapat empat buah lampu berukuran besar, pada bagian atasnya berbentuk bulat dan sedikit melonjong di bagian tengahnya yang secara perlahan meruncing sampai ke bagian ujungnya.
Bentuk lampu itu menyerupai sebuah daun, pada bagian runcingnya menghadap ke arah bawah. Ke-empat lampu besar itu saling melekat kuat pada bagian ujung penyangganya yang saling menyilang, membentuk pola segi empat di dalam sebuah lingkaran. Dengan cahaya putihnya yang bersinar terang, membuatnya terlihat begitu mewah dan elegan. Di tambah.. kesan dari kerangkanya yang berwarna silver secara keseluruhan.
Tepat di bagian tengah ruang tamu.. terdapat sebuah meja kayu kecil yang di kelilingi oleh sofa sofa empuk di sekitarnya, satu buah sofa panjang dan dua buah sofa kecil yang tersusun membentuk letter U, yang menghadap ke arah Timur dari tempat ku berdiri. Dan pada bagian ujungnya ada sebuah televisi yang tertata di atas sebuah meja khusus, sebuah televisi tabung yang berukuran cukup besar menghadap ke arah sofa panjang itu.
Sebuah rumah yang bernotabenekan tradisional jepang, mulai dari segi desain yang di terapkan di dalamnya dan semua perabotan perabotan yang tertata di sekitanya saling melengkapi satu sama lain, yang membuatnya lebih terlihat tradisional dan unik.
Dengan dinding dindingnya yang berwarna krem gelap, di hiasi dengan berbagai bingkai yang terisi dengan poto poto kenangan miliknya. Oh iya.. Bibi ku ini mempunyai seorang cucu yang bernama Anata, Ia tinggal cukup jauh bersama dengan kedua orang tuanya di desa. Sesekali.. Anata pergi berlibur ke kota untuk berkunjung ke rumah bibinya.
Terakhir kali aku bertemu dengannya.. ketika aku masih duduk di bangku kelas tiga SMP, saat itu Ia masih kecil dan belum bersekolah, kabarnya.. Ia tidak bersekolah umum seperti ku ini. Dia lebih memilih untuk masuk sekolah seni ketimbang formal.
Melihat kemampuannya dalam menggambar membuat ku iri, pada saat itu.. Anata ingin menunjukkan keahliannya kepada ku, Ia ingin menggambarkan sebuah bunga mawar dan melati untuk ku, ku kira.. Ia hanya bercanda, karena aku hanya menganggapnya sebagai anak kecil. Yang terpikirkan di benak ini kalau gambarnya akan memiliki hasil yang sama seperti anak anak se-usianya.
Dan aku hanya menertawakannya saja ketika Anata mulai menggambar bunga itu di atas meja belajar ku, namun.. sesaat aku melihat hasil gambarnya, aku sungguh terpukau tak dapat berkata apa apa, aku terkejut dengan perasaan tidak percaya karena hasil gambarnya yang tidak bisa di ekspresikan lewat kata kata. Aku hanya bisa terdiam sambil menikmati keindahan seninya di atas sebuah kertas putih.
Gambarnya yang begitu bagus dengan paduan warna yang menurut ku sudah hampir sempurna, membuat ku terkagum kagum. Ku rasa.. Anata telah berhasil membungkam pikiran negatif ku terhadapnya dengan sebuah hasil karyanya yang memukau. Aku hanya berharap.. semoga Anata bisa menggapai cita citanya untuk menjadi seorang seniman ternama di negeri ini, di tambah.. bakatnya yang sudah terasah sejak kecil, membuat ku semakin yakin dengan semua itu.
Tidak seperti ku.. yang memiliki hobi cukup aneh dan terkesan mengerikan, mungkin.. sebagian orang di luar sana akan berpendapat sama seperti ku.. jika mengetahui ada seorang wanita yang memiliki hobi bermain baseball, tapi.. aku juga tidak begitu mengerti mengapa aku bisa menyukainya. Sebenarnya.. sebelum aku menyukai permainan baseball ini, berawal dari ketidak sengajaan ku menemukan sebuah tongkat kayu yang berbentuk seperti stick baseball.
Ketika itu.. aku menemukan stick tersebut di sebuah gang saat hendak mengikuti kucing oren berlari sambil membawa mangsanya yang berupa tikus kecil, aku menelusuri gang sempit itu untuk melihat kucing tersebut memakan tikus yang Ia bawa. Namun.. ketika belum jauh aku berjalan menjelajahi wilayah gang yang terkenal sepi itu, aku terkejut saat melihat sebuah stick baseball berwarna biru yang di sandarkan di samping tempat penampungan sampah besar yang berbentuk trapesium.
Rasanya.. stick ini masih baru dan tidak menandakan ada kerusakan atau pun sebuah goresan kecil di sekitarnya. Dan tak berpikir panjang lagi.. aku langsung membawa pulang stick tersebut. ketika itu.. aku mengajak Shizuka untuk bermain di sebuah taman sambil membawa stick biru itu, entah kebetulan atau tidak.. kami menemukan sebuah bola baseball di tumpukan pasir pantai.
Kami pun mulai mempraktekkannya.. layaknya seorang atlit baseball sungguhan. Kami bergantian memukul dan melempar bola tersebut, kami pun bermain di taman itu hingga terlena dengan keseruannya sampai tak kenal waktu. Sesaat.. hari demi hari ketertarikan ku terhadap salah satu olahraga ini semakin menjadi.
Aku memperhatikan dan mencari tahu cara bermainnya dengan benar melalui televisi yang menyiarkan langsung sebuah pertandingan baseball resmi atau pun membeli majalah dan komiknya, hingga akhirnya.. aku memiliki niat untuk mempelajarinya lebih dalam lagi. Cukup mistik bukan.. kejadian yang menimpah ku ini.
Ya.. walaupun sering di pandang sebelah mata oleh banyak orang, tapi.. aku tetap tidak peduli dengan hinaan dan tertawaan dari mereka yang mencoba menghentikan langkah ku untuk menjadi pemain terkenal. Lagi pula.. tidak salah kan kalau mempunyai hobi yang sedikit berbeda dari wanita pada umumnya, walau begitu.. aku ini bukan tipe wanita yang bisa di kategorikan sebagai wanita tomboi, karena aku ini adalah wanita sungguhan.. yang jelas bukan sebuah permainan atau apa lah semacamnya.
Sesaat memikirkan semua hal itu.. aku jadi kembali mengingat tentang Anata dan mempertanyakan kabarnya di sana. Kira kira.. bagaimana ya dengan gambarnya Anata saat ini, pastinya.. hasilnya sudah lebih baik kan dari yang sebelumnya. Hhhmm.. aku juga jadi kangen dengan wajah imutnya, semoga liburan nanti Anata bisa bertemu lagi dengan ku.
Bibi pergi menuju dapur dan meninggalkan ku begitu saja setelah menutup dan mengunci pintu utama, aku duduk di atas anak buah tangga itu sambil menaruh plastik kecil pemberian dari Maki di samping ku, aku melepaskan satu penyangga ransel dari pundak kiri ku sambil menundukkan kepala ku seraya melepaskan ikatan tali sepatu hitam ku yang masih mengikat kuat, usai melepas bagian kanan sepatu ku.. dengan tiba tibanya bibi datang dan mengagetkan ku dari belakang.
Ia memegang pundak ku yang sekarang terasa sedikit basah, pasti.. karena Maki yang memegangnya tadi. " Kamu mau mandi? " Tanya Bibi kepada ku dengan nada yang terdengar lembut, spontan.. aku langsung menoleh ke arah Bibi yang berada tepat di belakang ku sambil mangatakan. " Iyah.. " aku mengangguk ke arah Bibi sambil memegangi tali sepatu ku yang sebelah kiri, setelah usai melepaskan semua ikatan sepatu ku.
Aku mulai menarik lepas sepatu itu bersama dengan kedua kaos kaki hitamnya yang masih membalut kedua kaki ini, setelah selesai.. aku mulai bangun dari posisi duduk ku sambil mengangkat kedua sepatu canvas itu dengan tangan kanan ku. Aku langsung memakai sepasang sendal putih yang selalu tergeletak di samping anak buah tangga pertama.
Sesaat.. aku melihat bibi memasuki kamar mandi sambil membawa sebuah panci berukuran besar yang berisikan air panas, Ia menuangkannya ke dalam bak pemandian yang cukup besar, sambil menyalakan keran yang membuat suara air berjatuhan ke dalam bak pemandian itu terdengar cukup keras.
Sementara.. aku langsung merapihkan sepatu ku dan menaruhnya di sebuah rak berwarna hijau, aku meletakkan sepasang sepatu yang sudah terisi dengan kaos kaki itu di antara sepatu lainnya pada rak bagian pertama dari dua tingkat. aku melepaskan kedua sendal itu tepat di samping tangga dan mulai menaiki sebuah kayu berwarna coklat kacang. Aku mulai berjalan menuju kamar mandi ku yang terletak di seberang pintu utama.
Ketika sampai di depan kamar mandi.. aku langsung melepaskan sweater merah putih ku dan menggantungkannya di sebuah gantungan panjang yang tercantol di dinding bersama dua handuk lainnya, yang berada tepat di depan kamar mandi. Aku mengambil sebuah handuk berwarna biru muda sambil membuka pintu kamar mandi ku yang berwarna coklat gelap.
Aku mulai memasuki kamar mandi ku dan melepaskan semua baju seragam yang masih ku kenakan, aku mulai melonggarkan rok hitam pendek ku yang masih terasa ketat mengunci pinggang ini, dan melepaskannya bersama dengan celana dalam ku yang berwarna putih, kemudian.. aku membuka kancingnya satu per satu dari seragam putih tipis ku yang mulai lembab bersama dengan baju putih dalemannya. Usai melepaskan semua pakaian ku, kemudian aku menaruhnya di dalam sebuah bak hitam kecil yang berada tepat di atas sebuah mesin cuci, tempat di mana pakaian kotor itu di simpan untuk sementara.
Yang terletak di samping bak pemandian besar ku yang berwarna putih susu. Usai menaruhnya.. aku mulai memasukkan satu kaki ku ke dalam air hangat itu secara perlahan, Ahh.. sesaat rasa hangat pun muncul setelah aku merendamkan kaki kiri ku ke dalamnya, sebuah kehangatan yang ku rasakan ini mulai menghilangkan hawa dingin yang ikut meresap ke dalam tubuh ini.
Aku memasukkan lagi satu kaki ku ke dalamnya dan berdiri dengan posisi yang menghadap ke arah mesin cuci itu, aku mulai berbaring di atasnya.. merebahkan seluruh tubuh ini dan merendam di dalam sebuah bak yang sudah terisi penuh dengan air hangat. Hahhh... rasa hangat yang begitu menyegarkan dari bak pemandian ini, seakan membuyarkan segala penat ku seraya memudarkan rasa letih ini setelah berjalan cukup jauh bersamanya.
Aku mulai menyenderkan kepala ku pada sebuah penyangga khusus, dan menatap ke arah langit langit kamar mandi ku yang di hiasi dengan satu buah lampu lentera putih besar, sebuah lampu lentera kotak berbentuk persegi panjang yang digarisi pada bagian tengahnya dengan warna hitam, membentuk sebuah pola " pertambahan " di bagian tengah pada permukaan lampu tersebut.. hingga membentuk empat buah persegi pada setiap sisinya. Bersinar terang begitu indah tanpa menyilaukan mata.
Ah akhirnya.. sampai juga di rumah, ucap ku dalam hati ketika memejamkan kedua mata ku. Aku mencoba untuk rilex dan meresapi kehangatan yang ku rasakan saat ini. Menenangkan pikiran ku bersama dengan gelombang kecilnya yang mencoba menghanyutkan ku ke dalam airnya yang hangat. Tenang.. merasakan sebuah hempasan yang mencoba membawa ku ke suatu tempat yang indah.
Seketika.. lamunan ku terhenti saat mendengarkan sebuah suara dering dari ponsel ku, Aku mulai membuka kedua mata ku setelah cukup lama memejamkannya, sepertinya.. rasa lelah ini telah hilang bersama dengan kecemasan ku terhadapnya.
Aku mengambil ponsel milik ku yang terletak di samping ku, membuka sebuah pola yang tertera di layar utama dan langsung mengecek sebuah pesan yang masuk. Ohh.. akhirnya, sontak aku langsung menggenggam kuat ponsel ku dengan kedua tangan sembari tersenyum kecil saat melihat notif darinya.
Aku langsung bergegas untuk melihat isi pesan darinya, " Mugi.. maaf ya, kalau aku tidak membalas pesan dari kamu.. ponsel aku mati karena kehabisan baterai " Aku sedikit terkejut saat mengetahui alasan darinya, Hhhmm.. ku rasa dugaan ku selama ini salah, seharusnya.. aku sebagai seorang sahabatnya tidak berpikiran hal hal yang negatif terhadapnya, ucap ku sendiri sambil melucuti pikiran ini, yang seketika membuat ku geram dengan kelakuan bodoh ku.
" Iyah.. tidak apa apa " Aku membalasnya dengan cepat dan berharap jika Ia masih membuka ponselnya, aku masih menunggu Saki membaca pesan dari ku sambil menatap ke arah layar ponsel ku dengan tatapan kosong. Beberapa saat kemudian.. akhirnya aku melihat notif kalau Saki telah membaca pesan dari ku dan sedang mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.
Yang langsung membuat ku bersemangat untuk menunggu balasan darinya, aku bangun dari sandaran ku dan langsung duduk menyender pada sebuah dinding keramik kamar mandi ku.
" Aku bentar lagi akan ke sana, tunggu ya.. " Sebuah Balasan darinya yang tidak ku duga, Ku rasa.. Saki saat ini masih berada di sekolah. Apakah pelatihannya masih belum selesai dan masih berlanjut hingga larut malam, tanya ku sendiri dengan sedikit penasaran.
" Hhhmm.. saki.. aku sudah pulang, dan sudah sampai di rumah sedang berendam air hangat " jawab ku pada Saki yang mungkin masih mengira jika aku masih berada di kantin kecil itu sambil menunggunya kembali. " Ohh.. ya sudah kalau begitu " Ia membalasnya dengan kalimat yang singkat, sedikit menunjukkan kepada ku kalau Ia mungkin sedang marah. Karena aku pulang meninggalkannya begitu saja tanpa memberinya kabar terlebih dahulu.
" Maaf ya.. bukannya aku gak mau nungguin kamu Saki.. tapi, aku di peringatkan oleh penjaga sekolah untuk tidak berlama lama di sekolahan, karena aku tidak memiliki kepentingan apa pun di sana " Tegas ku yang mencoba menjelaskan kepadanya tentang kepergian ku yang begitu cepat tanpa menunggunya kembali dari pelatihan, aku harap Saki tidak salah paham dengan semua tindakan ku ini, apa lagi.. kalau mengira aku pergi meninggalkannya dengan sengaja, bisa bisa.. Ia pasti marah dengan ku besok.
" Oh.. begitu, ya sudah tidak apa lagian juga kan ini semua salah ku, sudah meninggalkan mu sendirian tanpa kabar " Tambahnya yang sekarang membuat ku tertawa, karena membayangkan wajah imutnya yang menggemaskan setiap kali Saki mengakui kesalahannya. Ku rasa.. saat ini Ia sedang ingin di cubit pipinya. " Nanti lanjut lagi ya ngobrolnya, aku mandi dulu.. " Aku mencoba menghentikan obrolan kami yang masih terjalin.
" jangan lama lama Gi.. di kamar mandi, nanti bisa terjerumus melakukan sesuatu hal yang berbau dewasa " Tambahnya yang tak di sangka sangka, huhh.. dasar Saki. " Hahaha.. iyah iya.. " Jawab ku pada Saki yang sekarang sedang berpikiran macam macam, memangnya.. aku bisa apa di kamar mandi.
Aku langsung mematikan kembali ponsel ku dan menaruhnya di samping dekat dengan peralatan mandi ku, Huhh.. sesaat mengetahui alasan darinya, cukup membuat perasaan cemas ku ini menjadi lega, ternyata benar.. kalau semua kejadian itu terjadi karena faktor lain.